Pergub Bankeu dan Pokir Terus Dikritik
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Penolakan terhadap tata cara pemberian, penyaluran, dan pertanggung jawaban belanja bantuan keuangan pemerintah daerah, meluas. Para politisi mengkritik aturan yang ditetapkan melalui Pergub 49/2020 itu. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur menolak Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2020. Beleid baru yang ditetapkan Gubernur Isran Noor, dinilai menghambat proses pembangunan. Pergub ini memuat tentang bantuan keuangan dana pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota dewan. Sebabnya, bantuan yang dapat digelontorkan paling sedikit senilai Rp 2,5 miliar per paket kegiatan. Selain soal nominal bantuan yang besar, juga ada ‘syarat dan ketentuan’ yang dianggap menyusahkan. Pada pasal 5 ayat (2) dan (3), misalnya, pemberian belanja bantuan keuangan yang dianggarkan atas usulan Bupati / Wali kota kepada Gubernur melalui tahapan dan mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan daerah, harus melampirkan data pendukung berupa kerangka acuan kerja (KEK), rencana anggaran biaya (RAB), Detail Engineering Design (DED), dan status lahan lokasi kegiatan. Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, mengatakan aturan ini bakal menyulitkan interaksi dewan dengan konstituen. Sebagai contoh, jika ada konstituen mengusulkan perbaikan gang permukiman yang nilainya hanya puluhan juta, tidak akan bisa diakomodir. “Itu namanya mempersulit yang bisa dimudahkan, ya kan? Bukannya yang sudah sulit dimudahkan,” kata calon ketua DPRD Kaltim itu.
“Jadi ini akan mempersulit, pembangunan juga sudah waktunya mepet. Akhirnya menerima dampak masyarakat Kaltim, karena akan tersendat proses pembangunan yang sudah diprogramkan,” Hasanuddin Mas'udIa mengingatkan, tanpa persyaratan tambahan saja, Pemprov Kaltim mempunyai Silpa (Sisa Lebih Pneggunaan Anggaran) yang besar. “Apalagi sekarang harus melengkapi data pendukung?” katanya. Sebelumnya, dana aspirasi, Pokir dewan memiliki ruang yang diakomodasi langsung di dalam APBD. Dewan mengusulkan Pokir melalui Musrenbang, lalu diasisteni dan ditelaah oleh Pemprov Kaltim. Dalam pernyataan sebelumnya, anggota fraksi PDI Perjuangan, Ely Hartati menyebut belum ada sosialisasi tentang pergub itu. Meski begitu, mencermati sejumlah pasal yang krusial, Ely Hartati mengatakan, aturan itu bertolak belakang dengan keinginan pemerintah pusat agar dapat menyerap anggaran semaksimal demi pembangunan daerah. Politikus PKB Sutomo Jabir meminta pemerintah realistis. “Tidak semua kebutuhan masyarakat harus dipenuhi dengan dana paling sedikit Rp 2,5 miliar,” katanya. Politisi muda itu mengatakan, berdasarkan pengalaman selama reses, sejumlah kelompok masyarakat, seperti petani dan nelayan tidak pernah meminta bantuan proyek yang ditentukan dalam aturan gubernur itu.
“Coba ditanyakan ke daerah, mereka harus membuat program dengan anggaran minimal Rp 2,5 miliar. Apa mampu?” Sutomo JabirPenyusunan aturan pemberian bantuan keuangan ini sempat dibahas Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Banggar DPRD. Namun belum sempat diputuskan, muncul Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Aturan tersebut mengharuskan, dewan untuk mengusulkan pokir pada tahapan perencanaan pembangunan daerah, yaitu 5 – 6 bulan sebelum APBD diketok. Mekanismenya sama saja seperti aturan sebelumnya. Namun, biasanya pokir tak perlu harus melengkapi data pendukung terlebih dahulu. Jadi, setelah pokir disetujui, barulah dewan melengkapi data pelengkap ini. Drama baru muncul ketika Gubernur Kaltim Isran Noor mengeluarkan Pergub 49/2020. Dewan harus melampirkan data dukungan ketika mengusulkan pokir. Bahasanya, ketika data pendukung tidak lengkap pada proses asistensi. Dipastikan pokir tersebut ditolak. Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim Muhammad Sa’duddin menyatakan, aturan tersebut sudah ada di Pergub.
“Itu syarat teori, kalau ada kegiatan harus ada dokumen perencanaan. Kalau ngeluh, ya ngeluh saja nggak papa. Orang kok maunya enak saja, nggak bisa dong,” Sa’duddinPemprov Kaltim harus menelaah terdahulu perencanaan Pokir yang diajukan. Pihaknya harus melihat kuantitas, dimensi, dan anggaran yang diajukan terlebih dahulu. Pihaknya harus mengetahui pengajuan tersebut akan bermanfaat kepada masyarakat. “Lebih baik lambat daripada cepet tapi nggak ada manfaatnya. Perencanaan itu kan untuk memastikan ada manfaatnya. Kalau hanya beberapa, bukan pemerintahan namanya. Di perusahaan sendiri ya silahkan,” tegasnya. Mengenai pendampingan dewan dalam proses kelengkapan data, Sa’duddin menyatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada dewan untuk mengurus hal tersebut. Intinya, berkas lengkap pasti diproses. Kalau tidak, ya tidak diproses. Ketua Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Regional Kaltim, Rinto menilai Pergub tersebut sah - sah saja. “Pergub tersebut diterbitkan adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 67 ayat (1) PP Nomor. 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah," jelas Rinto diwawancarai Disway Kaltim, Jum'at (19/11). Ia yakin, setiap pembentukan produk hukum pemerintah tentu mengedepankan asas kemanfaat. Terlebih menyangkut kepentingan publik. Rinto melihat Pergub ini lebih kepada kasuistis. "Sebab besaran penyaluran bantuan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah," lanjutnya. Rinto melihat kurangnya komunikasi antar eksekutif dan legislatif bisa lebih baik. "Harusnya koordinasi antara Eksekutif dan legislatif dapat berjalan dengan baik, sehingga tidak terjadi silang pendapat antar lembaga seperti saat ini," pungkas Rinto. Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 49 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran dan Pertanggung jawaban Belanja Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah akan menjadi acuan dalam penetapan APBD Kaltim tahun 2022. Saat ini, proses pembahasan sedang berlangsung di Karang Paci. *LID
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: