Sarwono 77

Sarwono 77

Meski sudah masuk lingkaran kekuasaan, Sarwono masih berani membela Jenderal H.R. Dharsono. Secara terbuka. Padahal Dharsono lagi sangat dibenci Pak Harto.

Sarwono juga berani mengatakan soal ting-tong itu ke Pak Dhar, ketua umumnya: ia tidak mau dipanggil lewat ting-tong.
Periode itu, Golkar ingin berubah. Lebih sipil. Lebih muda.

Tapi di periode itu pula istri Sarwono sakit. Kanker payudara. Stadium 4.

Saat itu, di ABRI sendiri lagi ada keinginan agar Golkar tidak terus mengandalkan ABRI.
Sarwono tetap penasaran mengapa dipilih jadi sekjen. Ia bertanya lagi. Tapi juga tidak bisa mendapat jawaban dari sang ketua umum.

Seperti juga Benny Moerdani, Pak Dhar mengatakan, ”tanya sendiri saja langsung ke Pak Harto”.

Ketika akhirnya Sarwono untuk kali pertama diangkat sebagai menteri, ia punya alasan untuk menghadap presiden. Sebagai menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ia minta menghadap. Langsung  dikabulkan.

Bahkan seminggu sekali Sarwono bisa bertemu Pak Harto. Selalu disediakan waktu  malam hari. Selalu di kediaman Jalan Cendana. Selalu cukup lama.

Dalam setiap pertemuan itu, selalu saja Pak Harto yang banyak berbicara. Soal macam-macam. Justru tidak pernah bicara apa yang diinginkan Sarwono: apa keinginan presiden di bidang penertiban aparatur negara.

“Kenapa Pak Harto begitu?” tanya Sarwono kepada Pak Dhar yang sudah jauh lebih lama dekat dengan Pak Harto.

“Itu pertanda situ lagi dijajaki apakah bisa menjadi orang dalam,” jawab Mensesneg.

Setelah tahu itu, Sarwono memutuskan: tidak mau menjadi orang dalam Pak Harto. Ia ingin tetap dekat tapi ada jarak.
Sarwono memang menjadi menteri sekali lag: Menteri Lingkungan Hidup. Kementerian itu, juga kementerian sebelumnya, dianggap bukan kementerian inti di zaman pertumbuhan  ekonomi menjadi panglima.

Di akhir zaman Pak Harto, kian jelas posisi Sarwono. Ia selalu pakai pita hitam di bajunya. Yakni ketika mahasiswa Trisakti mati tertembak, Mei 1998. Waktu itu ekonomi negara sedang merosot drastis. Mahasiswa mulai bergerak: turunkan Pak Harto.

Pita hitam itu jadi persoalan besar ketika SCTV mengundang Sarwono ke studio. Sarwono diwawancarai mengenai bagaimana mengatasi keadaan yang memanas di Jakarta.

Ketika masuk studio, ternyata Sarwono masih mengenakan pita hitam. SCTV minta agar pita itu dilepas. Setidaknya selama wawancara live. Sarwono tidak mau. Pilih acara dibatalkan.

Tidak bisa lagi. Waktu sudah mepet. Kalau wawancara batal akan diisi apa. Tidak cukup waktu mencari pengganti.
Apa boleh buat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: