Izin Ditarik Pusat, DPD Galang Kekuatan

Izin Ditarik Pusat,  DPD Galang Kekuatan

BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggalang dukungan pemerintah daerah untuk memperkuat kedudukan lembaga itu. Akan tetapi, pengembalian kekuatan DPD hanya bisa dilakukan melalui amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Di sisi lain, saat ini kritik dan penolakan terhadap rencana revisi masih terus berlangsung. Kemarin, Wakil Ketua DPD RI Mahyudin menemui Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas'ud untuk mencari dukungan. Mantan Bupati Kutim itu berharap pemerintah daerah mendukung revitalisasi fungsi, tugas dan kewenangan DPD. "Kita tengah menghadapi isu tentang amandemen UUD 45 yang kelima," ujar Mahyudin, ditemui Disway Kaltim di Kantor Pemkot Balikpapan, Senin (18/10). Mantan Wakil Ketua MPR RI itu menyebut penting bagi DPD untuk memperjuangkan kepentingan daerah. "Hari ini bertemu dengan wali kota, kita minta support itu untuk bersinergi, harapan kami kewenangan daerah bisa diperkuat kembali," katanya. Ia mengenang semasa zaman otonomi daerah dinilainya posisi daerah sangat kuat terhadap berbagai isu pengembangan daerah. Sekarang kekuatan atau kewenangan itu ditarik kembali ke pusat. Bahkan segala macam perizinan juga kembali ke pusat. "Termasuk izin supermarket yang sekarang bisa dikeluarkan kementrian perdagangan, menurut paham kami, ini bisa menimbulkan tumpang tindih kepentingan," ungkapnya. Bisa jadi, kata dia, wali kota tidak setuju dengan izin tersebut karena tidak sesuai dengan tata kota, namun izin tersebut tetap dikeluarkan dari pusat, sehingga prosedur seperti itu dinilainya rawan menimbulkan konflik. Menurutnya harus ada sinergi kerja, termasuk meminta pendapat kepada walikota, bupati sampai dengan gubernur terkait UU Ciptaker yang dianggap banyak menarik kepentingan daerah. "Sejarah mengatakan desentralisasi lebih baik daripada sentralistik. Tapi kalau ditarik ke pusat, kita bisa mengulang dosa sejarah lagi," tukasnya. Isu soal perizinan juga dikeluhkan Gubernur Isran Noor. Dalam berbagai kesempatan, Isran mengaku tak lagi berwenang menegur perusahaan tambang yang beroperasi di daerah. “Jadi kalau saya ditanya wartawan, bagaimana pak Isran setelah kewenangan ditarik ke Jakarta, Maju Pesat. Belum ada izin, (sudah) ditambangnya. Maju artinya,” kata Isran, Juni 2021. “Pokoknya jalan Samarinda Bontang kita lihat kiri kanan itu. (Tambang batu bara) Itu belum ada ijin,” tegas gubernur. “Belum lagi yang Sebulu-Muara Kaman, kada babulu kada nyaman.. Hancur jalan, hancurr, hancurrr…,” ujar Isran dilansir Nomorsatukaltim.com. Di depan Wali Kota Bontang, Basri Rase, dan sejumlah politisi, gubernur menyatakan kekesalannya. “Kadang-kadang kesel saya sebenarnya, kanda Sofyan Hasdam (mantan Wali Kota Bontang). Benar, saya kan kesel… Mestinya, bijaksana. Ketika diambil kewenangan itu ada catatan, pemerintah provinsi, kabupaten, kota tetap punya tanggung jawab untuk mengawasi. Itu aja yang kita perlukan. Ini enggak ada catatan itu.” Akibatnya, kata gubernur, pemerintah daerah babak belur. “Gimana, siapa yang bertanggung jawab?” ucapnya. Ia menambahkan, pemerintah daerah tidak akan tinggal diam melihat kondisi ini. “Tunggu saatnya nanti. Ada nanti saatnya. Yang sudah putus harat. Ini kadang-kadang bisa putus harat juga kita ini. “Bayangkan itu, rusak lingkungan kita, rusak. Di Tanah Datar itu.” Angkutan tambang itu, kata gubernur tidak lagi beroperasi malam hari. Dengan mata kepalanya sendiri, Isran Noor menyaksikan kendaraan pengangkut batu bara beroperasi siang hari di jalan raya. “Saya hari Sabtu dari Sangatta ke Samarinda. Di hadapan mobil gubernur bawa batu bara. Siang-siang. Kira-kira sekitar jam 12 (atau) jam 1.” “Padahal tuh gubernur pakai Patwal, tapi enggak tau inya mungkin di belakang Patwal itu gubernur,” katanya. “Tapi ahh.. mungkin dia masa bodo. Gubernur tuh siapa sih. Kira-kira seperti itu”. Isran melihat persoalan ini sudah serius dan akan ditangani dengan serius. Namun, kata Isran, kewenangan pemerintah daerah sudah digunting melalui berbagai aturan. Termasuk UU Omnibus Law dan revisi UU Minerba. “Kita mau menegur, loh apa kewenangan pak gubernur menegur kami? Ini kan jalan nasional. Benar. Benar juga. Jalan nasional kan, BBPJN yang tanggung jawab,” imbuh Isran Noor. Karena berbagai perubahan aturan itulah, pemerintah daerah serba salah. “Sudah Omnibus Law tidak saya ganggu gugat, sekarang persoalan lagi. Undang-undang revisi minerba juga begitu kejadiannya,” kata Isran. *RYN/YOS  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: