Beda Sikap Partai Berlabel Islam soal Koalisi Poros Tengah
SIKAP partai politik di Parlemen Senayan beragam dalam menanggapi rencana pembentukan koalisi poros partai Islam untuk menghadapi Pilpres 2024.
Sekretaris Jenderal DPP PKS, Aboe Bakar Al-Habsyi, menyatakan penyelenggaraan Pilpres 2024 masih lama. Menurutnya, kemungkinan penjajakan untuk membentuk poros partai Islam di Pilpres 2024 masih terbuka. “Penjajakan-penjajakan ini masih ada 2,5 tahun atau 3 tahun. Eh 2,5 tahun. Sangat memungkinkan (bentuk poros partai Islam),” kata Aboe dalam konferensi pers di Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Rabu (14/4) lalu. Dalam kesempatan yang sama Sekjen DPP PPP Arwani Thomafi pun mengungkap soal kemungkinan membentuk poros partai Islam bersama PKS. PPP, kata dia, terbuka untuk berbicara dengan PKS tentang sistem kepemiluan agar Pemilu 2024 lebih dinikmati semua pihak. “Masyarakat dan parpol dan semua pihak. Saya kira tentu kita terbuka untuk bicara dalam berbagai sisi untuk menuju tatanan 2024 lebih baik,” kata dia. Merespons hal itu, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid membuka kemungkinan pihaknya mendukung wacana tersebut. Jazilul mengatakan, rencana ini harus digagas serius dan punya arah yang jelas untuk masyarakat. “Terbuka kemungkinan untuk mendukung dan bergabung bila wacana ini digagas dengan serius dan memiliki arah dan format yang jelas bagi perubahan masa depan Indonesia,” kata Jazilul. Selain itu, Jazilul menilai wacana tersebut bisa membangun poros kekuatan demokrasi baru di Indonesia. Salah satunya dengan menawarkan ide dan pelbagai program keumatan yang lebih baru. “Tentunya tidak berhenti pada wacana yang mengawang-awang,” ujarnya. Satu-satunya parpol Islam di Senayan yang menolak adalah Partai Amanat Nasional (PAN). Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi dengan tegas menyatakan pihaknya tak akan bergabung dalam rencana koalisi poros partai Islam yang hendak digagas PKS dan PPP tersebut. “PAN tidak akan ikut wacana poros Islam,” kata Viva, Kamis (15/4). Dia menyebut semua pihak harus hati-hati menggunakan politik identitas berbasis agama sebagai merek untuk 'dijual' ke publik. Menurutnya, simbol agama tak perlu dibawa-bawa dalam politik Indonesia. “Karena dapat menyebabkan keretakan kohesivitas sosial dan dapat mengganggu integrasi nasional,” ujarnya. Viva menilai wacana koalisi partai berbasis agama akan memunculkan antitesis poros lain yang berbasis non-agama. Menurutnya, kondisi politik semacam ini tentu ahistoris dan tidak produktif bagi kemajuan bangsa Indonesia. “Sebaiknya wacananya diarahkan ke adu ide dan gagasan untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan sumber daya manusia unggul, memperbaiki kesehatan dan perekonomian nasional,” katanya. “Bukan politik prosedural atau rutinitas. Tetapi berpolitik yang substantif dan produktif,” ujar Viva. Partai Islam di luar parlemen juga memiliki sikap yang berbeda-beda. Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mendukung terbentuknya poros tengah yang berisikan koalisi parpol Islam di Pemilu 2024 mendatang. Hal itu dikatakannya untuk merespons bertemunya elite PKS dan PPP yang salah satu hasilnya membuka peluang membentuk koalisi poros partai Islam untuk menghadapi Pilpres 2024. “Saya menyambut baik pertemuan PKS dan PPP kemarin yang mulai membahas pembentukan poros tengah partai-partai Islam. Pemilu masih tiga tahun lagi. Namun lebih cepat membahas hal di atas akan lebih baik,” kata Yusril. Yusril menjelaskan, dalam Pemilu 2019 lalu ada tiga partai Islam yang ikut serta: PKS, PPP dan PBB. Ia menyarankan agar PKS dan PPP yang mulai mengambil inisiatif untuk membentuk poros tengah partai-partai Islam karena punya wakil di DPR saat ini. “PBB akan ikut aktif dalam pertemuan-pertemuan lanjutan yang nanti akan diadakan,” kata dia. Menilik ke belakang, Yusri mengakui bahwa gagasan untuk menyatukan partai-partai berhaluan Islam memang tidak mudah. Sebab, partai sering kali terpecah karena perbedaan kepentingan politik praktis di lapangan. Bukan soal ideologi atau prinsip perjuangan. Melihat hal itu, Yusril mengusulkan untuk menyatukan partai-partai Islam dimulai dengan pembentukan koalisi partai sejak saat ini. Koalisi itu, kata dia, harus mendapat legitimasi undang-undang baik lewat UU Parpol maupun UU Pemilu. Sementara itu, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) dan Partai Ummat mengkritik wacana PKS dan PPP untuk membentuk koalisi partai politik berhaluan Islam dalam menghadapi Pemilu 2024. Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfudz Siddiq mengatakan, pembentukan koalisi partai Islam hanya sebatas untuk pemilihan presiden terlalu pragmatis. Senada, inisiator Partai Ummat Agung Mozin tak memahami wacana koalisi partai-partai Islam di Pemilu 2024 mendatang. Menurutnya, gagasan ini merupakan kepanikan PPP yang mulai ditinggalkan oleh pendukungnya. “Saya ingin mengingatkan saja kepada pemilih umat Islam. Agar jeli membedakan mana loyang mana yang emas pada pemilu 2024 nanti,” kata Agung. (cnn/qn) Sumber: Wacana Poros Partai Islam dan Peta Dukungan Parpol di SenayanCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: