Perkara di Sektor Keuangan, OJK Jangan Tutup Mata
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Kalimantan Timur mengkritik kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menangani sejumlah perkara di sektor keuangan. Selain persoalan pinjaman online (pinjol) ilegal, ketidakmampuan otoritas mengantisipasi fraud di lembaga keuangan, menyebabkan masyarakat menanggung kerugian.
nomorsatukaltim.com - KASUS intimidasi dan pengancaman kepada masyarakat oleh penagih utang yang bekerja di aplikasi pinjol terus terjadi. Kendati OJK sudah membekukan ribuan aplikasi. Ini menunjukkan pelaku kejahatan berhasil memanfaatkan kelemahan pengawasan oleh otoritas. Selain itu, kemampuan Kominfo dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat belum terbukti efektif. Ini terbukti dengan masih banyaknya nomor telepon penipuan atau penawaran pinjaman dengan iming-iming kemudahan. Di sisi lain, upaya penegak hukum dalam mengungkap perkara penipuan daring juga belum optimal. Baca juga: Teror Hantu Pinjaman Online Ketua YLKI Kaltim Piatur Pangaribuan mengatakan, lembaga berwenang harus berkoordinasi dan meningkatkan pengawasan. Secara khusus, ia mengkritik sikap OJK Perwakilan Kaltim yang hanya meneruskan pengaduan korban AJB Bumiputera ke pusat. "Dari peristiwa Bank Bukopin, kasus-kasus fintech (pinjol) illegal yang merugikan masyarakat, di mana peran OJK Kaltim?" kata Piatur, Selasa (2/3/2021). Ia menilai keberadaan OJK Kaltim tidak dirasakan masyarakat. "Lalu fungsi mereka di sini apa? Apa gunanya buka cabang di Kaltim kalau masalah seperti ini harus dibawa ke Jakarta? Kalau gitu tutup saja yang di Kaltim ini," ujar Piatur. Karena itulah ia mendorong OJK di daerah mengambil peran dalam penanganan kasus ini, sehingga kehadirannya dirasakan warga Bumi Etam. Piatur menduga, pernyataan terkait kasus AJB Bumiputera, hanya sebagai alasan melepas tanggung jawab. Karena dengan begitu, mereka tak akan lagi dibebani dengan perkara ini. "Patut sekali disesalkan statement itu. Bahwa ditangani Jakarta, lalu Anda ngapain di sini? Makan gaji buta?" kata Piatur. Meski ditangani pusat, menurut Piatur, OJK Kaltim bisa mengakomodasi korban AJB Bumiputera di daerah dengan membantu penyelesaian kasus ini. Misalnya, mengabulkan keinginan korban untuk berkomunikasi dengan para pejabat AJB Bumiputera di daerah. Mantan Rektor Universitas Balikpapan ini mengatakan, OJK memiliki kewenangan mengawasi, memeriksa, dan menyelidiki hal yang berkaitan dengan seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan. Khusus dalam kasus AJB Bumiputera, OJK seharusnya bisa berkoordinasi dengan polda atau polsek setempat, agar penanganan dipercepat. Mengingat, tak sedikit korban pemegang polis yang dirugikan karena kasus ini. "Kalau persoalan hukum seperti ini, mereka tidak bisa atasi. Lebih baik, tutup saja OJK di daerah," kecamnya. YLKI Kaltim sejauh ini belum menerima laporan atau aduan dari nasabah pemegang polis Bumiputera. Namun, ia menyebut, YLKI siap membantu apabila masyarakat korban AJB Bumiputera membutuhkan advokasi. Berkaitan dengan pinjol, ia berharap OJK daerah melakukan edukasi, agar masyarakat memiliki kemampuan mendeteksi mana lembaga keuangan yang kredibel. Pekan lalu, Kepala OJK Kaltim, Made Yoga Sudharma menyatakan laporan Forum Korban Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Wilayah Kaltim-Kaltara diteruskan ke OJK pusat. Made menyebut, OJK Kaltim tak bisa berbuat banyak karena pengawasan AJB Bumiputera berada di kantor pusat OJK di Jakarta. Baca juga: Waspada Pinjaman Daring "OJK Kaltim sifatnya hanya meneruskan surat tersebut ke pengawas AJB Bumiputera di pusat," tandasnya. Terkait pelaporan Forum Korban Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Wilayah Kaltim-Kaltara ke Polda Kaltim. Made menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlaku.PINJOL DARING
Berkaitan dengan persoalan penipuan melalui online, Polda Kaltim belum menemukan adanya laporan masyarakat yang dirugikan. "Yang ada baru muncikari online," ujar Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Ade Yaya, Selasa (2/3). Meski belum pernah mendapati laporan kasus kejahatan online seperti penipuan online ini, namun Polda Kaltim tetap memberi atensi serius terhadap permasalahan ini. "Penanganan kasus online baik itu penipuan atau sejenisnya ini jelas menggunakan KUHP dan juga ada Undang-Undang (UU) ITE," jelasnya. Ade Yaya pun mempersilakan masyarakat yang merasa menjadi korban penipuan online ini untuk melaporkan. "Silakan laporkan saja, nanti kita lihat dulu delik aduannya. Yang pasti kita mengacu pada aturan KUHP dan UU ITE," tambahnya. Hal yang sama juga diungkapkan Kapolresta Balikpapan, Kombes Pol Turmudi. Di mana hingga kemarin belum menemukan aduan dari masyarakat terkait kasus penipuan online ini. "Belum ada kita terima," ujarnya. Menurut Turmudi, penyidik akan mempelajari karena tiap kasus penipuan memiliki perbedaan cara penanganan dan mekanismenya. "Sifatnya kasuistis. Tidak semuanya kasus penipuan online sama. Kasus per kasus itu berbeda," jelasnya. Sama halnya dengan menangani kasus penipuan pada umumnya. Hanya saja kepolisian juga dapat menjerat pelakunya menggunakan Undang-Undang ITE. Sehingga pihak berwajib bisa saja menjerat pelaku menggunakan KUHP ataupun UU ITE. Selain masyarakat, kasus penipuan juga menyasar korporasi. Head of Regional Corporate Gojek Indonesia, Mulawarman mengakui, order fiktif atau palsu juga dialami Gojek Indonesia beberapa tahun ini. "Kejadian ataupun kesempatan penyelewengan pasti ada dan pernah terjadi. Namun dari gojek selalu memberi edukasi secara berkala dan penyuluhan," ujarnya. Namun demikian, pihaknya akan lebih dulu menguasai kasus-kasus yang terjadi dan perlu mengetahui kronologinya seperti apa, sehingga pihaknya bisa mencarikan solusinya. "Kami juga punya sanksi dan mitra sudah tahu. Di Balikpapan sih belum ada (kasus order fiktif). Mitra kami bisa dipastikan bisa diandalkan," imbuhnya. Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi, sejak tahun 2018 sampai Februari 2021, sebanyak 3.107 pinjol illegal sudah ditutup. Satgas juga menghentikan kegiatan investasi illegal lainnya, seperti 17 usaha pergadaian swasta tanpa izin. Tahun lalu, Satgas telah mengumumkan 75 entitas gadai illegal. Total kasus sejak 2019 sampai Februari 2021 menjadi 160 entitas gadai illegal. Bisnis jasa keuangan dengan sistem peer to peer (P2P) lending memang menjamur dalam beberapa tahun terakhir, seiring kemajuan infrastruktur internet. Penyelenggaraan layanan jasa keuangan ini mempertemukan Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet. Syarat yang mudah dan proses yang cepat menyebabkan banyak masyarakat terjerat dengan sistem ini. (krv/bom/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: