Perkokoh Perlindungan Perempuan, Terus Perkuat Arus Dukungan

Perkokoh Perlindungan Perempuan, Terus Perkuat Arus Dukungan

OLEH: AJI MIRNI MAWARNI*

Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat, telah terjadi 216 kasus kekerasan seksual pada 2020. Sementara pada 2019, terdapat 200 kasus. Kasus kian melonjak kala pandemi COVID-19 menerjang.

Secara nasional, berdasarkan Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), pada 2020 tercatat sebanyak 6.209 kasus kekerasan seksual dari 14.495 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan. Sementara di 2021, tercatat 426 kasus kekerasan seksual dari 1.008 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan. Angka-angka ini belum menggambarkan kondisi riil. Kasus kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es—hanya sedikit yang tampak di permukaan. Sejumlah pakar mengatakan, isu kekerasan seksual berakar dari berbagai faktor yang kompleks. Ada faktor eksternal berupa ekonomi, lingkungan, pergaulan, dan interaksi di medsos. Ada pula faktor internal di keluarga seperti psikologis, biologis, penanaman nilai, hingga standar moral. Penanganan isu krusial ini membutuhkan upaya menyeluruh, baik preventif maupun represif, beserta sinergi seluruh lapisan masyarakat. Termasuk pencegahan oleh lingkungan terdekat. Pastinya, perlindungan anak merupakan tanggung jawab kemanusiaan seluruh lapisan masyarakat. Diusulkan sejak 2012 oleh Komnas Perempuan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) akhirnya masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, per 23 Maret 2021. Setidaknya, kondisi ini memperlihatkan keberpihakan negara terhadap korban kekerasan seksual. Juga menggambaran bahwa parlemen telah menyerap aspirasi kaum perempuan yang menginginkan payung hukum dan perlindungan negara di tengah berbagai ancaman kekerasan seksual. Kami, Pengurus Kaukus Perempuan Parlemen RI (KPPRI), terus mengajak semua lapisan dan elemen perempuan di daerah untuk menggaungkan bahwa agenda perlindungan perempuan membutuhkan payung hukum. Tidak hanya regulasi di level nasional. Tapi juga di level lokal. Kami meyakini setiap perempuan anggota legislatif di daerah siap berperan di komisi masing-masing dalam memperjuangkan keadilan bagi perempuan. KPPRI juga terus memperluas jejaring di daerah. KPPRI pun menyusun daftar prioritas RUU yang perlu mendapatkan pengawalan. Juga membangun kelembagaan KPPRI sebagai rumah pergerakan perempuan. KPPRI terus memperkuat jejaring dan konsolidasi internal, plus membangun kerja sama dengan banyak pihak, baik untuk agenda internal maupun agenda publik. Secara makro, dukungan untuk pemberdayaan perempuan dan anak harus diperkokoh secara formal dalam RPJMN. Terkait rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kaltim, sejumlah agenda perlu diperkuat. Pertama, memaksimalkan dukungan pemerintah daerah. Di antaranya meningkatkan fasilitasi kegiatan-kegiatan pelatihan, baik yang melalui kelurahan atau Dinas Pemberdayaan Perempuan. Kedua, penguatan kampanye kaum perempuan untuk meningkatkan literasi secara luas. Ketiga, perlu sinergitas anggota legislatif perempuan di Senayan hingga provinsi dan kabupaten/kota dalam upaya peningkatan kepedulian publik mengenai perempuan dan politik, serta meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik. Bila pemahaman perempuan semakin baik terhadap politik, mereka bisa memperkuat fungsi kontrol—selain elemen mahasiswa—terhadap lahirnya kebijakan. Tepat di Hari Kartini 2021, saya melihat sebagian kalangan masih memaknai emansipasi secara tidak tepat. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah sikap “berani” perempuan terhadap laki-laki—khususnya remaja—dalam mengungkapkan perasaan cinta dengan alasan emansipasi. Banyak pula perempuan yang melanggar komitmen dengan suami ketika mereka aktif di luar rumah. Saat ini, di semua bidang pekerjaan selalu ada perempuan. Tak hanya kualitas yang diperhitungkan. Namun perempuan juga harus memberikan manfaat bagi orang banyak. Dalam rumah tangga, sang ibu harus tangguh dan berkualitas. Karena ia berperan kuat membentuk karakter anak-anaknya. Perlu diingat, yang diperjuangkan Kartini adalah kesetaraan memperoleh pendidikan bagi perempuan. Alhamdulillaah, keluarga saya tak pernah membedakan pendidikan terhadap anak laki-laki dan perempuan. Kami memiliki kesempatan yang sama meraih pendidikan setinggi-tingginya. Bahkan orang tua saya memberikan ruang yang sama bagi kami dalam mengemukakan pendapat. (*Anggota MPR RI)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: