Ujian Berat Biden dalam Pertarungan Geopolitik

Ujian Berat Biden dalam Pertarungan Geopolitik

Washington, nomorsatukaltim.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memenangkan Pilpres AS 2020 dan naik ke tampuk kekuasaan. Ia berjanji untuk memulihkan aliansi Amerika yang konon sedang melemah.

Para sekutu dibutuhkan untuk membantu AS dalam mengekang kebangkitan China, agresi Rusia, dan upaya balas dendam Iran. Namun dalam beberapa pekan terakhir, menurut opini Brandon J. Weichert di Asia Times, pemerintahan Biden justru telah mengasingkan para sekutu potensial di seluruh dunia. Sementara itu, China sedang memperluas jangkauannya ke setiap bagian Eurasia, melakukan berbagai upaya terbaik untuk menyingkirkan Amerika. Para pemimpin Amerika dari Partai Republik maupun Demokrat telah berfantasi tentang menciptakan “NATO Asia” yang dikenal sebagai Quadrilateral Alliance atau Quad. Jepang, Australia, India, dan Amerika akan menjadi basis aliansi, yang didasarkan pada pembendungan kebangkitan China dan memaksa China untuk mematuhi “tatanan internasional berbasis aturan”. India sebelumnya menolak seruan Amerika untuk membentuk Quad. Namun setelah China melancarkan serangan tanpa alasan ke perbatasannya tahun 2020, India mulai mendukung keberadaan aliansi tersebut. Salah satu alasan India awalnya menolak Quad adalah komitmen kuat negara itu terhadap independensi nasional. Para pemimpin India tidak pernah ingin terlalu bergantung pada negara asing mana pun untuk keamanan nasional. Itu adalah hasil yang dapat dimengerti dari pengalaman India selama berabad-abad sebagai koloni Kerajaan Inggris. Jadi, meski India berusaha untuk bergerak lebih dekat ke orbit kuat Amerika di kawasan Indo-Pasifik, para pemimpinnya juga menjaga hubungan persahabatan dengan saingan Amerika lainnya di Eurasia: Rusia. India ingin membeli sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia. AS khawatir hal itu akan mencegah upaya berbagi teknologi yang memungkinkan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mempertahankan keunggulannya. Perselisihan antara para pemimpin India dan Amerika terjadi pada Maret 2021. Saat itu pemerintahan Biden dilaporkan mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada India jika negara itu tetap melanjutkan pembelian sistem pertahanan udara Rusia. Untungnya, AS menarik kembali ancamannya. Sayangnya, hubungan kedua negara sepertinya sudah pecah. Sementara itu, India berusaha untuk bersaing dengan China demi mendapatkan kekuasaan di Samudra Hindia. China berusaha memperluas jangkauannya ke barat—menghubungkan kekuatan China di Pasifik dengan kepentingan China di Afrika. India memiliki masalah dengan hal itu dan melawan klaim teritorial China dengan klaimnya sendiri. Bagi para pemikir rasional mana pun di Amerika, langkah India yang penuh keberanian ini harus didorong. Apa yang dianggap baik bagi kepentingan China juga harus dianggap baik bagi kawasan Indo-Pasifik. Namun, pemerintahan Biden memerintahkan operasi kebebasan navigasi (FONOP) yang agresif bukan untuk melawan saingannya di kawasan tersebut. Melainkan terhadap calon sekutunya: India. India akan terus waspada akan geopolitiknya. Bertanya-tanya apakah Amerika dapat diandalkan sebagai mitra dalam jangka panjang. Sayangnya, faktanya tidak demikian. Terutama karena AS dan para sekutu bukanlah teman yang dapat diandalkan India. “Tanpa India di pihak Amerika di kawasan Indo-Pasifik, tugas yang sudah menakutkan untuk menahan kebangkitan China akan menjadi hampir tidak mungkin,” kata Weichert di Asia Times. Langkah AS mendesak dan mempermalukan India sebagai sekutu potensial adalah tindakan kontraproduktif. Namun, menyodok para sekutu telah menjadi ciri khas pemerintahan Biden. Penghinaan pemerintahan mantan Presiden Trump sebagian besar bersifat dangkal. Upaya pemerintahan Biden tampaknya tajam dan bertahan lama. * Sementara itu, rekaman percakapan antara perwakilan administrasi Biden dan mantan Menteri Luar Negeri AS di bawah mantan Presiden AS Barack Obama John Kerry membagikan informasi rahasia tentang operasi militer Israel di Suriah yang ditujukan terhadap aset Iran di sana dengan duta besar Iran untuk PBB. Ini semua adalah bagian dari pengaturan ulang pemerintahan Biden dengan Iran yang kurang tepat, yang ternyata membuat AS menyingkirkan sejumlah sekutu jangka panjangnya di Timur Tengah. Mereka terutama ialah Israel yang demokratis tetapi juga negara-negara Arab. Aliansi pembagian intelijen AS-Israel adalah keuntungan utama dalam Perang Global Amerika Melawan Teror secara keseluruhan. Tindakan Kerry mungkin saja merusak hubungan itu. Weichert berargumenpemerintahan Biden telah sepenuhnya merusak hubungan Amerika yang sudah sekarat dengan Turki dengan menyatakan bahwa Turki, sesuai kenyataannya, melakukan genosida Armenia selama Perang Dunia I. Dengan secara terbuka mengakui apa yang jelas merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia paling parah di abad ke-20, Biden telah menempatkan pemimpin Turki Presiden Recep Tayyip Erdogan, dalam posisi defensif. Turki adalah sekutu NATO. Kehilangan Turki, yang merupakan kemungkinan nyata setelah bertahun-tahun diabaikan dan salah urus oleh pemerintahan Amerika berturut-turut, akan meningkatkan ketidakstabilan di Timur Tengah dan Eropa. Lebih jauh, mengasingkan Turki akan memberdayakan Rusia, China, dan Iran. Ketiganya telah saling menjalin hubungan erat selama lebih dari dekade terakhir. Meskipun genosida Armenia merupakan sejarah tragis, mengakuinya di depan umum pada saat ini adalah tindakan bodoh di pihak Biden. Turki terbukti penting dalam membantu membendung Iran di Timur Tengah. Turki juga bisa digunakan untuk menyeimbangkan kebangkitan Rusia. Kedua prospek tersebut sekarang tidak mungkin. Suatu hal lebih mungkin adalah Turki akan menetapkan jalur terpisah dari NATO dan Amerika. Dengan melakukan itu, Turki akan membantu China, Rusia, dan Iran memperkuat aliansi otokrat anti-Amerika di Eurasia sambil melemahkan aliansi Barat. Weichert menyimpulkan, tindakan salah langkah Biden telah membantu memberdayakan para otokrat anti-Amerika di Eurasia yang rencananya ingin dilawan. Saat ini, AS sedang berupaya mempertahankan posisinya di atas sistem internasional. Jadi, sebagai pemain defensif, AS harus memainkan permainan dengan benar hampir sepanjang waktu. Bagaimanapun, musuh-musuh Amerika hanya perlu melakukan suatu tindakan dengan benar satu kali saja. Kesalahan Biden telah membunuh Amerika dalam permainan geopolitik besar abad ke-21. (mmt/qn) Sumber: Salah Langkah, Biden Rugi Bandar Dimusuhi Bejibun Negara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: