Apindo Usul Klasterisasi Upah, Sebut UMP Tidak Aman Bagi Pengusaha dan Pekerja

Apindo Usul Klasterisasi Upah, Sebut UMP Tidak Aman Bagi Pengusaha dan Pekerja

Ketua Apindo Kaltim, Slamet Brotosiswoyo (Ferry Cahyanti/DiswayKaltim)

Balikpapan, DiswayKaltim.com - Nyaris saban tahun, persoalan upah minimum memicu kontroversi. Baik bagi kalangan pengusaha, pemerintah, apalagi para pekerja. Pasalnya, kebijakan menyangkut upah minimum selalu bikin deg-degan, berujung keresahan.

Seperti tahun ini. Ketika dewan pengupahan sedang membahas besaran kenaikan upah, pro kontra sudah mencuat. Walaupun perubahan upah minum belum ditetapkan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Timur Slamet Brotosiswoyo mengatakan, upah minimum provinsi sebagai jaring pengaman yang tidak aman bagi pengusaha dan pekerja di Kaltim.

"Tolong tulis besar-besar. Itu (UMP) kan artinya seharusnya jaring pengaman bagi pekerja lajang di bawah satu tahun. Tapi ini tidak aman. Masalah tidak amannya karena UMP diputuskan buat pengusaha yang mana? Kalau pengusaha kecil menengah, jelas berat. Jelas tidak ada yang bisa membayar sesuai UMP," kata Slamet Brotosiswoyo, di kantornya Senin (21/10/2019).

Mengutip data Badan Pusat Statistik dan BPJS Ketenagakerjaan, Slamet bilang tahun ini saja baru 54 persen dari ribuan perusahaan yang bisa menerapkan upah sesuai UMP. Perusahaan itu umumnya bergerak di bidang migas, batu bara, sawit, dan jasa penunjang.

"Kendala bagi perusahaan yang belum menerapkan (UMP) karena produktivitas tidak selalu naik. Dan perusahaan tidak mampu membayar," jelasnya.

Penyebab lain. Dua tahun terakhir pertumbuhan ekonomi yang melambat. "Kondisi ekonomi lesu ini bukan hanya di Kaltim tapi seluruh dunia," Slamet berujar.

Meski begitu, kembali Slamet mengatakan, sebetulnya tahun 2019 kemampuan perusahaan membayar sesuai UMP mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun 2018.

"Apindo bukan ingin upah murah. Kami ingin pekerja sejahtera, ekonomi maju dan peraturan yang melindungi pekerja," tambahnya.

Dalam pembahasan UMP tahun ini, Apindo jelas tidak bisa menolak PP No. 78 tahun 2015 tentang peraturan upah. Meskipun, diakui banyak anggota Apindo dari kalangan pengusaha kecil dan menengah tidak mampu bayar sesuai UMP.

"Apindo maunya nggak naik. Tapi nggak ada cerita (menolak kenaikan). Maka kenaikan UMP itu karena dengan terpaksa menyepakati. Ini pengusaha Kaltim banyak yang menjerit," kata Slamet lagi.

Upaya Apindo membantu anggota dan pekerja akan dilakukan melalui klasterisasi upah bagi pengusaha kecil dan menengah. Hal itu sudah diusulkan ke dewan pengupahan untuk menciptakan klasterisasi itu.

"Acuannya, kalau pengusaha menengah terdapat 45 komponen dalam menentukan UMP. Sedangkan pengusaha kecil 35 komponen saja," imbuhnya.

Berkaitan dengan banyaknya pekerja yang tidak terjamin BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, Apindo merujuk pada peraturan yang mensyaratkan kewajiban gaji sesuai dengan UMP.

"Karena tidak sesuai UMP, otomatis tidak terdaftar BPJS. Makanya ada 46 persen tenaga kerja di Kaltim tidak dilindungi BPJS karena gaji nya di bawah UMP. Ini yang membuat gelisah Apindo dan dan teman teman serikat. Dan teman teman serikat bisa melihat realita itu," ungkapnya.

Tahun ini besaran UMP Kaltim adalah Rp 2.747.561. Sedangkan tahun sebelumnya sebesar Rp 2.543.331. Jika kenaikan  disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional, Apindo Kaltim memperkirakan tahun depan UMP sebesar RP 2.981.378.

Pembahasan UMP dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari Dinas Tenaga Kerja, perwakilan pengusaha, serikat pekerja, akademisi, Badan Pusat Statistik (BPS). Biasanya putusan besaran UMP ditetapkan pada bulan November. (fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: