Modus Tipu-Tipu, Via HGU
BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com – Sebuah perusahaan di Kalimantan Timur diduga melakukan kegiatan yang merugikan negara dengan modus menjaminkan Hak Guna Usaha (HGU) ke bank. Selain kemungkinan terhindar dari pajak, modus itu telah merugikan rakyat Indonesia.
Sinyalemen ini diungkap Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat melakukan kunjungan ke Balikpapan, Jumat (10/9). Ahmad Doli Kurnia mengaku mendapat banyak aduan terkait dampak dari diterbitkannya Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Bahkan salah satu yang menjadi fenomena dampaknya, disebutnya terjadi di Kaltim. "Ada sebuah perusahaan besar, kemudian mendapat HGU sekitar 160 ribu (hektare), tapi selama sekian tahun tidak dikerjakan, kemudian itu menjadi idle. Kemudian itu diagunkan ke bank. Dapat duit triliunan," ujarnya. Hal itu menjadi sorotannya, apalagi setelah dibentuknya tiga Panitia Kerja (Panja) di bawah Komisi II DPR RI. Antara lain Panja Pemberantasan Mafia Pertanahan. "Kalau kita dengar, sejak dua atau tiga bulan lalu muncul masalah adanya sindikasi pertanahan terutama di kota-kota," kata Politikus Golkar itu. Yang kedua, Panja Tata Ruang. Panja dibentuk sebagai komitmen tindaklanjut implementasi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang berkaitan dengan perencanaan Rencana Detail Tata Ruang dan beleid turunannya. Ketiga, Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB dan HPL yang dipimpin langsung oleh Doli. "Jadi kami mendapat laporan dari pemda, masyarakat, kelompok masyarakat. Setelah kita cek ternyata banyak sekali, bukan hanya di Kaltim tapi juga di daerah lain," katanya dilansir Disway Kaltim. Menurutnya ada tiga isu yang saling berkaitan dengan pemberantasan mafia pertanahan. Tugas Panja untuk menelusuri, mencari informasi kemudian menganalisis dan mencari solusinya. "Ada tiga modusnya. Pertama adalah banyak sekali HGU yang kita (pemerintah) terbitkan tetapi tidak digarap. Akhirnya tidak ada keuntungan buat negara. APBN maupun untuk daerah-daerah," terangnya. Ia mencontohkan beberapa kasus terkait HGU yakni ditemukannya lahan kosong dan telantar, cuma dikerjakan sebagian, sementara yang mendapat hak, adalah orang yang menikmati kepemilikan HGU. "Bisa meminjam uang ke bank dan sebagainya. Inilah yang mau kita tertibkan," katanya. Beberapa lokasi HGU yang menjadi temuan, kata dia, nantinya akan diusulkan juga oleh pemerintah sebagai tanah telantar. "Kan sekarang sudah ada konsep Bank Tanah dan seterusnya. Nanti dioptimalisasi penggunaanya". Kedua, ada juga modus penggarapan lahan yang melebihi dari ketentuan HGU yang diterbitkan. Sehingga akhirnya berbenturan dengan hak-hak rakyat. "Jadi misalnya yang diterbitkan seribu hektare, ternyata yang digarap 10 ribu hektare. Diterbitkan 10 ribu, yang digarap 100 ribu. Ini yang kadang-kadang juga berbenturan dengan hak-hak rakyat. Jadi tanah-tanah rakyat digarap, kemudian terjadi konflik dan seterusnya. Ini yang mau kita tertibkan juga," urainya. Selain itu Panja juga akan fokus pada persoalan berkaitan dengan hutan lindung. Ia menyebut akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan Perkebunan. Menurutnya setelah diterbitkannya UU Cipta Kerja, pihaknya memprediksi ada 3 juta hektare lahan di seluruh Indonesia yang berurusan dengan kawasan hutan lindung. Namun atas kebijakan saat ini, pemerintah melakukan pemutihan atas tanah-tanah tersebut. Menurutnya Panja perlu melakukan pemeriksaan kesesuaian terhadap tanah-tanah dikawasan hutan lindung yang mendapat pemutihan. Termasuk menginvestigasi perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatannya di atas tanah negara. "Apakah selama ini perusahaan yang berurusan itu benar-benar membayar pajak? Kalau hanya sekedar diputihkan maka berpotensi menimbulkan kerugian kepada negara. Saat ini kami masih mencari data dan informasi dahulu dan menjadi alasan kami ke Kaltim, untuk bertemu dengan beberapa stakeholder," ungkapnya. *RYNCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: