Perempuan di Pusaran Pilkada (2): Puji Setyowati Enggan Membangun “Kerajaan”.

Perempuan di Pusaran Pilkada (2): Puji Setyowati Enggan Membangun “Kerajaan”.

Sudah dua kali ditanya. Beberapa bulan lalu dan Senin awal pekan ini. Jawabannya sama. Puji Setyowati tak mau maju dalam bursa bakal calon Pilwali Samarinda 2020.

Oleh: Upqil Mubin, Samarinda

PEREMPUAN berjilbab itu. Berkulit putih. Kerap menggunakan kacamata. Lahir di Kutoarjo, Semarang, Jawa Tengah, pada 28 Merat 1963. Dua tahun sebelum Gerakan 30 September (G30S), yang memakan jutaan nyawa itu.

Namanya Puji Setyowati. Lahir dari orangtua bernama Soeripno dan Soemina. Berlatar belakang guru. Perempuan yang kini duduk sebagai anggota DPRD Kaltim dari Partai Demokrat ini, istri orang nomor satu di Samarinda, Syaharie Jaang.

Sejak kecil dia bercita-cita menjadi guru. Terinspirasi dari ayah dan ibunya. Yang juga berprofesi sebagai guru. Dia menamatkan kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Magelang. Di bidang hukum bisnis. Gelar ini pula yang mengantarkannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Selama 25 tahun mengajar di perguruan tinggi. Sejak 1993. Sebagai dosen Politeknik Negeri Samarinda.

Perjalanan kariernya berliku. Dari pegawai di sebuah perusahaan batu bara ternama di Kaltim hingga mengabdi sebagai dosen. Pertemuannya dengan Jaang di perusahaan tambang, mengubah perputaran roda kehidupannya.

Pertemuan yang berakhir pernikahan itu, berawal di perusahaan tambang tersebut. Jatuh cinta. Tetapi sempat terhambat. Orangtuanya tak mengizinkan Puji menikah dengan Jaang. Alasannya, laki-laki yang pernah menjadi manajer di perusahaan tambang itu, berasal dari suku Dayak.

Kala itu, suku ini dianggap masih primitif. Tetapi setelah Puji menjelaskannya, orangtuanya pasrah. Tak dapat menolak keinginan anaknya. Baca Juga:  Perempuan di Pusaran Pilkada (1): YP Arita Sudah Terlanjur Cinta

Mahligai rumah tangganya bersama Jaang berjalan berliku. Penuh dinamika. Hingga melahirkan dua orang anak. Setelah dia menikah dengan Jaang, barulah orangtuanya menyadari. Suku Dayak tak “segarang” yang digambarkan sebagian masyarakat Jawa.

Kehidupan suku asli Kaltim tersebut sama seperti masyarakat pada umumnya. Ada yang berperangai baik. Ada pula yang hidup tak sesuai nilai-nilai luhur.

Siapa sangka pula, dari seorang pegawai perusahaan dan dosen, kehidupannya bersama Jaang membawanya sebagai pendamping orang ternama di Samarinda.

Pemimpin di ibu kota provinsi Kaltim. Selama 20 tahun. Dari wakil wali kota hingga memimpin Samarinda dua periode.

Puluhan tahun mendampingi suaminya, dia belajar beragam ilmu politik. Secara proaktif. Dari proses politik hingga persaingan dalam jagat politik di Bumi Etam.

Politik sempat dianggapnya sebagai medan yang keras dan syarat tantangan. Di awal-awal karier politik Jaang, dia pernah melarangnya bersaingan dalam perebutan jabatan wali kota dan wawali. Puji merasa nyaman hidup sebagai rakyat biasa. Dengan segala fasilitas yang didapatkan suaminya sebagai manajer di perusahaan batu bara.

“Di politik, hati seorang perempuan itu tercabik-cabik. Di surat kabar, Syaharie Jaang diberitakan segala macam, ini-itu. Setiap hari,” ungkapnya, Senin (14/10/2019).

Namun, akhirnya dia luluh. Berkat keteguhan niat suaminya. Yang ingin mengabdi untuk masyarakat. Jaang terpilih sebagai wawali. Mendampingi Ahmad Amin. Terpilih lewat pemilihan di DPRD Samarinda. Mengarungi bahtera politik selama 20 tahun bersama suaminya.

Puji berubah pikiran. Pada Pemilu 2019, dia memutuskan berhenti dari PNS. Bersaing dalam perebutan kursi wakil rakyat. Di Dapil Samarinda. Dia meraih 24.600 suara. Tertinggi kedua dari seluruh wakil rakyat di DPRD Kaltim. Di bawah Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK. Yang mendapat 38.211 suara.

Puji tak menyangkal. Perolehan suara tertinggi di Dapil Samarinda itu tak lepas dari pengaruh suaminya. Suaminya pula yang mendorong dan mendukungnya untuk berjuang di medan politik.

Namun, niat pribadi tak pula dapat disangkal. Katanya, tanpa niat tulus yang lahir dari diri sendiri, mustahil dapat meraih suara tinggi. Dalam perebutan kursi wakil rakyat di Gedung Karang Paci.

“Pertama sebuah keinginan. Bagaimana mengabdi untuk masyarakat Samarinda. Setelah dilantik pada 2 September, saya full akan mengabdikan diri kepada masyarakat Samarinda. Melalui Komisi dan Badan yang ada di DPRD Kaltim,” ucap Puji.

Dia akan menjalankan amanah sebagai anggota dewan selama lima tahun ke depan. Tak ingin mencalonkan diri sebagai wali kota atau wakil walikota Samarinda.

Meski dia mengaku, banyak orang yang menginginkannya bertarung dalam pesta demokrasi tersebut. Dia kekeh. Ingin mengabdi untuk masyarakat lewat DPRD Kaltim.

Katanya, sudah cukup 20 tahun bersama suaminya mengabdi di eksekutif. Sebagai pendamping wali kota dan wawali. Dia tidak mau membangun “kerajaan” di Kota Tepian. Puji merasa lebih bebas dan dapat memberikan kontribusi besar untuk Samarinda melalui DPRD Kaltim.

“Empat periode itu bukan waktu yang pendek. Seorang Syaharie Jaang. Orang Hulu Mahakam. Puji Setyowati orang Yogyakarta. Yang dideportasi ke Kota Samarinda. Tetapi dipercaya memimpin Samarinda. Saatnya saya mengabdi sebagai wakil rakyat,” tegasnya. (qn/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: