Pertanyakan Proses Ganti Rugi Lahan Tol Balsam, GMNI Geruduk DPRD Balikpapan
BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com – Persoalan pembayaran ganti rugi lahan warga yang terdampak pembangunan Tol Balikpapan-Samarinda atau Tol Balsam tak kunjung tuntas. Berlarutnya persoalan ini memancing mahasiswa di Balikpapan turut bergerak. Salah satunya dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Organisasi kemahasiswaan ini melakukan aksi demonstrasi di halaman gedung DPRD Balikpapan, Senin (12/4/2021) pukul 14.30 Wita. Datang dengan umbul-umbul khas GMNI, sejumlah mahasiswa memenuhi ruas jalan depan pintu utama gedung DPRD Balikpapan. Sedikitnya, ada 20 orang anggota GMNI yang berunjuk rasa. Humas massa aksi, Meikel Arruan mengatakan, sejak awal pembangunan jalan tol, warga di sekitar kilometer 23 Balikpapan Utara sudah menerima ketidakjelasan terkait hak pembayaran atas lahan mereka. Tertahannya uang ganti rugi akibat legalitas tanah yang rupanya merupakan hutan lindung. Sehingga tak mudah begitu saja untuk dilakukan pembayaran. Baca juga: Masalah Lahan Tak Kunjung Kelar, Wamen ATR/BPN Tinjau Tol Balsam "Ada 39 dari 41 persil (bidang) yang harus segera dituntaskan Pemerintah Kota Balikpapan melalui BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kota Balikpapan. Mengingat sebentar lagi jalan tol seksi 1 ruas Balikpapan-Samboja tersebut akan segera diresmikan," ujar Meikel, Senin (12/4/2021). Lanjut Meikel, hal tersebut menjadi keresahan tersendiri bagi pihaknya, melihat warga Balikpapan yang hidup dan telah berpenghasilan melalui kebun yang ditanami. "Kasihan warga yang menanti kejelasan soal ganti rugi lahan ini. Mereka sudah tidak bisa lagi berpenghasilan dari lahan mereka yang sudah menjadi aspal itu," jelasnya. Kedatangan sekumpulan mahasiswa ini disambut oleh Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Balikpapan, Andi Arif Agung. Dirinya terlihat menyimak yang diutarakan oleh mahasiswa secara bergantian. Sempat terjadi debat kusir antara mahasiswa dengan Andi Arif Agung, meski demikian mereka memutuskan untuk menunggu kedatangan pihak BPN ke gedung DPRD Balikpapan. Andi mengatakan, dirinya belum mengetahui secara detail permasalahan yang disampaikan oleh GMNI. Sebab menurutnya, harus jelas terkait persoalan antar warga maupun dari BPN sendiri. "Ini mau ganti rugi lahan, lahan yang mana. Kita belum pernah tahu, makanya kalau seperti ini situasinya, ranahnya BPN, tinggal kita tarik BPN," ujar Andi Arif Agung yang juga anggota Komisi I DPRD Balikpapan. Meski demikian, DPRD siap memfasilitasi pertemuan antara warga terdampak dan terlapor untuk mencarikan solusinya. "DPRD siap fasilitasi. Kita akan tunggu sebagaimana permintaan teman-teman mahasiswa, akan kita tunggu kejelasan BPN," jelasnya. Baca juga: Akan Beroperasi saat Lebaran, Berikut Ragam Perkara Tol Balikpapan-Samarinda Rencananya, DPRD akan segera memanggil BPN Balikpapan untuk mengetahui status lahan warga yang sudah menjadi jalan tol tersebut. "Ya akan kita panggil BPN-nya, jelaskan sampai di mana prosesnya," tutup Andi Arif Agung. Diberitakan sebelumnya, berlarutnya masalah di jalur bebas hambatan ini lantaran BPN Balikpapan tak bisa mengeluarkan surat pengesahan. Alasannya, lahan warga masih berstatus kawasan Hutan Lindung. “Sebelum adanya konsinyasi itu, ada proses panjang. Validasi data, pematokan hingga verifikasi lagi sampai masuk persidangan.” “Pada akhirnya ada putusan Pengadilan yang menyatakan warga berhak mendapat ganti rugi atas lahan itu,” kata salah satu warga, Pangeran. Pria yang sudah menggarap lahan di kawasan Karang Joang itu sudah bermukim dan berladang sejak 1960. Ditambah lagi kedatangan para transmigran dari Sulawesi dan Jawa. Sejak ramainya aktivitas di kawasan itu, pada 1996 warga berinisiatif mengurus legalitas tanah. “Tapi tidak bisa terwujud. Padahal sejak orang tua kami mendiami kawasan itu, statusnya tidak ada. Apalagi, tahun 1965 warga transmigrasi ditaruh di situ juga,” ujar Pangeran, baru-baru ini. Sejak saat itu ia bersama pemilik lahan mulai aktif mencari tahu cara mengurus legalitas. Berbekal hak garap dan segel, warga mengurus menjadi sertifikat. Selama bertahun-tahun. Bahkan surat legalitas warga terkendala status hutan lindung. “(Padahal) Hutan lindung itu dulunya ada di Balikpapan Baru hingga RSKD (Rumah Sakit Kanudjoso Djatiwibowo). Entah mengapa bisa dipindahkan ke lokasi kami. Itu berdasarkan putusan Menteri Kehutanan,” klaim Pangeran. Dalam kegiatan pengukuran yang dihadiri perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanna (KLHK), ditetapkan lahan warga seluas 21 hektare. Belakangan meski pengadilan sudah menetapkan pembayaran ganti rugi, pencairan dana terhambat penetapan KLHK. Karena itulah, berulang kali masyarakat menggelar unjuk rasa. Baik di kawasan tol, maupun kantor BPN. Untuk menyelesaikan persoalan ini, Kepala BPN, Ramlan disebut berkonsultasi dengan pemerintah pusat bersama perwakilan pemilik lahan. Badan Pertanahan sendiri menyatakan pemberian surat keterangan menunggu KLHK yang entah sampai kapan diterbitkan. (bom/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: