ProP2KPM: Program Strategis Jangka Panjang
BEBERAPA hari ini di media massa mencuat wacana desakan untuk mengevaluasi Program Pembangunan Pemberdayaan Kelurahan dan Perdesaan Mandiri (ProP2KPM) yang dijalankan oleh Pemkab PPU. Wacana evaluasi itu digulirkan karena dinilai hasil dan dampak dari program tersebut tidak signifikan.
Wacana evaluasi itu sebenarnya sah-sah saja, karena ini adalah program yang didanai oleh anggaran pemerintah daerah dan bersentuhan dengan dimensi manfaat bagi masyarakat. Namun, ada beberapa logika dan argumentasi dari desakan evaluasi itu yang cacat dan harus dikritisi. Logika yang salah dan Ketidakpahaman Pertama, mereka menyatakan bahwa hasil dari program ProP2KPM tidak signifikan dibandingkan dengan besaran anggaran yang dikeluarkan. Yang menjadi pertanyaan adalah: apa ukuran signifikansi sebuah hasil yang dipakai mereka? Tidak jelas. Padahal, ketika menilai sesuatu berhasil atau tidak harus dilihat dulu dari apa tujuan, output, dan outcome-nya. Dalam hal ini, basis data mereka untuk mengkritisi program ini lemah. Kedua, mereka menyarankan lebih efisien jika Pemkab. PPU memberikan insentif kepada pendamping desa yang ada agar lebih bisa meningkatkan kinerja pemberdayaannya. Ini sungguh saran yang sangat menggelikan. Kenapa? Karena tidak nyambung. Pendamping desa yang dimaksud adalah pendamping Program Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) yang notabene menjalankan program Kementerian Desa (Kemendes PDTT) dan digaji oleh pemerintah pusat. Kok minta insentif dari pemerintah daerah? Ini kan lucu dan tidak nyambung. Substansi keberadaan mereka bukan bagian dari Pemerintah PPU, sehingga tidak ada kewajiban atau kewenangan untuk memeberikan insentif. Ketiga, (dan ini juga tak kalah menggelikannya), mereka menyatakan: “jika diizinkan kami siap melakukan penelitian ilmiah dengan metode survei dampak program ProP2KPM bagi masyarakat.” Diizinkan oleh siapa? Dan kenapa harus minta izin? Kalau memang ingin melakukan peneliatan ya silakan lakukan secara mandiri dan independen. Itu akan lebih obyektif hasilnya. Sekaligus mempertegas di mana mereka berdiri. Asalkan penelitian itu dilakukan dengan cara yang benar. Keempat, mereka menilai bahwa program ini pemborosan. Yakni pemborosan anggaran dan sumber daya manusia (SDM). Pertanyaannya adalah: apa ukuran pemborosan yang dimaksud? Jika suatu program memang tidak bermanfaat, maka itu bisa dikatakan pemborosan. Apakah program ini tidak bermanfaat? Silakan ditanyakan pada 1.192 beneficiaries (penerima manfaat) dari program ini. Mereka adalah orang-orang yang telah dilatih skill tertentu sebagai bekal hidup untuk berdaya dan mandiri. Jadi, penilaian boros dan tidak ini harus diukur berdasarkan capaian yang telah dilakukan. Berikutnya, soal pemborosan SDM. Mana ada istilah pemborosan SDM? Yang ada adalah optimalisasi SDM. Bayangkan, ada 30 SDM yang bisa diberdayakan sebagai pendamping di desa, 24 di kelurahan, 9 di Kecamatan. Semua adalah warga PPU. Dari sini saja sudah bisa dinilai bahwa program ini membawa manfaat, yakni memberdayakan para lulusan sarjana yang nota bene para generasi muda Penajam Paser Utara. Mereka semua sedang dibekali pengalaman bekerja di bidang pemberdayaan yang dekat dengan humanitas. Bekerja di bidang kemanusiaan. Ini adalah nilai manfaat yang tak bisa diukur dengan uang, yang nilainya melampaui uang. Keberanian Politik Bupati dan Keberpihakan pada Masyarakat Sebagai orang pemberdayaan saya harus mengapresiasi Bupati Penajam Paser Utara atas keberanian politiknya membuat terobosan program pemberdayaan masyarakat yang menitikberatkan pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Kita tahu, selama ini kecenderungan pemerintah adalah menerjemahkan program pembangunan hanya di pembangunan fisik, sementara pembangunan manusia diabaikan, atau sangat sedikit sekali porsinya. Melalui ProP2KPM ini saya melihat visi, orientasi, dan komitmen serius dari Bupati Penajam Paser Utara untuk membangun manusia Penajam Paser Utara. Karena sebenarnya, pembangunan yang berdampak esensial adalah pembangunan manusia, karena manusialah yang akan menjadi subyek utama dari pembangunan itu sendiri. Kedua, program ini adalah wujud keberpihakan bupati terhadap masyarakat. Tidak peduli mereka pada momen kontestasi pilkada beberapa tahun lalu menjadi pemilihnya atau tidak, saat ini mereka mendapat perlakuan yang sama. Dana Bantuan Keuangan Khusus (Bankeu) yang disalurkan melalui program ProP2KPM ini adalah untuk memberdayakan masyarakat di semua desa. Soal apakah manfaatnya sudah merata atau belum tentu semua adalah masalah proses. Salah satu nilai plus dari keberadaan ProP2KPM ini adalah pendampingan desa dan kelurahan dilakukan hingga ke tingkat masyarakat. Tidak hanya terjebak dengan proses-proses yang ada di pemerintahan desa dan kelurahan saja. Dalam hal ini, fungsi pendamping ProP2KPM lebih luas dan lebih kompleks daripada pendamping P3MD. Mereka diharapkan bisa menutupi lubang-lubang kekurangan atau celah-celah yang kosong dari pendampingan yang telah ada dan belum tersentuh dari kerja pendampingan P3MD. Di sinilah sebenarnya letak nilai strategisnya. Ada pola kerja yang berbeda. Ada pola pemberdayaan yang berbeda. Ada pola komunikasi dan interaksi sosial yang berbeda. Bahkan ada orientasi yang berbeda dari dua program yang berbeda ini (ProP2KPM dan P3MD). Namun, keduanya sama-sama punya dimensi manfaat bagi desa dan masyarakat. Hal lain yang perlu di-highlite dengan program ProP2KPM ini adalah bupati ingin menyiapkan tenaga terampil siap kerja dalam rangka mendukung kebutuhan tenaga kerja di Ibu Kota Negara yang baru. Bupati ingin SDM-SDM lokal bisa mengambil peran sebagai bagian dari pembangunan IKN. Kalau mereka tidak dibekali dengan skill yang memadai, maka otomatis mereka tak akan pernah punya kompetensi sesuai yang dibutuhkan. Ini juga yang harus dibaca dan diapresiasi dari program pemberdayaan masyarakat melalui ProP2KPM ini. Tahun 2021 ini, ProP2KPM bukan hanya dititikberatkan pada peningkatan skill masyarakat, tetapi juga pemberian beasiswa sarjana. Hal ini untuk membekali generasi muda PPU agar tidak hanya punya skill hidup, tetapi juga punya kemampuan akademis yang juga akan bermanfaat bagi masa depan mereka. Klinik Desa Di luar itu semua, keberadaan ProP2KPM ini sebenarnya juga diorientasikan sebagai tempat konsultasi bagi para kepala desa, aparatur desa, lembaga-lembaga desa, dan masyarakat desa, juga kelurahan yang ingin mendapatkan pencerahan atau solusi dalam hal apapun berkaitan dengan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, ProP2KPM juga memiliki fungsi sebagai Klink Desa. Dan siapapun yang datang akan dilayani selama 24 jam. Program Jangka Panjang Jadi, ProP2KPM adalah program jangka panjang, sehingga keberhasilannya tidak bisa diukur hanya dalam waktu satu dua tahun saja. Meski demikian, bukan berarti setiap tahun tak ada capaian keberhasilan, tetapi impact besarnya hanya akan bisa dirasakan dalam jangka yang panjang, karena semua adalah proses. Apalagi ini menyangkut manusia yang dalam proses pendidikan dan perubahan perilakunya membutuhkan waktu yang tidak pendek. Akmad Bustanul Arif, S.S : Konsultan Pemberdayaan Masyarkat, Direktur Yayasan Imadaya Suluh Nusantara.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: