Perketat Aturan Melancong, Berau Godok Sistem Pariwisata Satu Pintu 

Perketat Aturan Melancong, Berau Godok Sistem Pariwisata Satu Pintu 

Berau, nomorsatukaltim.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau kian menyeriusi wacana penerapan sistem pelayanan pariwisata satu pintu. Hal tersebut dinilai penting dan mendesak. Untuk membentengi destinasi wisata dari ancaman kerusakan, penertiban administrasi dan memaksimalkan keberdayaan masyarakat lokal. Mencuatnya wacana sistem pelayanan wisata satu pintu berangkat dari keresahan Pemkab Berau akhir-akhir ini. Wacana yang sebenarnya sudah lama ingin diterapkan, kembali digaungkan Wakil Bupati Berau, Gamalis. Maraknya wisatawan yang berangkat dari luar daerah dinilai merugikan perekonomian masyarakat Berau yang selama ini bergantung dari menjual jasa dan pelayanan kepada wisatawan di sekitar Kepulauan Derawan. Gamalis memastikan, pemkab akan segera menggodok regulasi untuk memayungi kebijakan pemda tersebut dalam penerapannya. "Akan segera dibahas dengan instansi terkait. Karena ini sangat memengaruhi ekonomi masyarakat setempat. Terutama, yang memiliki usaha di sekitar tempat wisata,” kata wakil bupati, baru-baru ini. Tidak hanya soal pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar. Penerapan wisata satu pintu disebut penting karena beberapa hal yang berkaitan dengan teknis dan administrasi dalam pengelolaan objek wisata. Serta yang paling utama adalah untuk melindungi destinasi wisata dari potensi kerusakan. "Kita mendukung statement Pak Wakil Bupati. Memang betul wisata kita wajib satu pintu. Karena manfaatnya bagi daerah lebih banyak," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Berau, Masrani ditemui di ruang kerjanya, Senin (29/11). Manfaat yang mungkin diperoleh jika wacana tersebut benar-benar diberlakukan ialah untuk mendeteksi dan mendata jumlah wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata unggulan Berau. Kemudian dari segi keamanan, sistem satu pintu dinilai lebih memberi jaminan. Menurut Masrani, jika akses masuk destinasi wisata terbuka dari mana saja, maka peluang masuknya 'penyelinap' atau wisatawan tak terdata lebih besar. Yang dikhawatirkan, ketika mereka melakukan hal-hal terlarang yang bisa merusak kenyamanan hingga ornamen-ornamen seperti terumbu karang lokasi atraksi wisata. "Ancaman keamanan dalam arti luas besar sekali. Bisa saja ada yang menyelinap terus merusak terumbu karang karena tidak memahami SOP. Atau bahkan ada ancaman sabotase," beber Masrani. Sebenarnya, ia menuturkan, Standard Operational Procedur (SOP) di objek-objek vital dan strategis itu menggunakan prosedur berstandar internasional. Walaupun, standar tersebut masih dalam proses sosialisasi kepada masyarakat dan pemandu wisata bahari lokal di Kepulauan Derawan. Maka menurut dia, masuknya wisatawan dari luar daerah melalui agen-agen perjalanan tanpa melibatkan pemandu lokal sangat perlu diantisipasi. Sebab, katanya, belum tentu pemandu-pemandu yang dibawa agen-agen perjalanan tersebut memahami adanya SOP yang diterapkan. Sebab mereka belum pernah mendapat sosialisasi. "Jadi yang rawan memang tour guide dari luar. Karena mereka belum tentu tahu aturan dan SOP yang di sini," imbuhnya. Lebih lanjut, diutarakan Kadispar, efek negatif dari masuknya wisatawan dengan membawa pemandu dari luar, akan menutup peluang pemandu lokal, yang merupakan masyarakat setempat. Otomatis pemandu lokal jadi sulit untuk berkembang. Atau tidak terdampak multiplier effect kunjungan wisatawan. "Kalau satu pintu kan bisa sekalian memberdayakan masyarakat lokal, baik untuk penyediaan jasa sewa transportasi maupun guide khusus wisata bahari," ungkapnya. "Jadi, penting untuk dipahami, bahwa tujuan sistem ini adalah untuk menertibkan pendataan jumlah kunjungan wisata. Dan langkah preventif mencegah dari ancaman kerusakan. Sehingga memang ini sangat diperlukan segera," ujar dia lagi. Pemkab, tambahnya, pada dasarnya tidak melarang atau membatasi wisatawan untuk berkunjung. Hanya saja, para pelancong juga mesti turut ikut memberi kontribusi bagi pengembangan daerah dan masyarakat sekitar lokasi yang dikunjungi. "Jadi, wisatawan boleh saja masuk dari luar daerah, seperti misalnya dari Tarakan. Tapi harus memberdayakan guide lokal. Karena yang tahu persis lokasi itu adalah orang lokal. Guide luar belum tentu tahu tata tertib, etika dan aturan berwisata yang diterapkan di kawasan pariwisata strategis ini," tekannya.  DAS/ENY HPI: Perlu Duduk Bersama Dulu Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kabupaten Berau menyambut baik wacana penerapan pelayanan pariwisata satu pintu. Yang digaungkan Pemerintah Kabupaten Berau baru-baru ini. Hanya saja, HPI menilai, pemkab perlu melibatkan semua stakeholder merancang konsep wisata satu pintu ini. Ketua HPI Berau Yudi Rizal mengaku mendukung langkah menertibkan administrasi pengelolaan destinasi pariwisata dan meningkatkan kapasitas pemberdayaan masyarakat setempat melalui sektor tersebut. Namun menurut Yudi, mesti ada agenda duduk bersama antara semua pihak yang berkepentingan dan pemerintah daerah selaku regulator. Pasalnya, para peramu wisata yang tergabung dalam HPI maupun masyarakat umumnya belum mengetahui konsep penerapannya. "Kami belum tahu konsep satu pintu ini seperti apa. Belum tahu persis gambaran teknis pengaturannya bagaimana. Karena kita belum ada duduk sama-sama membahas wacana ini," ujar Yudi Rizal diwawancara Disway Berau -Kaltara, Selasa (30/11/2021) kemarin, mengutip harian Disway Kaltim. Sebab, ia melanjutkan, ada unsur kenyamanan wisatawan juga yang mesti diperhatikan dalam membuat regulasi ini. Wisatawan yang berangkat dari luar daerah seperti Tarakan di Kalimantan Utara, menurutnya tentu punya pertimbangan sendiri untuk menjatuhkan pilihan rute liburan. Misalnya karena pertimbangan biaya dan akomodasi, yang mungkin saja lebih murah dan nyaman jika melalui jalur tersebut. Kemudian soal sarana dan prasarana yang ditawarkan mungkin saja lebih unggul. "Karena yang dari Tarakan misalnya dia punya speed boat berkapasitas besar. Bisa sampai 30 orang. Sementara kita tidak memiliki armada seperti itu. Apakah kita bisa menyiapkan fasilitas yang berkapasitas besar. Atau kita hanya memperbanyak jumlah speed boat meskipun berkapasitas kecil," bilang Yudi bertanya. "Kalau memang muster point-nya mau dibuat terpusat di Tanjung Batu kami setuju saja. Artinya memberdayakan speed boat lokal," tambahnya. Di samping itu, Yudi setuju jika tujuan penerapannya untuk memaksimalkan pemberdayaan pemandu lokal. "Justru itu wajib menurut saya," imbuh Yudi. Pariwisata di kabupaten ini, sebut Yudi, tidak lagi kekurangan pemandu lokal yang memang memiliki kompetensi dan tersertifikasi. Para pemandu itu, juga sudah dibekali ilmu melalui pelatihan-pelatihan dan uji kompetensi. Agar mampu memberikan pelayan terbaik. "Tidak perlu diragukan lagi lah soal kapasitas SDM pramuwisata kita. Tinggal bagaimana sarananya. Sistem dan regulasinya." Yudi menyebut, untuk pemandu yang memiliki sertifikasi kompetensi tingkat dasar saja, ada sekitar 50 orang yang terdaftar di HPI Berau. Jumlah itu belum termasuk pramuwisata yang memiliki sertifikat kompetensi tingkat madya. Yang jumlahnya sekitar 20 orang. "Jadi kalau memang pemandu lokal ini mau didukung, kita sambut baik. Tapi kalau bisa kita duduk bersama dulu untuk menyatukan persepsi," ucap Yudi Rizal. "Bahkan, lebih bagus kalau regulasi ini nanti ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda). Supaya posisi kita lebih kuat lagi," tutupnya. DAS/ENY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: