Dari Edukasi–Media Gathering SKK Migas–KKKS Kalsul (2): Media Berperan Mendorong Temuan Baru di Industri Migas
Sesi II diskusi bersama Ahmad Djauhar dan Metta Dharmasaputra. (Ferry Cahyanti/DiswayKaltim)================================================================ Tiga praktisi media dan satu konsultan media sosial tampil bergantian dalam sesi diskusi. Judulnya: ‘Peran media dalam membangun opini publik yang positif bagi industri hulu migas dan peningkatan peran media online dalam mendukung kegiatan hulu migas’. Ferry Cahyanti, Makassar Acara itu masih rangkaian Edukasi dan Media Gathering oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Kalimantan-Sulawesi, pada 8-9 Oktober 2019. Kegiatan digelar di Gowa dan Makassar, Sulawesi Selatan. Judul acaranya memang cukup panjang. Perlu dua tarikan napas untuk membacanya. Ini juga sebagai penanda bahwa acara ini cukup penting. Kalau tidak bisa dibilang penting sekali. Buktinya, SKK Migas Kalsul sampai mengumpulkan 46 perwakilan media massa di Kalimantan dan Sulawesi. Kesunggguhan regulator di bisnis perminyakan itu juga bisa dilihat dari susunan pembicara yang dihadirkan. Pertama ada Usman Kansong. Salah satu petinggi Media Group, membawahi Metro TV dan Media Indonesia. Ia membawakan materi berjudul Jurnalisme Migas. Usman mengatakan, patuh pada kode etik jurnalistik saja tak cukup bagi jurnalis meliput migas. Mereka dituntut menguasai peraturan-peraturan di bidang migas. Mengetahui apa itu nasionalisme migas dan konsep kunci industri migas. “Dalam melaksanakan fungsi jurnalistik, media terikat dengan peraturan dan undang-undang. Sesuai UU Pers, media harus mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar. Bukan menyebarkan kabar bohong,” kata Usman. Adanya pemberitaan negatif, kata Usman Kansong, terjadi karena wartawan tidak memiliki latar belakang spesifik di bidang itu. Kedua, humas perusahaan tidak mampu mengantisipasi pemberitaan negatif migas. “Dengan demikian maka keduanya harus saling mendukung,” ujarnya. Hariqo Wibawa Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten mengatakan, era sosial media telah mengubah cara masyarakat mendapatkan informasi. “Masyarakat kini tidak hanya menjadi konsumen informasi, melainkan juga sebagai produsen,” katanya. Karena itulah, isu-isu yang muncul di media bisa ditanggapi dengan cepat. Jurnalis investigasi Metta Dharmasaputra mengatakan, media digital punya kemampuan cepat dalam mengamplifikasi sebuah pesan. Begitu pula penyebaran yang tidak lagi terkendala teritorial. “Penetrasi internet yang tumbuh pesat di luar Jawa menjadi peluang media online menjangkau lebih banyak pembaca. Tantangannya adalah bagaimana meng-create konten yang menarik dan menyuguhkan data yang terpercaya,” kata pendiri KataData itu. Merujuk data yang dipaparkan Metta, perkembangan pengguna internet di Kalimantan Timur menempati posisi ke empat di Indonesia. Di bawah Jogjakarta, Riau dan DKI Jakarta yang menempati urutan tertinggi. Penetrasi internet di Kaltim mencapai 31,56 persen pada tahun 2015. Alasan orang mengakses internet pun, cukup menggembirakan bagi media online. Yaitu mengakses berita di urutan kedua, di bawah sosial media. Kemudian mengakses hiburan, lalu mengerjakan tugas sekolah, berkirim email, dan berbelanja. Menurut Metta, pertumbuhan media digital selain disebabkan penetrasi internet, juga pertumbuhan perangkat telepon pintar. “Kebiasaan orang mengakses informasi sudah berubah. Jika beberapa tahun lalu masih mebeli koran, sekarang cukup dari genggaman. Masyarakat bisa memilih dan mencari berita yang disukainya,” kata dia. Oleh karena itu, agar dapat bersaing, media digital harus meningkatkan kualitas konten. Caranya menyajikan data dengan atraktif. Membuat liputan lebih mendalam. Mengulas berita dengan cara yang menarik, serta selalu multimedia dan multiplatform. Ketua Komisi Pendataan dan Riset Dewan Pers Ahmad Djauhar mengkritik kecenderungan media yang hanya bersumber dari informasi sosial media. Bekas Pemimpin Redaksi Harian Bisnis Indonesia itu berharap para jurnalis menjadikan informasi sosial media sebagai ‘informasi awal’. Harus kembali diolah, diperkaya, sekaligus diverifikasi kebenarannya. “Kalau hanya mengandalkan sosial media semata, media akan mudah terjebak pada penyebaran hoaks,” kata dia. Media yang tak mampu melakukan diferensiasi diri dari medsos akan ditinggalkan pembaca. “Karena itu pers harus dapat membantu masyarakat memeriksa otentisitas suatu informasi,” imbuh Djauhar. Fungsi pers memahamkan masyarakat, kata Ahmad Djauhar juga berlaku pada industri migas di Indonesia. “Masyarakat akan mengetahui bagaimana industri migas, jika jurnalis yang menulis juga memahami persoalan ini. Karena salah satu fungsi pers adalah memintarkan masyarakat,” ucapnya. Sejumlah langkah untuk memahami industri ini bermula dari kegiatan hulu migas yang meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Aspek eksplorasi meliputi studi geologi, studi geofisika, survei seismik dan pengeboran eksplorasi. Kemudian dilanjutkan eksploitasi yang meliputi pembuatan sumur lanjutan atau pemboran pengembangan, penyediaan sarana dan prasarana proses produksi dan tahap produksi. Setelah migas diangkat ke permukaan, proses selanjutnya adalah refinery atau pemurnian, dan berbagai rangkaian lainnya. Lebih jauh, Ahmad Djauhar menjelaskan bahwa media perlu mengawal industri migas sampai perolehan devisa ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pers juga harus mendorong temuan baru terkait industri migas. Termasuk bagaimana pencapaian efisiensi distribusi, serta membantu menawarkan alternatif agar bangsa ini terhindar dari ‘rejeki’ migas. (eny)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: