Cerita Getir Mantan Calon Independen: Dipersulit, Terdepak dari Arena Pilkada

Cerita Getir Mantan Calon Independen: Dipersulit, Terdepak dari Arena Pilkada

Achdian Nor saat ditemui DiswayKaltim.com di rumahnya, Jalan Telindung, Balikpapan. (Ariyansah/Disway Kaltim)

Balikpapan, DiswayKaltim.com - Dua tokoh yang pernah maju di Pilkada Balikpapan, sebagai bacalon kepala daerah bercerita. Tentang pengalaman getirnya. Saat maju tanpa kendaraan partai politik.

Niatnya sekadar menggunakan hak sebagai WNI. Untuk memberi kontribusi bagi daerah. Meramaikan kancah perpolitikan Balikpapan. Maju melalui jalur mandiri tanpa perahu politik. Lewat jalur independen.

Dua tokoh itu, Achdian Nor dan Abdul Hakim. Bacalon independen di Pilkada Balikpapan 2015. Achdian Nor, kala itu berpasangan dengan Abriantinus. Abdul Hakim, berpasangan dengan sang istri, Wahidah.

Perjalanan menuju pertarungan pilkada dua pasang bacalon independen itu sungguh "mesakke" alias sangat kasihan. Miris.

Musababnya, dua tokoh itu kandas di tengah jalan. Mereka tak lolos. Tepatnya, dipersulit. Lalu terdepak dari arena. Jauh sebelum pertandingan dimulai.

Saat itu alasan terdepak lantaran hasil verifikasi oleh KPU, dinilai kurang mendapat dukungan masyarakat. Mereka belum memenuhi presentase 7,5 persen dari jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) saat itu.

Padahal, menurut keduanya, mereka telah mengumpulkan dukungan masyarakat lebih dari syarat presentase. Yakni 7,5 persen dari DPT.

Pengalaman Achdian, perjuangan maju melalui jalur independen alias tanpa partai begitu berat. Menguras tenaga. Menguras hati. Selain syarat yang menurutnya cukup rumit.

Persoalan penggalangan dukungan masyarakat juga bukan hal mudah. Sabotase dukungan oleh oknum parpol dialaminya. Tekanan demi tekanan dirasakan.

"Tekanan dari oknum-oknum parpol agar kita tidak jadi maju. Pendukung kita disabotase. Dikondisikan. Oknum tokoh-tokoh parpol menekan kita agar tidak maju," kata Achdian Nor saat ditemui DiswayKaltim.com di rumahnya, beberapa hari lalu.

Soal sabotase, Achdian mengisahkan. Menurutnya kala itu para pendukung yang awalnya memberi support untuk maju perseorangan, tak mengakui lagi. Saat diverifikasi faktual oleh KPU.

"Ketika verifikasi, pendukung tak mau mengakui. Laporan yang kami terima, mereka sudah dikondisikan," ungkapnya. Ia merasa heran. Banyak kejanggalan. Halangan dan rintangan dilalui. Hari ke hari.

Padahal, alasan tak ingin menggunakan jalur partai karena ongkos politik yang dinilai terlalu mahal. Jalur independen dinilainya jauh lebih murah. Tapi rumit. Juga menguras tenaga. Mengganggu psikologis.

Belum lagi. Aturan yang dinilai tak berpihak. Tiap pemilu makin rumit. Seakan menutup ruang maju perseorangan. Seperti tahun ini. Syaratnya diperketat. Dalam PKPU terbaru, bernomor 15 tahun 2019. Jumlah dukungan jadi 8,5 persen dari DPT, plus syarat dukungan yang rumit selain KTP.

"Banyak kejanggalan yang kita lalui. Kita dibuat agar tak memenuhi syarat. Verifikasi faktual hanya tiga hari. Secara logika saja, itu tidak mungkin," ungkap Achdian.

Ia melanjutkan, pada dasarnya negara ini memberi kesempatan kepada tiap orang untuk maju. "Tapi teknis di lapangan saling sikut-sikutan. Oknum parpol mencegat," bebernya.

Pilkada 2020 nanti, alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ini tak lagi kepikiran maju melalui jalur independen. Pun kalau harus turun bertarung, jalur parpol yang dipilihnya.

"Independen sulit lolos. Tapi kalau kita berusaha bisa. Saya enggak maju lagi. Karena enggak mudah maju independen. Harus punya persiapan dari jauh-jauh hari," terangnya.

Calon independen Pilkada Balikpapan 2015, Abdul Hakim. (Ariansyah/DiswayKaltim)

Lain Achdian, lain pula Abdul Hakim. Niat maju di Pilkada Balikpapan 2020 melalui jalur independen, ada. Bahkan sudah koordinasi dengan KPU Balikpapan terkait aturan alias syarat-syarat terbaru. Apa saja yang harus disiapkan.

Namun demikian, Abdul Hakim juga punya cerita pahit di Pilkada Balikpapan 2015. Bersama sang istri kala itu.

"Dari aturan, kita dipersulit. Karena yang buat undang-undang/aturan kan orang politik juga. Dari parpol. Waktu itu (2015) kami lolos bacalon. Tapi enggak lolos verifikasi KPU," katanya kepada DiswayKaltim.com, Minggu (13/10/2019) malam.

Ya, soal waktu verifikasi faktual juga menjadi keluhan. Waktu yang singkat untuk verifikasi dinilai tak masuk akal. Tapi yang disalahkan peserta independen. Padahal aturan itu dibuat KPU, juga para politikus.

"Di lapangan, verifikasi faktual itu bagi kami imposible saja. Harus verifikasi, sementara petugas KPU kan terbatas. Yang diverifikasi, itu yang terhitung. Kalau tidak diverifikasi, dukungan tak terhitung. Bagi bacalon independen, itu sesuatu yang merugikan," katanya mengenang momentum pahit Pilkada 2015.

Kamis, 17 Oktober mendatang KPU berencana. Mengundang seluruh stakeholder Balikpapan. Untuk sosialisasi Pilkada melalui jalur perseorangan. Dengan syarat yang makin berat. Dan sudah diplenokan.

Aturan independen ini, tengah dibahas di Mahkamah Konstitusi. Setelah sejumlah calon independen dari beberapa daerah menggugatnya.

Pasal-pasal terkait persyaratan dinilai sangat memberatkan. Yakni dibutuhkan 6-10 persen dukungan menyesuaikan kondisi daerah. Khusus Balikpapan menetapkan 8,5 persen.

Para penggugat menuntut aturan lama independen dikembalikan. Yakni hanya cukup 3 persen sebagai syarat dukungan. Berlaku sama untuk semua daerah di Indonesia. (sah/rap)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: