Pikir-Pikir Jatah Pokir

Pikir-Pikir Jatah Pokir

Aspirasi perbaikan infrastruktur lingkungan yang diusulkan melalusi reses anggota dewan, sedang menjadi perhatian. Selain di tingkat provinsi, Pokir,- istilah kegiatan itu, juga sedang hangat dibicarakan di tingkat kabupaten. Nomorsatukaltim.com - Pembahasan APBD tahun 2022 memanaskan hubungan eksekutif dan legislatif. Selain di tingkat provinsi, ketegangan kini merembet ke kabupaten. Masyarakat Penajam Paser Utara (PPU) terbelah menyikapi keinginan  Bupati Abdul Gafur Mas’ud (AGM) yang diunggah melalui akun media sosial pribadinya. Pada Kamis (25/11) malam, AGM mem-posting pembahasan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) PPU 2022. Dalam unggahannya, AGM mengisyaratkan lebih memrioritaskan gaji tenaga harian lepas (THL) dari usulan pembangunan infrastruktur yang tercantum dalam Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD. "Maaf melihat kondisi saat ini apapun yang bersifat pokok tidak bisa kami potong dan  tidak bisa saya jalankan keinginan dan memuaskan para bapak ibu yang terhormat.” “Saya akan tetap menjalankan sesuai aturan yang berlaku dan sesuai UMK, tentang gaji para honorer di Penajam Paser Utara,” tulis AGM. Politikus Demokrat itu menambahkan, “karena setetes keringat mereka sangat berarti buat kami.” “Apapun yang terjadi saya tidak akan mengorbankan mereka dari pada kepentingan lainnya. Trims salam dari saya AGM," tulisnya. Bupati muda ini juga melampirkan sebuah foto berkas berita acara hasil rapat pembahasan KUA-PPAS 2022. Antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) PPU dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD PPU, Rabu, (24/11). Berita acara itu berisikan 4 poin yang terbagi dalam dua hal. Pertama soal pengurangan alokasi anggaran gaji THL sebesar Rp 50 miliar serta alokasi kurang bayar dana bagi hasil (DBH) dan kurang bayar bagi hasil pajak provinsi sebesar Rp 43 miliar. Yang mana, kedua anggaran itu dialihkan untuk anggaran Pokir DPRD PPU sebesar Rp 45 miliar. Sedangkan sisanya sekira Rp 48 miliar dialokasikan untuk pembayaran pembiayaan tahun anggaran (TA) 2020 dan TA 2021. Baru 2 jam postingan itu mengudara di jejaring Facebook, setidaknya ada 451 tanggapan, 38 kali dibagikan oleh pengguna lainnya serta 213 kali dikomentari. Dan terus bertambah. Komentar yang diberikan pada status kepala daerah itu beragam. Banyak yang mendukung, banyak juga yang kurang mengapresiasi. Ada juga yang saling berbalas komentar dengan pengguna lainnya. Menariknya, dari ratusan penanggap, ada salah satu akun anggota DPRD PPU yang turut berkomentar, Thohiron PPU. "kira2 adil tidak S1 masa kerja 15 th gaji 3.4 SMA 0 th gajix 3.4 juga. yg ke dua kalau PAD kita saja ga cukup untuk bayar THL kira2 diambilkan dari mana gajinya nanti," balas akun milik anggota Fraksi PKS ini. Menurutnya, Pokir adalah bentuk aspirasi masyarakat yang dititipkan melalui legislatif. Selama ini, dana Pokir diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur yang langsung menyentuh warga. "Setiap kami reses, begitu banyak keluhan masyarakat mulai dari jln yg rusak, drainase yg macet sampai bantuan nelayan dan sebagainya, keinginan masyarakat ini kan juga perlu di akomodir to HEHE," imbuh Thohiron.

HANYA CARI PANGGUNG

Tak sampai di situ. Para wakil rakyat tak tinggal diam lembaganya "disentil" oleh AGM. Anggota parlemen menganggap Ketua DPC Demokrat Balikpapan itu terlalu berlebihan. Apalagi, informasi yang disebarkan ke publik belum menjadi keputusan. Yang jelas, postingan bupati tersebut membuat DPRD PPU kecewa. Anggota Banggar DPRD PPU Irawan Heru Suryanto mengatakan, langkah bupati menyebarkan hasil pembahasan DPRD dengan TAPD tersebut hanya menimbulkan polemik. Selain itu, juga dinilai akan membenturkan DPRD dengan masyarakat. “Kami kecewa, seharusnya bupati lebih dewasa dan jangan membuat polemik. Seakan-akan DPRD akan dibenturkan dengan masyarakat. Ini hanya mencari panggung untuk pencitraan,” katanya, Jumat (26/11). Kekecewaan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mendasar. Karena pembahasan soal alokasi itu sendiri belumlah final. Hingga saat ini, KUA-PPAS 2022 masih dalam pembahasan. Dan itu merupakan salah satu skema yang ditawarkan DPRD PPU untuk bisa disetujui. "Jadi itu belum final, karena belum disahkan. Lagi pula, ini kan dibahas bersama TAPD, yang mana bupati sendiri yang meng-SK-kan TAPD," ujar Wakil Komisi I DPRD PPU ini. Persoalan gaji THL ini memang di sepanjang 2021 selalu menarik perhatian. Sejak masih wacana, hingga saat munculnya Perbup sebagai landasan hukumnya. Yang mana AGM menginginkan gaji THL itu naik hingga setara UMK, Rp 3,4 juta per bulan. Sementara, dewan menganggap itu terlalu membebani APBD PPU. Berdasarkan jumlah THL, 3.418 orang. Berarti membutuhkan sekira Rp 139.454.400.000 untuk dialokasikan. Satu sisi, APBD PPU 2021 tidak sedang sehat-sehat saja. Pandemi dan defisit anggaran membuat berbagai pembiayaan tersendat. Mulai berbagai pembayaran proyek pembangunan, hingga insentif ASN terkena dampaknya. Senada, Anggota Komisi III DPRD PPU Zainal Arifin juga menyayangkan hasil rapat Banggar dan TAPD tersebut disebarkan bupati. Karena menurutnya, konteks dari adanya harmonisasi itu karena kondisi keuangan daerah yang defisit. Lalu, anggaran daerah yang ada ini perlu dilakukan pemerataan. Karena, masyarakat juga membutuhkan pembangunan skala kecil melalui pokok-pokok pikiran DPRD. “PPU defisit sekira Rp 298 miliar. Jadi, tunjangan PNS saja dikurangi 25 persen, tersisa 75 persen. Anggaran daerah yang besarannya sekitar 1 triliun rupiah itu dibagi merata. Kalau tidak ada Pokir, kebutuhan masyarakat yang skala kecil itu pasti tidak tersentuh,” jelasnya. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) PPU ini menerangkan, dana Pokir itu juga hak DPRD. Tertuang dan dilindungi undang-undang. Karena, hal tersebut juga menyangkut kepentingan masyarakat. “Perlu dipahami Pokir itu kan diatur undang-undang, Permendagri Nomor 86 Tahun 2007, bahwa Pokir itu harus diperjuangkan. Karena Pokir tersebut dalam bentuk program pembangunan yang tetap dijalankan oleh SKPD terkait. Hanya saja program tersebut sesuai dengan usulan DPRD. Kalau tidak ada Pokir apa gunanya kita tiga kali reses dalam setahun?” beber anggota Komisi III DPRD PPU yang juga anggota Banggar DPRD ini. Tapi saat ini persoalan itu sudah mengudara. Ditambah, masalah Pokir atau dana aspirasi masyarakat itu masih sensitif. Tak semua warga PPU bisa mengerti soal dana itu. “Padahal, gaji THL itu tidak dikurangi, tetapi hanya dilakukan penyesuaian agar lebih adil. Sekarang kan gaji THL lulusan SMA dan S1, sama besarnya. Rp 3,4 juta. Kalau seperti ini, di mana letak keadilannya?” tutupnya. Terkait beragam tanggapan anggota DPRD PPU, AGM belum dapat dikonfirmasi. Begitupula dengan Pelaksana Tugas Sekretaris Kabupaten PPU, Muliadi. Ia  enggan mengomentari kritikan anggota dewan. *RSY/YOS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: