Kartini di Masa Pandemik

Kartini di Masa Pandemik

DUA tahun sudah kita memperingati Hari Kartini dalam kondisi pandemik. Wabah penyakit yang terjadi secara luas didunia membuat perempuan kembali ke rumah masing-masing. Perempuan Indonesia bahkan perempuan dunia diminta di rumah saja. Demi memutus mata rantai penyebaran COVID-19, perempuan yang terbiasa bebas  keluar rumah untuk belajar, bekerja, dan aktivitas dalam rangka  mengaktualisasikan diri, dipaksa di rumah saja. Terpingit, terkurung oleh keadaan. Kebebasan mobilitasnya tercabut. Pengorbanan perempuan masa kini rela raganya terkungkung  dalam rumah demi kesehatan dan keselamatan bersama.

Belum dengan  anak anak yang tadinya diasuh oleh sekolahan, dikembalikan ke rumah  kepangkuan ibunya masing-masing. Anak anak belajar dari rumah menjadikan perempuan yang berstatus ibu harus berperan ganda. Sebagai ibu rumah tangga, banyak perempuan bekerja di luar rumah pun terpaksa “dirumahkan”. Dengan kondisi pandemi yang belum berakhir banyak perempuan yang berperan ganda. Sebagai ibu, guru dan menyelesaikan pekerjaan rumah lainnya. Mengeluh dengan keadaan, merasa tak sanggup mendampingi anak anaknya, menyalahkan keadaan hingga akhirnya tidak patuh dan cuek dengan aturan simbol keputusasaan dengan kondisi pandemik. Ada sebagian yang merasa seperti hidup di jaman Ibu Kartini. Dikurung, dipingit dan tidak bisa bebas. Di masa-masa terpingit dan terpasung, perempuan diajak untuk kembali merenungi kembali cita cita Kartini. Yang selama ini mungkin terlena dengan kata emansipasi dan  kebebasan perempuan, diajak kembali untuk merenungi cita-cita Kartini yang sebenarnya. Emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju. Mengutip European Institute for Gender Equality (EIGE), emansipasi wanita adalah proses, strategi dan berbagai upaya yang digunakan perempuan untuk membebaskan diri dari otoritas dan kontrol laki-laki dan struktur kekuasaan tradisional. Emansipasi wanita tidak semata-mata berfokus pada kesetaraan antara hak laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam beragam bidang. Makna sebenarnya dari emansipasi wanita, yaitu tentang bagaimana wanita dapat berkembang dan maju dari waktu ke waktu, tanpa menghilangkan jati dirinya. Dengan memahami makna emansipasi wanita seutuhnya, wanita turut serta memberikan emansipasi bagi masyarakat dan negara. Kartini menulis dalam suratnya yang ditujukan untuk sahabatnya. Bukan laki-laki yang hendak kami lawan, melainkan pendapat kolot dan adat usang. Tak ada alasan perempuan masa kini merasa terpingit dan terkungkung. Ibu Kita Kartini jauh hari sudah berpesan.“Tubuh boleh terpasung, tapi jiwa dan pikiran harus terbang sebebas-bebasnya.“ Perempuan masa kini walau raga terkurung tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan dirinya. Banyak sarana untuk menebarkan ide, kreativitas, pemikiran dan aktualisasi diri sebagai wujud kontribusi dan keterlibatan dalam memberikan solusi dalam masyarakat. Kartini masa kini hidup di dua dunia, dunia nyata  dan dunia maya. Menjalankan peran domestik dunia nyata  dibantu dengan teknologi. Menjalankan peran madrasah/sekolah bagi  anak anak belajar terbantu dengan banyaknya  informasi, aplikasi edukatif, kurikulum sekolah rumah yang kesemuanya sangat luas tersebar di internet. Menjalankan roda perekonomian  keluarga masih bisa disiasati  dengan mencari peluang di media sosial . Pengorbanan kita para perempuan yang  rela dan ikhlas dirumahkan oleh keadaan ini layak disebut sebagai garda terdepan dalam masa pandemi ini. Kita para perempuan yang menjadi orang pertama menjaga anak anak dan keluarga dari penularan COVID-19. Kita perempuan mempunyai kontribusi nyata memutus mata rantai penularan penyakit. Mendididik anak dan mengingatkan keluarga ber perilaku hidup sehat, mengingatkan memakai masker, pembiasaan mencuci tangan, menyediakan asupan makanan bergizi, mencukupi kebutuhan seisi keluarga. Dalam buku yang berisi kumpulan surat surat Kartini untuk sahabat sahabatnya, salah satunya tertulis “ Seorang perempuan yang mengorbankan diri untuk orang lain, dengan segala rasa cinta yang ada dalam hatinya, dengan segala bakti, yang dapat diamalkannya, itulah perempuan yang patut disebut sebagai "ibu" dalam arti sebenarnya." Ibu Kartini saat dalam kungkungan budaya yang tidak memungkinkan masa itu untuk bergerak, tetapi bisa menjangkau dunia dan berkontribusi. Sekecil apapun kita harus menjadi solusi. Perempuan adalah bagian dari solusi. Perempuan adalah bagian dari solusi. Tak ada alasan untuk mengeluh, banyak hal yang harus kita syukuri. Kesulitan kesulitan yang kita alami sekarang semoga menjadi batu loncatan meraih kehidupan yang lebih baik. Selalu kita ingat pesan Kartini. Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dahulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu. Dalam tahun kedua perayaan Hari Kartini dimasa pandemik ini, selalu optimis bahwa badai akan segera beralalu. Terlebih perayaan Hari Kartini tahun ini bertepatan dengan bulan Ramadan. Bulan penuh berkah. Doa doa akan diijabah oleh Allah. Selalu lantunkan doa-doa agar pandemik segera berakhir, kehidupan kembali seperti sediakala bebas beraktivitas mengaktualisasikan diri dalam kebaikan. Selalu berprasangka baik dan optimis seperti optimisnya R.A Kartini , bahwa  Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam. Selamat Hari Kartini. (*/Sekertaris POKJA IV TP PKK Berau)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: