Pertumbuhan Ekonomi Kaltim; Berharap Momentum, Bergantung Kesehatan

Pertumbuhan Ekonomi Kaltim; Berharap Momentum, Bergantung Kesehatan

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Pertumbuhan ekonomi Kaltim pada kuartal I 2021 diprediksi akan tidak signifikan. Terlepas pertumbuhan positif atau terkontraksi, volumenya akan tetap kecil.

Hal itu diutarakan Pengamat Ekonomi Kaltim, Hairul Anwar. Ia menyebut hal itu terjadi, karena pada kuartal pertama, aktivitas ekonomi Kaltim cenderung berjalan lambat. Disebabkan karena anggaran pemerintah yang belum berjalan optimal. Dan harga-harga produk perkebunan yang relatif tinggi karena kondisi cuaca buruk. "Secara tradisional begitu. Anggaran pemerintah belum jalan jadi pasar juga lambat. Sementara, produk pertanian biasa tinggi di Desember-Januari karena musim hujan. Produk kebun seperti lombok naik harganya karena panen susah," jelas Hairul kepada Disway Kaltim, Selasa (4/5/2021). Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB Universitas Mulawarman (Unmul) ini juga memperkirakan, jika pun ada kenaikan secara persentase pada perekonomian kuartal ini, secara riil, volumenya akan tetap kecil. "Dari dulu, Kaltim jarang ada kenaikan besar di kuarter pertama. Secara year on year (yoy) pasti kecil," tandasnya. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Kaltim kuartal IV tahun 2020, yang tumbuh positif sebesar 2,06 persen secara q-to-q. Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2021 akan relatif lebih kecil. Karena untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi diperlukan stimulan. Pertumbuhan positif pada kuartal IV lalu, disebabkan oleh banyak momentum. Seperti perayaan Natal dan tahun baru, serta penyerapan anggaran di pemerintah daerah. "Jadi secara tradisional, kuartal IV akan tinggi dan volumenya besar. Apakah kuartal I akan lebih baik? Prediksi saya baik atau turun tidak signifikan. Secara volume pasti lebih kecil." Pertumbuhan positif baru akan diperkirakan terjadi pada kuartal II 2021. Karena terdapat momen Ramadan, Lebaran, dan serapan anggaran pemerintah yang mulai berjalan. Hairul juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Kaltim tahun ini akan jauh lebih baik pada tahun sebelumnya. Selama tidak terjadi outbreak pandemi COVID-19. Karena jika outbreak kembali terjadi, dan pengetatan kembali dilakukan, otomatis akan berimbas pada turunnya aktivitas perekonomian. Apalagi, perekonomian Kaltim masih sangat tergantung pada ekspor-impor produk. Sehingga sangat rentan akan kondisi perekonomian global. Begitu pula dengan perekonomian dalam negeri yang masih mengandalkan sektor informal. Jika outbreak pandemi kembali terjadi, pergerakan ekonomi dibatasi, konsumsi rumah tangga akan jatuh. Yang menyebabkan aktivitas sektor informal akan lumpuh. Terjadinya resesi double dip di beberapa negara Eropa, juga perlu diantisipasi oleh Kaltim. Meski tidak terikat langsung, karena aktivitas ekspor Kaltim mayoritas ke negara Asia Timur. Dampak resesi ekonomi Eropa juga akan berimbas ke Kaltim. "Jangan lupa, produk batu bara kita, diekspor ke China sebagai sumber energi industri mereka. Kalau Eropa bermasalah, permintaan barang China juga menurun. Akibatnya, kebutuhan energi tidak tinggi, permintaan batu bara ke kita juga turun," terang Hairul. Apalagi Kaltim tidak memiliki banyak industri yang menopang produk dalam negeri. Mayoritas, produk industri untuk kebutuhan ekspor. Sehingga sangat rentan dengan kondisi global. Investasi Jalan Terus Terlepas dari kondisi yang serba tidak stabil di masa pandemi itu, realisasi investasi sepanjang 2020, tetap tumbuh positif. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), nilai investasi Kaltim baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) tumbuh sebesar 147,31 persen atau sebesar Rp 31,38 triliun Hairul menyebut, memang sudah seharusnya demikian. Karena investasi berfokus pada sektor ekonomi jangka panjang. Sehingga tidak terganggu selama masa pandemi. "Kalau investasi tinggi, ya. Saya percaya. Karena sektor yang mereka investasi bukan jangka pendek. No problem dengan pandemi," ungkapnya. Ia pun meyakini, iklim investasi di Kaltim akan tetap berpotensi tumbuh. Apalagi, semua orang masih pada keyakinan, pandemi tidak akan sepanjang itu dampaknya. "Mereka investasi misalnya, itu untuk jangka minimal 5 tahun lagi misalnya. Sudah tidak ada hubungannya lagi dengan pandemi," pungkasnya. Optimisme Konsumsi dan Vaksinasi Sementara itu, ekonomi Kota Balikpapan dipastikan akan membaik seiring tingkat konsumsi dan jumlah vaksinasi yang meningkat. Pasalnya pertumbuhan ekonomi tahun lalu, terkoreksi 0,69 persen. Kepala Pusat Statistik (BPS) Kota Balikpapan, Mustaqim menyebut angka ekonomi Balikpapan tahun ini akan tumbuh positif. Yang dipengaruhi jumlah penduduk yang bekerja dan daya beli masyarakat membaik. "Di balikpapan, sudah mengalami (dimana), usia produktif jauh lebih banyak dari usia ketergantungan, (yang jumlahnya) jauh lebih sedikit dibandingkan yang sudah bekerja," kata Mustaqim pada Selasa (4/5). Berdasarkan data BPS pada 2020, total jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama adalah sebanyak 493.080 orang. Di mana, jumlah angkatan kerja mencapai 310.169 dan bukan angkatan kerja sebanyak 182.961 orang. Selanjutnya, penduduk Kota Balikpapan pada 2020 secara umum memiliki pengeluaran sebesar Rp 1.999.470 per kapita per bulan. Dari jumlah tersebut, 58,24 persen, atau Rp 1.164.430 digunakan untuk komoditi non makanan. Sementara sisanya, 41,76 persen, atau Rp 835.040, digunakan untuk komoditi makanan. Sepanjang lima tahun terakhir (2016-2020) struktur perekonomian Balikpapan didominasi oleh empat kategori. Yaitu industri pengolahan dengan peran membentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 47,28 persen, konstruksi 16,53 persen, transportasi dan pergudangan mencapai 9,85 persen, dan perdagangan besar eceran; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 9,22 persen. "Sumber pertumbuhan ekonomi Kota Balikpapan tertinggi berasal dari lapangan usaha konstruksi dengan andil sebesar 0,48 persen, disusul lapangan usaha informasi dan komunikasi dengan andil sebesar 0,27 persen, dan lapangan usaha jasa kesehatan dengan andil sebesar 0,13 persen," sambung Koordinator Fungsi Statistik Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, Loveandre Danang Handriyanto. Lebih lanjut, untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga terus mengalami peningkatan dari 2016 hingga 2019. Menurut BPS, PDRB atas dasar harga konstan 2010 pada jenis pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat dari Rp 15,56 triliun menjadi Rp 16,84 triliun. Sedangkan, PDRB atas dasar harga berlaku menurut jenis pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat dari Rp 21,67 triliun di 2016 menjadi Rp 25,79 triliun pada 2019. Dengan melihat data tersebut. Mustaqim optimis dengan adanya vaksinasi yang terus dilakukan dapat memperbaiki kondisi perekonomian daerah. “Kesehatannya bisa di-handle, ke depan perekonomian kita bisa lebih baik,” pungkasnya. (krv/fey/eny)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: