Kaltim di Ambang Darurat Kekerasan Seksual

Kaltim di Ambang Darurat Kekerasan Seksual

"Kita tegaskan, bahwa kita telah ada peraturan pemerintah (PP) nomor 70 tahun 2020, yang berbunyi tentang adanya hukuman kebiri. Ini adalah konsekuensi yang akan didapatkan bagi para predator anak itu," ucapnya.

Seperti yang telah ditegaskannya di awal penjelasan, bahwa peran orang tua dalam pencegahan juga sangat diperlukan. Misalnya, para orang tua memiliki peran, diawali dengan menjaga anaknya agar terhindar dari lingkaran atau lingkungan yang tidak baik.

"Artinya awasi anak-anak untuk tidak berkeliaran pada saat malam hari. Dengan siapa dia jalan, itu harus diketahui temannya siapa. Orang tua mesti masuk ke dalam lingkaran pertemanan anak-anak mereka. Agar dapat mencegah anak-anak ini tidak salah dalam pergaulannya," jelasnya.

Selain itu, cara terbaik ialah orang tua juga perlu untuk mengikuti kemajuan zaman. Kepekaan orang tua berguna untuk mengontrol anak-anak mereka terhindar dari teknologi, yang akhirnya bisa merusak anak-anak mereka.

"Yang saya maksud, misalnya dari teknologi, mereka bisa berkomunikasi dengan orang lain. Dan tindakan ini kebanyakan terjadi di guest house, kos-kosan, dan ada juga di rumah. Sehingga perlunya pengawasan masyarakat atau orang tua terhadap anak-anak ini. Orang tua harus peka," urainya.

"Jadi pencegahannya adalah kontrol dari orang tua, lingkungan masyarakat dan anak-anak itu sendiri, agar tidak bergaul dengan orang yang salah. Sekarang ini anak-anak kebanyakan mereka terpengaruh dengan gaya hidup dan kurangnya peduli orang tua. Inilah yang akhirnya membuat anak-anak bergaul dengan orang yang salah," tandasnya.

FAKTOR PENDORONG

Psikolog asal Balikpapan, Patria Rahmawati membeberkan beberapa penyebab terjadinya kekerasan seksual, terutama kepada anak. Pertama, adalah minimnya pengetahuan tentang perbuatan yang dilakukan pelaku. Maksud Patria, pelaku cenderung menganggap sepele perbuatannya, padahal itu termasuk kategori pelecehan.

“Seperti bersiul, ungkapan sexist atau ajakan untuk berbuat seksual, dan hal-hal yang bersifat verbal lainnya," ujar Patria, Minggu (20/6/2021).

Kedua, adanya peluang dan kesempatan dari pelaku. Hal ini bisa terjadi apabila pengawasan orang tua terhadap anak minim. Hingga celah terjadinya pergaulan bebas tersebut dapat terbuka.

“Baik yang masih di bawah umur maupun remaja, saat melakukan interaksi dengan orang lain, itu tetap harus diawasi,” katanya.

Pengawasan itu pun juga berlaku saat anak bermain bersama anggota keluarga lainnya. Sebab, tak menutup kemungkinan perbuatan jahat tersebut justru datang dari kerabat dekat yang tak disangka-sangka.

"Padahal belum tentu mereka akan menjaga dengan baik, malah ada kemungkinan untuk lebih leluasa untuk melakukan pelecehan seksual ini," ujarnya.

Ketiga, adalah pengalaman traumatis dari pelaku sendiri. Ada kemungkinan, apa yang dilakukan pelaku saat ini adalah cerminan dari pengalaman serupa di masa lalu. Sehingga apa yang terjadi pada diri pelaku, coba dilampiaskan kepada orang lain.

"Adanya pengalaman traumatis dari pelaku yang terjadi di masa lalu, namun tidak mendapatkan treatment untuk mengatasi trauma tersebut, hingga saat dewasa ia melakukan hal yang sama," jelasnya.

Keempat, adanya pengaruh dari obat-obatan terlarang dan minuman keras. Hingga memunculkan fantasi seksual dari diri pelaku. Serta kelima, peran media terutama audio visual yang menayangkan adegan pornografi, dan mudahnya akses internet untuk mencari informasi terkait hal itu turut berpengaruh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: