Melawan dari Bilik Tahanan, Iwan Ratman Ajukan Praperadilan

Melawan dari Bilik Tahanan, Iwan Ratman Ajukan Praperadilan

Tersangka korupsi Iwan Ratman mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Bekas Direktur Utama PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) mendaftarkan berkas perkaranya ke Pengadilan Negeri Samarinda, tepat ketika kejaksaan menggeledah rumahnya.

nomorsatukaltim.com - Gugatan Iwan Rahman terdaftar pada Rabu (24/2/2021) dengan Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2021/PN Smr. Perlawanan dilakukan Iwan Ratman tepat ketika Tim Penyidik Kejati Kaltim melakukan penggeledahan di kantor dan kediamannya. Dari balik sel tahanan Mapolresta Samarinda, ia menganggap penetapan tersangka oleh Kejati Kaltim tidak sesuai dengan mekanisme hukum. "Untuk sidangnya akan dimulai Senin (15/3/2021) nanti. Masih dua Minggu lagi," ungkap Juru Bicara Hakim PN Samarinda, Nyoto ketika dikonfirmasi Kamis (25/2/2021). "Intinya itu terkait  menuntut surat perintah penyidikan dari Kepala Kejaksaan Tinggi Kaltim, dengan dugaan korupsi di PT MGRM Kabupaten Kukar itu tidak sah," sambungnya. Disampaikan lebih lanjut oleh Nyoto, bahwa Iwan dalam pengajuan praperadilan-nya meminta hakim, untuk mengabulkan permohonannya dan menyatakan Surat Perintah Penyidikan dari Kepala Kejati Kaltim, dengan No.Print 01/O.4/Fd.1/01/2021 tanggal 22 Januari 2021 itu, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Dalam isi surat perintah penyidikan itu berbunyi, adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan aset pada Perusda PT MGRM Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2018-2020. Atas dasar itu, Iwan menuntut agar penetapan tersangka kepada dirinya tidak sah, tidak berdasar hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "Lalu menyatakan serangkaian penyidikan yang dilakukan oleh termohon Kajati, terkait tindak pidana korupsi keuangan aset pada PT MGRM, disebut tidak berdasarkan hukum," beber Nyoto. Selain itu, Iwan dalam hal ini sebagai pihak pemohon, meminta agar hakim menyatakan seluruh rangkaian penyidikan yang dilakukan oleh Kejati Kaltim adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "Di dalam poin pengajuannya, pemohon menyatakan penetapan tersangka terhadap Pemohon oleh Termohon, adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dan menyatakan penetapan tersangka terhadap pemohon dari termohon itu tidak sah. Dan tidak memiliki hukum yang mengikat," jelasnya. Ditambahkan Nyoto, Iwan turut menyatakan, bahwa penahanan Pemohon oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penahanan No.Print.01/O.4.5/Fd.1/02/2021 tanggal 18 Februari 2021 adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Serta meminta Hakim untuk memerintahkan Termohon segera menghentikan tindakan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan/asset pada Perseroda PT MGRM Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2018-2020. "Lalu memerintahkan Termohon (kejati Kaltim) untuk mencabut status Tersangka dan mengeluarkan Pemohon dari rumah tahanan negara serta merehabilitasi nama baik Pemohon," imbuhnya. Selain mengajukan pembatalan penetapan tersangka serta penahanan di Praperadilan. Iwan juga meminta agar hakim memerintahkan Kejati Kaltim membayar ganti kerugian materiil. Karena pemohon dalam hal ini Iwan Ratman, merasa kehilangan pendapatannya senilai Rp100 juta. Dan meminta ganti kerugian immateril yang jika dinilaikan dengan uang, sebesar Rp10 miliar. "Menghukum Termohon untuk membayar ganti kerugian materi sebesar Rp 100 juta. Lalu immaterial Rp 10 miliar. Jadi intinya sih itu, terkait penetapan tersangka dan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) lebih jelasnya," tutupnya. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Muhammad Abdul Farid mengaku belum menerima informasi. Kendati demikian, ia mengaku menghormati atas langkah hukum yang telah diambil oleh Iwan Ratman. Kejati tak punya persiapan khusus untuk melawan praperadilan. "Praperadilan itu kan bagian dari proses hukum dari tersangka. Jadi sah-sah saja kalau mengambil langkah itu. Kami siap saja (menghadapi praperadilan), tidak ada masalah," katanya. Dua hari lalu Kejati Kaltim menggeledah ruang kerja Iwan Ratman di Gedung Sudirman Central Busnes District (SCBD), Jalan Sudirman, Senayan, Jakarta Selatan. Di ruang kerja yang terletak di lantai 35 dan 37 itu, tim penyidik menyita satu unit laptop. Dari kantor tersangka, penggeledahan selanjutnya di rumah tersangka di Jalan Kemang Utara, Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. "Di sana kami menyita tiga tiga unit kendaraan," bebernya. Adapun barang bukti yang disita Tim Penyidik Kejati Kaltim dari kediaman Iwan Ratman, berupa tiga unit mobil mewah. Diantaranya Mercy Nopol B. 168 HBT, BMW Nopol B 8819 RFP dan Honda CRV Nopol B 605 RFS. "Tiga unit kendaraan Tersebut diduga pembeliannya berasal dari uang tindak pidana korupsi," Terang Farid. Pasca menyita tiga unit mobil mewah dan satu laptop, Tim Penyidik Kejati Kaltim langsung membawa barang tersebut ke tempat yang aman. "Kita amankan ke tempat yang aman," tegasnya. "Jadi kami berani menyita sejumlah barang tersebut, karena ada kuat dugaan ada indikasi bahwa tiga kendaraan tersebut dibeli dari hasil uang kejahatan," sambungnya. Disinggung adanya kemungkinan tersangka lain dalam kasus itu, Farid mengaku terus mengembangkan penyidikan. "Kita lihat saja nanti, soalnya kami masih bekerja," kuncinya. Iwan Ratman ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (18/2/2021) lalu. Korps Adhyaksa menduga, Iwan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 50 miliar. Terkait posisinya sebagai Direktur Utama di PT MGRM, merupakan Perusda yang bergerak di bidang migas milik Pemkab Kukar. Modusnya, tersangka mengalihkan uang pembangunan tangki timbun dan Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) ke perusahaan pribadi. (aaa/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: