Untungkan 10 Perusahaan Tambang, Tiga Pegawai ESDM Sabotase Kadis ESDM Kaltim Hadir Dipersidangan
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Wajah Christianus Benny, Kadis ESDM Kaltim memerah tatkala sedang bertatap muka dengan sejumlah awak media. Dia menahan amarahnya, setelah membuat laporan polisi di Mako Polresta Samarinda pada Selasa (23/11/2021) siang.
Pria yang menjabat sebagai Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim itu menyampaikan, bahwa kehadirannya ke Mako Polresta Samarinda dalam rangka melaporkan ketiga pegawainya. Laporan ini buntut dari kekalahannya selaku Kadis ESDM Kaltim, atas gugatan dari 10 perusahaan tambang batubara. Terkait kasus perdata perizinan pertambangan yang di persidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda. Permasalahan menjadi fatal, lantaran Kadis ESDM Kaltim sebagai tergugat, justru tidak hadir di persidangan. Sebab ketidakhadiran Benny, dikarenakan tidak mendapatkan Surat Pemanggilan dari PN Samarinda. Disinyalir akibat sabotase, diduga dilakukan oleh ketiga pegawainya. Dugaan sabotase yang dimaksudkan itu, berupa tanpa adanya menyerahkan surat panggilan atau relaas dari Majelis Hakim PN Samarinda kepada dirinya. Ada dugaan bahwa surat relaas itu dengan sengaja dimusnahkan oleh ketiga pegawainya tersebut. Dampak dari ketidakhadiran Benny didalam perisdangan itu, membuat Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili. Memutuskan perkara perdata perizinan pertambangan tersebut, dimenangkan oleh pihak penggugat melalui putusan verstek. Untuk diketahui, putusan verstek merupakan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim tanpa hadirnya tergugat dan tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara resmi. Kekalahan didalam persidangan itu telah mencoreng wajah Benny. Hal itulah yang membuatnya marah besar. Dia pergi melapor ke polisi, dengan didampingi dua Kuasa Hukumnya. "Permasalahan saya kalah sebagai tergugat ini, baru saya ketahui dari salah satu media. Saya disebut telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena tidak hadir di persidangan," kesalnya. "Dari berita di media, kemudian saya selidiki. Ketemulah akhirnya dengan ketiga orang ini, ternyata mereka berusaha memusnahkan dokumen surat relaas itu. Mereka melakukan itu dengan mendapatkan imbalan uang," sambung Benny. Dalam kesempatan itu, Benny yang didampingi dua Kuasa Hukumnya, turut membeberkan berkas laporan polisi (LP) bernomor 40/KA-AJT/Tgr/XI/2021. Bunyi didalam berkas LP itu, meminta Polresta Samarinda untuk menindak tiga orang, atas dugaan menghilangkan, menghancurkan atau merusak barang. Berupa surat relaas atau panggilan sidang perdata atas kasus gugatan penambang. Agus Talis Joni dan Hendra Wijaya selaku Kuasa Hukum Benny, dalam kesempatan tersebut menyampaikan, bahwa ketiga orang yang telah dilaporkan kliennya itu, masing-masing berinisial, RO, MA dan ES. Teruntuk RO dan MHA merupakan pegawai honorer. Sedangkan ES adalah aparatur sipil negara (ASN). Ketiganya bertugas di Dinas ESDM Kaltim. "Ketiga orang itu diduga merekayasa gugatan perusahaan tambang batubara, terkait perizinan pertambangan dengan menghilangkan surat pemanggilan. Ketiganya ini bekerja di Dinas ESDM Kaltim," ungkap Joni ketika dikonfirmasi media ini. Lebih lanjut disampaikan Agus Talis Joni, bahwa ketiga pegawai itu diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. Karena telah menghilangkan surat relaas dengan mendapatkan imbalan dari seseorang. Perbuatan ketiganya sebagaimana diatur didalam Pasal 406 juncto pasal 2 ayat 1, pasal 3 UU 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU nomo 31 tahun 1999. Tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor). "Mereka sindikat yang telah melakukan tindak pidana, menghilangkan atau menggelapkan atau membakar atau memusnahkan relaas, panggilan dari pengadilan negeri samarinda terhadap kepala dinas ESDM atas gugatan 10 tambang yang ada di kaltim," imbuhnya. Akibat perbuatan ketiga pegawai itu, Benny selaku Kadis ESDM Kaltim tidak hadir di persidangan. Dikarenakan tidak mengetahui adanya surat relaas dari Majelis Hakim PN Samarinda. "Karena relaas tidak sampai ke beliau (Benny). Semua persidangan tidak ada yang dihadiri Kadis selaku tergugat. Dengan demikian maka pengadilan negeri Samarinda memutus perkara itu dengan putusan verstek," terangnya. Untuk diketahui, 10 perusahaan tambang batubara yang menggugat Kadis ESDM Kaltim, masing-masing berinisial PT BJPE, PT CAS, PT KSA, PT CTP, PT MTL, PT SAS, dan PT WE. Kemudian yang kini dalam perlawanan atau Verszet, diantaranya PT BSI, PT TUJ dan PT FJU. "Dengan telah diputusnya Verstect, maka perkara ini dianggap sepihak sudah inkrah. Dengan inkranya itu, maka munculah Mineral One Data Indonesia atau MODI. Ada beberapa perusahaan MODI yang sudah muncul," lanjutnya. Disampaikan Joni, bahwa Kadis ESDM sebagai tergugat, kini masih melakukan perlawanan atas gugatan dari tiga perusahaan. Sedangkan tujuh perusahaan diantaranya telah diputuskan verstect. "Untuk tiga baru mau diputus, dan itu sekarang tengah diadakan perlawanan oleh Bidang Hukum Pemprov Kaltim. Tiga perusahaan itu, PT BSI, PT TUJ, dan PT FJU. Sekarang masih dalam proses perlawanan atau Verszet di PN Samarinda," ucapnya. Masih Joni, gugatan kepada Kadis ESDM Kaltim yang dilayangkan itu, rata-rata masuk di PN Samarinda pada tanggal 3 Maret. Sedangkan selesai diputuskan pada 23 Maret. Sidang diputuskan verstect dalam kurun waktu 20 hari oleh Majelis Hakim PN Samarinda. "Untuk laporan ini, ada tindak pidana penggelapan, pengerusakan, mereka juga terindikasi menerima imbalan. Ketiga orang ini menerima berupa imbalan uang, dan itu akan ranahnya ke Tipikor," tegasnya. Alasan kesepuluh perusahaan tambang batubara tersebut menggugat Kadis ESDM Kaltim itu, lanjut Joni, terkait perpanjangan izin pertambangan yang telah kadaluarsa. "Kesepuluh perusahaan ini ada izinnya yang masih aktif, dan ada yang izinnya sudah mati. Dengan upaya verstect di pengadilan, supaya mereka ini bisa dimenangkan dan memiliki hak untuk masuk ke data MODI. Sehingga bisa kembali hidup (beroperasi) lagi," bebernya. "Dampak dari verstect bagi Dinas ESDM sendiri adalah, karena wewenang untuk menerbitkan izin atau segala macam itu sudah itu sudah tidak lagi di Provinsi Kaltim. Tapi dialihkan ke pusat. Apabila izin bisa dimasukan ke dalam MODI, maka bisa dilanjutkan. Ini akal-akalan dan tidak sesuai dengan prosedur, dan seperti ada semacam mafia yang mengatur semua ini," imbuhnya. Joni menambahkan, ketiga pegawai itu diduga menerima suap dari seseorang berinisial YB. Tak dijelaskan secara detail terkait latara belakang YB. Joni hanya menjelaskan, bahwa munculnya inisial itu diterima berdasarkan dari keterangan ketiga terlapor. "Masing masing dari ketiga pegawai itu menerima dana dari YB. Untuk RO sebesar Rp 400 juta. ES sebesar Rp 20 juta dan MA sebesar Rp 3 juta. YB ini yang mengatur uang itu berdasarkan keterangan terlapor," tandasnya. Untuk diketahui, dua pegawai berstatus honorer kini telah diberhentikan. Sedangkan satu pegawai berstatus ASN tengaj menjalani pemeriksaan di Inspektorat. Sedangkan kasus yang tengah dilaporkan ke kepolisian untuk menindak proses hukumnya. "Oknum diduga terjerat pasal 406 ayat (1) JO Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP menghilangkan, menghancurkan dan merusak barang," Pungkasnya. Adapun barang bukti yang turut diserahkan pelapor diantaranya, berupa screenshot percakapan ketiga terlapor dengan YB. Bukti percakapan itu menunjukkan rencana ketiga pegawai berupaya menghilangkan relaas panggilan persidangan. Kemudian, barang bukti potongan video.yang menujukan ketiga terlapor saat mengakui perbuatannya. Serta, barang bukti berupa transferan sejumlah uang dari YB dan dokumen pendukung laporan lainya. Kasatreskrim Polresta Samarinda Kompol Andika Dharma Sena ketika dikonfirmasi media ini, menyampaikan, bahwa laporan itu belum sampai di meja kerjanya. "Belum masuk meja saya, besok saya cek dulu. Nanti saya pelajari dulu ya," pungkasnya. (aaa/boy)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: