Tetaplah Tersenyum, Ole!
TAK ada yang paling sering tersenyum di Old Trafford kecuali Ole Gunnar Solksjaer. Menang, imbang, kalah, selalu ditanggapi Ole dengan senyumnya.
Kadang, senyum itu terlalu manis dilihat. Kadang juga, senyum itu melukai penggemar Manchester United. Fans ingin Ole marah ketika kalah. Minimal, bersedihlah. Menandakan empati.
Kekalahan bagi fans Setan Merah, yang budaya alaminya adalah membenci kekalahan. Saking seringnya disuguhi kemenangan. Adalah sebuah bencana.
Kebanyakan dari mereka tak menerima respons santun ketika klub tengah nestapa. Kalah, marah, bangkit, dan menang lagi. Itu adalah kebiasaan yang diwariskan Sir Alex Ferguson selama hampir 27 tahun.
Sebelum bicara jauh mengenai manajemen taktik, di mana Ole bahkan tak punya pakem yang pasti. Atau pun manajemen pemain, di mana Ole memainkan pemain berdasarkan suka dan tidak suka. Bukan berdasar siapa yang paling siap dan bekerja keras di latihan.
Ole sudah gagal dalam mengelola senyumnya itu. Pada akhirnya, kini Ole tak bisa lagi tersenyum di tepi lapangan. Di mana para penggawa Manchester Merah berlaga. Dia sudah dipecat. Oh, bukan dipecat. MU tak sekeji itu untuk Ole yang murah senyum.
Kekalahan mengejutkan dengan skor 4-1 dari klub papan bawah, Watford kemarin malam membuat direksi klub tak bisa membendung kekecewaan lagi. Ole sudah diberi waktu 4 laga, pasca kekalahan memalukan dari Liverpool 24 Oktober lalu.
Sebisa mungkin, direksi mau Ole membuktikan kemampuan melatihnya pada fans. Kieran McKenna, sang asisten yang selama ini sangat dominan di sesi latihan. Yang menerapkan menu latih di luar anjuran Ole. Tak boleh lagi menguasai sesi latihan.
Direksi ingin Ole sendiri yang memimpin. Sedari latihan hingga pertandingan. Sir Alex Ferguson pun sempat dilibatkan. Guna memberi masukan, entah dalam hal taktik atau mental.
Namun kesempatan besar yang diberikan itu. Dengan MU menahan hasrat pemecatannya, minimal hingga akhir musim nanti. Tak digunakan dengan baik. Permainan MU di 4 laga yang berakhir dengan 1 kemenangan, 1 imbang, dan 2 kali kalah itu jauh dari mengesankan.
MU membuat 6 gol dan kebobolan 8 kali. Minus. Permainan pun sangat tidak berkembang, cenderung sebagai pertunjukan 11 pemain bergaji selangit yang lupa cara bermain bola. Membuat direksi akhirnya ikut frustasi.
Beberapa jam setelah laga versus Watford. Para petinggi langsung menggelar rapat virtual. Entah menggunakan Zomm, Google Meet, atau Video Call WhatsApp.
Keputusannya, Ole dipecat. Namun segera diralat. MU ingin memberi perpisahan yang baik untuk Ole si pemurah senyum. Pria yang nurutnya minta ampun pada para atasannya itu.
MU kemudian merilis kabar perpisahan itu, dalam balutan ‘Ole tak lagi bekerja sebagai manajer MU’. Maksudnya, MU dan Ole “seolah-olah” membuat kesepakatan bersama untuk mengakhiri kerja sama. Jadi Ole tidak dipecat. Hanya tidak lagi menjadi manajer MU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: