Sering Langgar Aturan, Izin Kapal Barang Terancam Dibekukan

Sering Langgar Aturan, Izin Kapal Barang Terancam Dibekukan

Kubar, nomorsatukaltim.com - Izin trayek kapal barang Sungai Mahakam di Bumi Etam terancam dicabut. Hal ini dilatarbelakangi dengan sejumlah kasus kecelakaan sungai yang selama ini terjadi. Dinas Perhubungan (Dishub) Kubar banyak temukan pelanggaran yang dilakukan para pemilik kendaraan taksi Sungai Mahakam itu.

Salah satu contoh tidak melaporkan jumlah muatan barang yang sesuai ketentuan berlayar. Persoalan ini telah berlangsung lama, kata Kepala UPT Pelabuhan Melak, Jumadi saat diwawancarai media ini, waktu itu. Ia sangat menyayangkan sikap pemilik kapal kerap mengabaikan kewajiban laporan dimaksud. Pemberian sanksi sebenarnya hendak saja diberikan. Andai kewenangan di tangannya. Sayangnya itu milik provinsi. "Sudah sering di tegur, tapi mereka malah tidak tahu-menahu. Peran dari Kantor Syabandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda ini lah yang beri sanksi. Ya karena cuman mereka yang berwenang memberi sanksi pemilik kapal, baik itu izin trayeknya dicabut, ya itu urusan mereka,” tukasnya. Sebab, selama ini banyak aturan kapal yang harus dilakukan terabaikan. Sejatinya, aturan tersebut sangat berpengaruh terhadap risiko berlayar. Kemudian pula, hal wajib diketahui pemilik kapal di antaranya tentang UU Nomor 17 Tahun 2008 setiap kapal yang memasuki pelabuhan wajib menyerahkan surat, dokumen, dan warta kapal kepada Syahbandar saat itu juga pada ketika tiba di pelabuhan. Nakhoda, pemilik kapal barang, serta operator kapal juga melapor kepada Syahbandar mengenai kedatangan itu. Khusus untuk warta kapal, Nakhoda wajib mengisi, menandatangani, sampai menyampaikannya sendiri kepada Syahbandar. Namun, mesti dicatat, Pasal 137 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Nakhoda tidak bertanggung jawab atas keabsahan maupun kebenaran materil dokumen terkait muatan kapal. Selanjutnya, Nakhoda wajib memastikan bahwa kapalnya telah memenuhi persyaratan kelaiklautan. Pada tahap inilah, terlihat peran paling krusial dari seorang Nakhoda. Apabila ternyata kondisi kapal diketahui tidak layak, Nakhoda berhak menolak melayarkan kapal, begitu pula sebaliknya. Atas kondisi itu, Nakhoda memberitahukannya kepada pejabat pemeriksa keselamatan kapal. Bisa diperlukan, pemilik, operator kapal, dan Nakhoda diminta turut membantu proses pemeriksaan dan pengujian kapal itu. Di sini, nakhoda biasanya akan merasa dilema. Di satu sisi ia secara etika diminta untuk menolak dalam hal kondisi kapal yang tidak layak, tapi di sisi lain lazimnya si pemilik kapal kadangkala tidak menghiraukan hal ini. Untungnya, undang-undang mengatur bahwa pemilik ataupun operator kapal wajib memberi keleluasaan kepada Nakhoda yang menolak untuk berlayar. Hal itu tegas diatur dalam Pasal 138 ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2008. Juga patut diketahui, Nakhoda yang tetap melayarkan kapalnya padahal ia mengetahui bahwa kapal barang itu tidak dalam kondisi laik, ia sebagaimana Pasal 302 UU Nomor 17 Tahun 2008 terancam pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 400 juta. Bila terpaksa melayarkan dan malah mengakibatkan kerugian harta benda, Nakhoda itu dapat pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta rupiah. Bahkan, jika sampai mengakibatkan kematian, ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar siap menunggu. (luk/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: