Penyelidikan Terkait Kritik BEM Unmul Harus Dihentikan

Penyelidikan Terkait Kritik BEM Unmul Harus Dihentikan

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Sikap aparat kepolisian memanggil Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Mulawarman (BEM Unmul) atas kritik kepada Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, disayangkan banyak pihak. Preseden buruk bagi kebebasan berpendapat. Sejumlah pihak menilai aparat kepolisian di Samarinda berlebihan menanggapi kritik BEM KM Unmul terhadap Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Koalisi Kebebasan Berekspresi dalam pernyataan yang disiarkan secara daring menyayangkan langkah Korps Bhayangkara memeriksa Ketua BEM KM, Abdul Muhammad Rochim. Koalisi Kebebasan Berekspresi terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, dosen Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman dan aktivis. Fathul Huda dari LBH Samarinda menjelaskan, kebebasan berpendapat yang disampaikan melalui postingan Instagram BEM-KM Unmul dijamin undang-undang. Karena itu, ia meminta polisi segera menghentikan proses penyelidikan, atau menerbitkan surat perintah pemberhentian penyelidikan. “Karena apa? Karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan basis-basis teorinya secara bahasa mereka juga, saya yakin tidak memiliki. Mereka Hanya bermodalkan nekat dan mungkin ada sedikit unsur tekanan dari kekuasaan. Bisa saja begitu," beber Fathul. Pengamat hukum, Herdiansyah Hamzah kembali menekankan penggunaan kata ‘patung istana’ hanyalah bentuk narasi bersifat metafora. "Kalimat patung istana datang ke Samarinda hanya sebuah istilah metafor. Itu sudah berulang kali kami sampaikan. Kalimat metafor itu tidak layak untuk diproses secara hukum," tegas dosen fakultas hukum yang disapa Castro. Bahkan menurut Castro, jika aparat memproses narasi bersifat metafora tersebut, ia khawatir setengah populasi penduduk Indonesia akan menjadi narapidana. "Bayangkan kalau kalimat metafor itu dipidanakan, maka setengah penduduk Indonesia pasti akan dikerangkeng di tahanan. Jadi bagi kami kalimat metafor seperti itu menggambarkan kecerdasan seseorang. Melarang atau melaporkan hal ini ke polisi, itu sama saja dengan pembungkaman dan mematikan kecerdasan seseorang," jelasnya. Koalisi masyarakat sipil pro demokrasi akan memberikan dukungan terhadap BEM KM Unmul. "Kepada BEM KM Unmul dan aktivis lainnya  jangan pernah takut mengkritik kebijakan publik atau kinerja pejabat publik yang berjalan tidak semestinya. Kami sebagai bagian dari koalisi masyarakat sipil yang pro demokrasi akan selalu mensupport kawan-kawan yang senantiasa melakukan kritik kepada kekuasaan," tekannya. Mantan aktivis mahasiswa yang kini duduk di DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu turut menyayangkan langkah aparat. Menuutnya, kata ‘Patung Istana Negara’ sebagai bentuk ekspresi mahasiswa dalam menyikapi kinerja Wapres RI selama ini. “Kalau saya, ini bentuk ekspresinya kawan – kawan mahasiswa. Itu simbol aspirasi mengingatkan kita. Kalau kita, jadi pejabat itu jangan diam terus,” ujarnya. “Lihat masyarakat di kampung, kalau ada problem terjadi di banyak daerah. Seharusnya pemerintah turun lah. Itu mungkin yang diharapkan oleh kawan – kawan (mahasiswa),” ungkapnya. Politikus muda PAN itu juga menyayangkan sikap Rektorat Unmul yang memaksa BEM KM Unmul meminta maaf atas pernyataan mereka. Ia berharap agar rektorat tidak perlu berlebihan dalam menyikapi bentuk aspirasi mahasiswanya. Sikap Rektorat Unmul membuat mahasiswa hanya menjadi mahasiswa yang cari nilai mata kuliah saja. Dan tidak menjadi perwujudan ‘agent of change’. Terkait pihak tertentu yang melaporkan BEM KM Unmul ke polisi, Demmu menyebut hal itu seharusnya tidak perlu dilakukan. Karena subyek kritikan, yakni Wapres Ma’ruf Amin tidak mempersoalkan. “Pak Ma’ruf Amin nggak mempersoalkan. Kalau tidak dipersoalkan sudahlah. Misalnya saya posisi Pak Ma’ruf , senang saja saya kalau digituin biasa saja. Dia mengingatkan saya untuk bekerja demi rakyat,” tegas Demmu. Pada pertengahan September lalu, presiden Joko Widodo menyatakan kritikan merupakan bentuk ekspresi dalam negara demokrasi. Sehingga segala bentuk kritikan untuk pemerintah adalah hal yang diperbolehkan. Jokowi juga menilai, pihak universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi. "Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi. Jadi kritik itu ya boleh-boleh saja. Dan universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi," kata kepala negara dalam pernyataan yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (29/6/2021). Pernyataan presiden disampaikan saat menanggapi kritik BEM Universitas Indonesia yang menyebutnya King of Lip Service.

SIKAP POLISI

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Samarinda, Kompol Andika Dharma Sena berkilah, pemanggilan terhadap Presiden BEM-KM Unmul, Abdul Muhammad Rochim bukanlah upaya kriminalisasi. Melainkan guna mengklarifikasi terkait maksud dan tujuan unggahan yang sempat viral di media sosial tersebut. "Tidak ada unsur mengkriminalisasi. Kami hanya ingin minta klarifikasi saja, apa maksud postingan mereka, itu saja," tegasnya. Menurut Andika Dharma Sena, pemanggilan ini dilakukan atas dasar pantauan lapangan, bukan berangkat dari laporan polisi. "Artinya, seharusnya tidak ada masalah. Jadi ya tinggal datang saja untuk memberikan klarifikasi," sambung Andika saat ditanya dasar pemanggilan itu. Terkait upaya yang akan dilakukan polisi menyikapi ketidakhadiran Ketua BEM Unmul, Andika akan menjadwalkan pemanggilan ulang.  "Nanti akan kami jadwalkan lagi," pungkasnya.

SIKAP BEM UNMUL

Presiden BEM-KM Unmul, Abdul Muhammad Rachim mengatakan ketidakhadirannya di Mapolresta Samarinda karena ada agenda lain. "Karena pemberian suratnya kan dadakan. Kita dikasih hari Senin (8/11) siang, kemudian diminta datang di hari Rabu (10/11) ini. Kebetulan juga sudah ada agenda yang dijadwalkan dari jauh-jauh hari, jadi pemanggilan ini tidak hadiri, tapi ditunda," ucap Rachim kepada Disway News Network. Rachim mengatakan, pihaknya telah memberitahukan alasan ketidakhadirannya memenuhi panggilan. Bahkan telah disepakati, akan dilakukan penjadwalan ulang guna berjalannya pemeriksaan. "Saya sudah koordinasi dengan LKBH FH Unmul. Jadi dari LKBH FH Unmul yang menginformasikan ke pihak kepolisian untuk menyampaikan ketidak hadiran saya saat ini. Akhirnya dipilihlah jalan untuk diundur. Diundurnya bisa dijadwalkan hari Jum'at (12/11) atau Senin (15/11)," ungkapnya. Rachim menerangkan isi surat panggilan itu dalam rangka memintai keterangan atas unggahan poster seruan aksi. "Tetapi di dalam surat itu ada beberapa pasal yang juga ikut dimasukkan. Kalau tidak salah, ini lebih mengarah adanya dugaan ke pencemaran nama baik atau penghinaan. Di antaranya ada Pasal 310 dan 311 KUHP," terangnya. Ia menduga, bahwa ada indikasi panggilan polisi ini tindak lanjut dari adanya laporan seseorang, yang merasa tidak senang atas kritikan BEM-KM Unmul.  "Tetapi sejauh ini belum tahu siapa yang melapor," ucapnya. Kasus yang tengah menyeret dirinya itu, kini turut mendapatkan dampingan dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Unmul (LKBH FH Unmul). Menurutnya didalam kasus dugaan pencemaran nama baik tersebut masuk di dalam delik aduan absolut. Artinya, perkara itu bisa ditindaklanjuti polisi, apabila ada pihak yang melaporkan. Terkhusus dari pihak individu yang merasa terhina ataupun dirugikan. Atas dasar itulah Rachim menduga, bahwa ada seseorang yang telah melaporkannya. "Saya pribadi tetap berusaha memenuhi panggilan dam kerja sama dengan pihak kepolisian. Saya akan hadir untuk memberikan hal-hal yang mereka butuhkan," tegasnya. Kendati akan berusaha koperatif, namun dirinya sangat menyayangkan atas laporan tersebut. Pasalnya poster yang diunggah BEM-KM Unmul itu murni bentuk kritik terhadap pemerintah. "Cukup disayangkan. Orang yang melaporkan juga seharusnya mampu menilai, karena apa yang kami lakukan ini murni mengkritisi. Gerakan mahasiswa memang sudah hal biasanya seperti ini," kata Rachim. "Kita akan selalu berupaya untuk mengkritisi kebijakan ataupun kinerja pemerintah. Dalam hal ini konteksnya wakil presiden. Dan hal ini sah-sah saja, bahkan menjadi suatu kewajiban bagi mahasiswa terkhusus di BEM," imbuhnya. Apa yang menimpa BEM-KM Unmul dan dirinya itu, disebutnya bagian dari upaya pembungkaman gerakan dari mahasiswa. Hal itu dibuktikannya dari pihak Unmul Samarinda yang belakangan mengeluarkan pernyataan resmi. Terdapat enam poin didalam isi surat tersebut, salah satunya ialah meminta BEM KM Unmul menghapus postingan poster kritikan serta melakukan permintaan maaf. "Itu merupakan bentuk pembungkaman berekspresi dan berpendapat. Kami merespon dengan tidak menyetujui permintaan dari Unmul. Karena kami rasa tidak ada yang salah di dalam postingan. Kami murni mengkritisi dan tidak ada niat untuk menjatuhkan harkat martabat secara individu. Karena yang kami kritisi itu wakil presiden, pejabat publik yang digaji oleh rakyat," cetusnya.  *AAA/LID/YOS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: