Basri Mansyur : Tumbuh di Jalanan

Basri Mansyur : Tumbuh di Jalanan

Banyak cerita menarik seputar latar belakang politisi di di Kabupaten Paser. Salah satunya, Wakil Ketua Komisi III, Basri Mansyur. Politisi Golkar yang sudah dua periode mengawal amanat rakyat ini mengawali karir politik dari tangga paling bawah.

Paser, nomorsatukaltim.com - Pernah mengalami kehidupan yang sulit, menjadi yatim ketika masih anak-anak, hingga putus sekolah lantaran tak punya biaya. Ketika dijumpai baru-baru ini, Basri Mansyur mengatakan,  selepas menamatkan sekolah dasar di SD 4 Modang, ia terpaksa menganggur. “Tak langsung ke SMP karena masih ada adik yang butuh biaya pendidikan,” ujarnya.  Anak kedua dari tiga bersaudara itu, mengutamakan adiknya yang akan masuk SD. Selepas SD, di usia 12 tahun, ia menghabiskan masa kecil dengan mencari uang. Mulai buruh, pendulang emas, plywood, kuli bangunan, ngojek hingga tukang bersih-bersih. Di tahun 90-an, Basri muda diterima menjadi buruh sub kontraktor Kideco Jaya Agung. Pekerjaan dijalaninya dengan ulet. Hingga 1 tahun berjalan menjadi buruh, lelaki kelahiran 1978 itu mengundurkan diri. Tak ada pekerjaan. Sementara kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah adiknya menjadi tuntutan. Sebulan menganggur, Basri muda menerima tawaran pekerjaan di Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur. Ia bekerja sebagai penyepuh emas. Merasa tak punya bakat membuat perhiasan. Tak sampai setahun, Basri berhenti. Ia mulai mencari pekerjaan baru. Masih di Bengalon, Basri diterima di salah satu perusahaan plywood. Jadi tukang lem. Itu dijalaninya hampir dua tahun. Ia pun balik kampung ke Paser. Di Tanah Grogot, Basri bekerja jadi kuli bangunan. Niatnya untuk melanjutkan sekolah tak pernah hilang. Basri tak malu, meski teman-teman sebayanya kala itu telah mengenakan seragam putih abu-abu. Sementara dirinya baru daftar SMP. "Memang dari awal pengin lanjut sekolah. Makanya sebagian penghasilan ditabung. Saat itu usia 16 tahun (daftar SMP)," ungkapnya. Memanfaatkan uang tabungan dan dibantu sang kakak, Basri akhirnya mendaftarkan diri di SMP. Namun bukan di Paser. Melainkan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Alasannya, karena bisa bekerja sambil sekolah. Mengingat di Kecamatan Tanah Grogot, ia kesulitan mencari pekerjaan. Di lain sisi ada tawaran pekerjaan dari teman kakaknya di Tenggarong. Basri bersekolah di SMP Muhammadiyah 1 Tenggarong. Untuk pembayaran SPP, perlengkapan, peralatan sekolah, dirinya bekerja jadi tukang ojek. Sistem bagi hasil dengan pemilik motor. Kelas dua semester dua (Dulu catur wulan), Basri pindah sekolah di SMP PGRI Tanah Grogot. Sembari menjadi siswa, difokuskan dengan pelajaran sekolah, ia juga harus membagi waktu. Ya, saat itu bekerja menjadi cleaning service di kantor Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kabupaten Paser. "Pagi kerja bersih-bersih kantor Gapensi. Siangnya sekolah, sore harinya bersih-bersih lagi," sebutnya. Pekerjaan itu dijalaninya hingga lulus putih abu-abu. Mengingat SMA di tempat yang sama. Dikatakannya, cleaning service menjadi titik balik kehidupannya. Ia tidak sekadar bekerja, namun mendapatkan ilmu selama menjadi tukang bersih-bersih di kantor Gapensi. Ia menceritakan, awalnya menjadi cleaning service diajak oleh mantan anggota DPRD Kaltim, Amiruddin yang lebih dikenal dengan nama Haji Doreng. Anggota legislatif Karang Paci itu masih menjabat Sekretaris Gapensi Paser. Dari situlah ia mencuri ilmu, hingga sekarang menjadi kontraktor. "Saya (bekerja) sambil belajar. Melihat-lihat bagaimana kontraktor. Hingga setelah lulus SMA, saya diminta Haji Doreng bekerja mengawasi proyeknya," tuturnya. Hingga akhirnya ia paham bagaimana kerja kontraktor. Akhirnya pada 2001 silam, ia dilepas Haji Doreng dan mendirikan perusahaan sendiri. Namun tetap dikontrol," beber Alumni Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar itu. Terjun ke politik, ia mengaku atas keinginan sendiri, dorongan keluarga, termasuk Haji Doreng. Hingga akhirnya, Basri kini jadi Wakil rakyat periode 2019-2024. Terkait pembangunan, khususnya infrastruktur di Kabupaten Paser, Basri menyoroti kurangnya pemeliharaan usai dilakukan peningkatan kualitas. Dirinya tak menampik, jika APBD tak sanggup menyelesaikan secara sekaligus hingga pelosok desa. "Sampai saat ini, pembangunan itu sekadar dibangun, kemudian tak memelihara. Contoh jalan dibangun, tapi tahun berikutnya tak dirawat," jelas Politisi Golkar itu. Dalam meningkatkan kualitas jalan hal lain yang harus diperhatikan mutu, melihat kontur tanah. Dirinya mengungkapkan, saat ini persoalan itu telah dibahas, disusun dalam RPJMD. Baik arah kebijakan, arah visi-misi, arah pembangunan, serta program dinas terkait telah terarah. "Mudah-mudahan serius untuk membangun, memelihara dan menjalankan sesuai program pada masing-masing perangkat daerah," tutup Basri Mansyur. Pewarta: Achmad Syamsir Awal 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: