Konflik Wailawi Ancam Produksi Gas Kaltim

Konflik Wailawi Ancam Produksi Gas Kaltim

PENAJAM, nomorsatukaltim.com – Konflik antara Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dengan PT Benuo Taka Wailawi (BTW) bisa berdampak serius terhadap produksi gas Kaltim.

Blok Wailawi yang hanya berjarak tak lebih 2 kilometer dari Kantor Bupati PPU, memiliki potensi 7 mmscfd (juta standar kaki kubik per hari). Jumlah produksi yang cukup signifikan bagi sumur tua. Baca juga: Prahara Sumur Wailawi Belum Usai Lantaran posisi Blok Wailawi yang cukup strategis, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Kalimantan Sulawesi berharap perselisihan segera diakhiri. Senior Manager Humas SKK Migas Kalimantan-Sulawesi, Sebastian Julius mengatakan, SKK Migas tidak ikut dalam perselisihan itu. Seusai permintaan kedua pihak, SKK Migas memfasilitasi pertemuan antar keduanya. “Dalam hal ini, SKK Migas tentu berharap bisa tercapai kesepakatan. Sehingga semuanya bisa sama-sama diuntungkan. Yang pada akhirnya, keuntungan itu untuk masyarakat PPU juga. Lewat adanya operasi hulu migas, sumber daya alam (SDA) yang ada di daerahnya itu tetap berjalan,” kata Sebastian. Terkait surat yang dilayangkan Pemkab PPU, Sebastian menjelaskan surat pertama salah kirim. Yang kedua, baru sampai ke Kantor Perwakilan SKK Migas Kalsul di Balikpapan. "Kami menerima surat yang dikirimkan Pemkab PPU. Kami di SKK siap memfasilitasi, dan hingga saat ini masih berlangsung (mediasi) itu," kata Sebastian lagi. Pertemuan itu sudah berlangsung dua kali di kantor SKK Migas, tanpa kesepakatan. Sebagai pengingat, proyek workover itu mulai dikerjakan pada awal Februari 2021. Projek ini masuk dalam perencanaan program work and budgeting 2021 yang ditetapkan bersama SKK Migas. Dalam praktiknya, PT BTW menunjuk dua sub kontraktor. Yaitu PT Surveyor Indonesia Persero dan PT Tridiantara Alvindo (SITA). Baca juga: Pemkab PPU Hentikan Paksa Proyek Sumur Gas Bekas Namun pada 17 Maret 2021, jajaran Pemkab PPU dipimpin Plt Sekkab PPU Muliadi menggeruduk pekerja di sumur 4 Wailawi. Aktivitas diminta untuk dihentikan. Satpol-PP PPU yang ikut dalam rombongan juga diminta untuk melakukan penyegelan. Berhentilah aktivitas kala itu. Sekira dua pekan berselang, ternyata aktivitas dilanjutkan pada pekerja. Ya karena berdasarkan instruksi atasannya. Mencium itu, Pemkab PPU untuk kedua kalinya datang lagi ke lokasi yang sama. Dipimpin Kepala Bagian Ekonomi, Durajat, meminta klarifikasi dasar dari pekerja melakukan aktivitas. Awalnya, SKK Migas Kalimantan-Sulawesi tak tahu menahu dengan adanya peristiwa ini. Sebelum surat itu sampai. Dalam hal ini, terang Sebastian, tentu tidak diharapkan aktivitas itu terkendala. Karena satu sisi, SKK Migas ditugasi memenuhi target pertahun produksi gas dari keseluruhan blok. Khusus untuk Blok Wailawi targetnya 7 mmsfcd. Melalui hasil perhitungan potensi yang ada. "Kalau mau dibilang mengganggu, ya pasti terganggu. Kalau dari target itu 7 MM, walaupun target nasional kami memang 7 ribu MM, tetaplah berpengaruh. 1 atau 2 MM, ya tetap berpengaruh," sebutnya. Meskipun, potensi itu tidak hilang jika tidak dikeluarkan dari perut bumi. Tapi tetap saja jika bisa hal itu tidak terjadi. "Kan sangat disayangkan. Tetapi yang kita inginkan, agar masyarakat PPU itu bisa menikmati hasil ini. Makanya kita fasilitasi agar bisa menemukan jalan keluar," imbuhnya. Perseteruan jelas melahirkan konsekuensi. Apalagi jika tak juga ditemukan pangkal kesepakatannya. "Belum bisa dipastikan saat ini (konsekuensinya). Tapi konsekuensi pasti ada, kalau mentok, yang akhirnya perusahaan tidak bisa bekerja. Tapi itu semua tergantung Menteri ESDM," ungkapnya. "Cuma jangan sampai ke situlah. Karena kita ingin juga. Kita lihat dulu perkembangannya bagaimana ini," tandasnya. PT Benuo Taka Wailawi merupakan kontraktor yang awalnya ditunjuk pemerintah. Yang menandatangani production sharing contract dengan SKK migas dan Menteri ESDM sejak 2017. Perusahaan melanjutkan pekerjaan sebelumnya yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah (Perusda) Benuo Taka. Melalui Perda Nomor 4 Tahun 2003, Pemkab PPU membentuk Perusda Benuo Taka pada 17 Desember 2003. Perusda itu memiliki divisi migas yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan disiapkan bersaing dalam lelang pengelolaan Blok Wailawi. Setelah kontrak antara Perusda Benuo Taka dengan Pemerintah Pusat terkait pengelolaan Blok Wailawi berakhir di 2015. Maka perpanjangan berikutnya Perusda Benuo Taka diwajibkan membentuk perusahaan yang khusus mengelola Hulu Minyak dan Gas. Oleh karena itu pada tahun 2012 Perusda Benuo Taka melakukan perjanjian dengan PT Centre Energy Petroleum Limitedhongkong dan PT Multi Guna Sarana untuk membentuk satu perusahaaan konsorsium (perusahaan patungan). Sehubungan dengan perjanjian yang dilakukan oleh Perusda Benuo Taka dengan dua perusahaan tersebut di atas, maka di bentuklah PT BTW berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2012. Sebagai jawaban dari tuntutan pengembangan sektor Hulu Migas. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 dan Peraturan Bupati Nomor 34 Tahun 2012, PT BTW merupakan anak perusahaan di mana Perusda Benuo Taka merupakan pemegang saham mayoritas. "Terlepas dari itu semua, semoga ditemukan kesepakatan dan kesepahaman di internal. Agar hasilnya ini bisa dinikmati bersama-sama," pungkas Sebastian. Konflik ini mencuat ketika Sekretaris Kabupaten PPU, Muliadi menghentikan dengan menyegel area pengerjaan workover sumur bekas PT Vico Indonesia itu.  (rsy/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: