Sosialisasi Perda Bantuan Hukum di PPU, Andi Faisal Ajak Dua Narasumber

Sosialisasi Perda Bantuan Hukum di PPU, Andi Faisal Ajak Dua Narasumber

PPU, nomorsatukaltim.com - Masih banyak masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) yang memiliki keterbatasan mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum. Alasannya banyak. Antara lain ketidakmampuan secara keilmuan dan alasan finansial tentunya. Itulah pentingnya Perda Bantuan Hukum.

Negara wajib hadir untuk memenuhi pemberian bantuan hukum bagi setiap orang yang tidak mampu dan tersangkut masalah hukum. Karena itu, Anggota Komisi I DPRD Kaltim Andi Faisal Assegaf menggelar sosialisasi peraturan daerah (Sosper) Nomor 5/2019 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Kelurahan Gunung Seteleng, Kecamatan Penajam, Sabtu, (23/7/2021). Tujuan sosialisasi perda ini agar masyarakat paham dan mengetahui hak dalam mendapatkan bantuan hukum. Menjamin pemenuhan hak penerima bantuan hukum untuk memperoleh akses keadilan (acces to justice). Mewujudkan hak konstitusional warga negara sesuai prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum (equality before the law). "Selain itu, perlunya pemahaman bahwa bantuan hukum ini dapat dimanfaatkan secara merata oleh seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan," jelas politikus Partai Demokrat itu. Menurutnya, setelah ditetapkannya perda ini, maka ke depan setiap penduduk Kaltim dengan kategori tersebut dapat mengajukan bantuan hukum. Pemerintah kini sudah bekerjasama dengan lembaga bantuan hukum (LBH) yang berdomisili di Kaltim. Lembaga yang sudah terdaftar dan terakreditasi pada Kemenkumham RI. Serta mendapatkan alokasi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Ada dua pemateri yang dihadirkan dalam kegiatan itu. Yaitu Hendri Sutrisno, ketua Lembaga Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Paralegal Institut (LBH Kumham PI) PPU. Kemudian ada Ketua Yayasan Kajian dan Bantuan Hukum PPU, Amrizal. Keduanya berperan dalam mengejawantahkan regulasi ini di hadapan sekira seratusan warga yang hadir. Tentu dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Perda Bantuan Hukum ini terdiri dari 11 bab dengan 35 pasalnya. Fokus objek perkara bantuan yang dimaksud mencakup soal pidana, perdata dan tata usaha negara. Pemberi bantuan hukum Mencakup soal standar bantuan hukum, hak dan kewajiban, syarat dan tata cara permohonan serta tata kerja. Lalu soal pendanaan, larangan sanksi administratif dan kode etik, sampai ketentuan pidana dan pengawasan. Fokus penerima bantuan hukum ini ialah orang atau kelompok orang kurang mampu. Baik itu secara perorangan maupun kelompok. Sedangkan pemberi bantuan hukum ialah organisasi, lembaga atau yayasan advokasi. "Pemberi bantuan hukum wajib memberikan bantuan hukum hingga permasalahannya selesai, atau telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap terhadap perkaranya. Itu salah satunya," jelas Hendri. Bagi masyarakat yang membutuhkan, dapat mengajukan permohonan bantuan hukum secara tertulis atau lisan kepada pemberi bantuan hukum. Amrizal menyebutkan, tak sedikit warga di Benuo Taka yang sebenarnya membutuhkan bantuan hukum. Perkara yang umum terjadi dan terbesar ada pada pidana umum; pencurian, penyalahgunaan narkotika dan soal penganiayaan serta pelecehan. Selebihnya soal perselisihan lahan. "Beragam, ada KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), penganiayaan, harta gono-gini dan banyak lagi. Tapi sayangnya pemahaman masyarakat terhadap hukum masih kurang. Jadi banyak kasus dari yang terjadi itu luput dari perlakuan hukum negara," sebutnya. Maka dari itu pemberitahuan atas pengetahuan tentang adanya perda ini sangat penting bagi masyarakat di PPU. Sosialisasi dianggap menjadi kunci aturan-aturan hukum ini memberikan asas manfaat di masyarakat secara umum. "Peran untuk itu dimiliki semua lembaga, yang utama dari para penegak hukum. Lembaga-lembaga ini patutnya bersinergi dalam menjalankan program pemahaman hukum untuk masyarakat," pungkasnya. (adv/rsy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: