271 Daerah Akan Dipimpin Penjabat, Dinilai Untungkan PDIP dan Lingkaran Jokowi
Jakarta, Nomorsatukaltim.com - Ratusan daerah akan dipimpin oleh penjabat (Pj) kepala daerah yang ditunjuk pemerintah pusat pada 2022-2024. Para pakar menilai sistem ini akan menguntungkan orang-orang dekat Presiden Jokowi dan partai tertentu jelang Pemilu 2024.
Pemilihan ratusan Pj kepala daerah oleh pemerintah itu merupakan imbas dari UU Pemilu dan UU Pilkada. Yang mana Pilkada provinsi, kabupaten, kota baru akan digelar serentak seluruh Indonesia pada 2024. Dengan demikian, kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023 akan digantikan Pj pilihan pemerintah pusat. Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Jati menilai sistem ini akan menguntungkan lingkaran Jokowi. Sebab Jokowi punya wewenang super besar menentukan orang yang akan duduk di kursi kepala daerah. Dia menyebut, partai-partai bisa untung jika bisa mempengaruhi keputusan Jokowi. Sebab mereka bisa mengamankan posisi kepala daerah tanpa repot-repot ikut Pilkada. “Secara politis, aktor yang diuntungkan adalah koalisi pemerintahan nasional. Karena mereka bisa fokus sepenuhnya di Pemilu 2024. Tanpa harus bersusah payah di level lokal,” kata Wasisto, Selasa (16/3). Dia menuturkan, sistem ini juga akan berdampak pada pemenangan di Pemilu 2024. Menurutnya, partai punya posisi lebih baik di pemilu jika berhasil menguasai Pilkada sebelumnya. Wasisto berpendapat, PDIP menjadi pihak yang paling diuntungkan jelang 2024. Sebab partai ini punya kedekatan dengan Jokowi. Dibandingkan partai-partai lainnya. “Saya pikir PDIP khususnya lebih diuntungkan dengan kebijakan ini dibanding anggota partai koalisi lainnya. Karena beberapa daerah strategis dalam Pemilukada itu rata-rata adalah daerah suara mengambang dengan jumlah suara besar,” tuturnya. Jika ditotal, bakal ada 271 daerah yang akan dipimpin oleh Pj kepala daerah. Sebanyak 101 kepala daerah hasil Pilkada 2017 habis masa jabatannya pada 2022. Dan 170 kepala daerah hasil Pilkada 2018 habis masa jabatannya pada 2023. Khusus untuk gubernur, bakal ada 27 yang akan habis masa jabatannya, 7 di 2022 dan 17 di 2023. Pj Gubernur akan diajukan Kemendagri lalu dipilih langsung oleh presiden. Sementara untuk Pj bupati dan wali kota, diajukan oleh gubernur dan dipilih oleh Kemendagri. “Untuk gubernur, sesuai undang-undang kita serahkan kepada presiden. Mungkin presiden juga akan lakukan TPA. Melibatkan pejabat lain sebagai tim penilai akhir. Yang selama ini untuk menentukan. Karena masa jabatan yang panjang,” kata Mendagri Tito Karnavian dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/3). Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi juga menilai, penunjukan kepala daerah akan sangat politis. Sebab hal ini akan menjadi penentu gelaran di 2024. Dia menduga setiap partai akan coba mempengaruhi keputusan Jokowi dalam menentukan Pj. Menurutnya, pertarungan kepentingan akan sengit di daerah-daerah lumbung suara. Seperti provinsi-provinsi di Pulau Jawa. “Saya kira itu posisi yang menguntungkan. Terutama legislatif dan presiden. Perlu jadi perhatian siapa yang jadi pejabat gubernurnya. Saya kira partai akan bertarung di sana,” ujar Asrinaldi. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustyati, menyayangkan langkah pemerintah dan DPR RI membatalkan revisi UU Pemilu. Perempuan yang akrab disapa Ninis itu menjelaskan, aturan yang ada tak demokratis. Sebab kepala daerah tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat. Berbeda halnya jika UU direvisi dan menjadwalkan Pilkada di 2022 dan 2023. Bukan hanya di 2024 seperti di UU yang saat ini berlaku. “Ini diisi penjabat kepala daerah yang diunjuk pemerintah. Kalau pertanyaannya boleh atau tidak, ruangnya ada. Tapi mana lebih demokratis? Tentu dipilih oleh rakyat,” ujar Ninis. Di saat yang sama, Pj kepala daerah juga memiliki wewenang terbatas. Peraturan Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 mencantumkan sejumlah batasan kewenangan Pj kepala daerah. Pj dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan dan/atau membuat perizinan yang telah ditentukan kepala daerah sebelumnya, membuat kebijakan soal pemekaran daerah, serta membuat kebijakan yang bertentangan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan program kepala daerah sebelumnya. “Kita balikin argumentasi pemerintah saat menggelar Pilkada 2020. Ini kan lagi pandemi COVID-19. Seharusnya ada kepala daerah definitif yang dipilih langsung. Punya legitimasi untuk bahas anggaran, perda dan lainnya,” tutur dia. Ninis berpendapat, memang seharusnya UU Pemilu direvisi. Sebab jika tidak, tak ada opsi demokratis lainnya. Selain itu, undang-undang yang ada memaksa Indonesia menggelar pemilu dan Pilkada di tahun yang sama. Dua gelaran itu akan membebani penyelenggara pemilu, pemilih, hingga partai politik. “Kita tuh punya kesempatan. Kalau mau ada Pilkada, kita bisa. Tinggal putuskan jadwal Pilkada dinormalkan,” ucap Ninis. “Semangatnya tadi. Semangat otonomi daerah. Semangatnya rakyat bisa memilih kepala daerah langsung,” imbuhnya. (cnn/qn) Sumber: Siapa Untung Pj Gubernur Dipilih Jokowi Jelang 2024Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: