Mengenal Iwan Ratman, Dirut Perusda Migas PT MGRM yang Terjepit Proyek Fiktif
Bekas kandidat yang disorong sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Iwan Ratman terseret perkara hukum. Kemarin, pria yang baru dinobatkan sebagai TOP CEO BUMD itu dijebloskan ke tahanan. Siapa Iwan Ratman dan apa kasus yang menjeratnya?
nomorsatukaltim.com - DALAM laporan yang diturunkan kanal energyworld, September 2019, Iwan Ratman disebut sebagai kandidat yang layak duduk sebagai Menteri ESDM. Ia satu di antara 10 tokoh yang dinilai memiliki kemampuan memerbaiki tata kelola migas, sekaligus membersihkan korupsi sektor itu. Namanya disejajarkan dengan Dwi Soetjipto, Amien Sunaryadi, atau Darmawan Prasodjo. Saat itu, publik sedang ramai memerkirakan siapa kabinet yang akan masuk dalam pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Baca juga; Dirut Perusda Migas Pemkab Kukar Jadi Tersangka Korupsi Proyek Fiktif “Iwan itu Ketua Dewan Pembina Komunitas Migas Indonesia (KMI) layak dipertimbangkan oleh Jokowi. Selain jam terbang tinggi, Iwan paham soal migas, mampu kuasai management keenergian, juga bukan orang baru di lingkugan migas. Ia juga doktor migas dan punya visi international. Dunia internasional kenal Iwan. Iwan masih tokoh energi yang sering tampil bicara di forum dunia dalam soal energi.” Tulis editor kanal energyworld. “Iwan juga diperkirakan akan mampu untuk menjawab problem krusial di sektor energi nasional sekarang ini, yakni membasmi hama mafia migas hingga ke akarnya. Sehingga iklim energi nasional dapat mencapai kedaulatannya sesuai amanat undang-undang.” Iwan, merujuk artikel itu menyatakan sektor energi harus fokus dalam upaya-upaya peningkatan produksi dengan target penerimaan negara Rp 300 triliun. Serta “perang terhadap pencurian minyak di semua area produksi minyak yang mengakibatkan penurunan penerimaan negara.” Namun siapa sangka, Pengurus Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII), sejak 2011 itu harus berhadapan dengan hukum.TUDUHAN KORUPSI
Iwan Ratman ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur pada Kamis (18/2/2021) kemarin. Penegak hukum menduga ia merugikan keuangan negara sebesar Rp 50 miliar terkait posisinya sebagai Direktur Utama PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM). Ini merupakan perusahaan daerah yang bergerak di bidang Minyak dan Gas milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. Iwan Ratman diduga melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Tangki Timbun dan Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM). Korps Adhyaksa langsung menahan tersangka, sesaat setelah statusnya dinaikkan dari saksi. Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kaltim, Prihatin menyatakan, uang Rp 50 miliar itu berasal dari deviden Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Dana itu seharusnya digunakan untuk membangun tangki timbun dan Terminal BBM di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Namun proyek dengan masa pembangunan 2018 - 2020 urung terlaksana hingga saat ini. Alias fiktif. Kejati Kaltim menyatakan awal mula perkara rasuah di tubuh Perusda PT MGRM terungkap berkat laporan masyarakat. “Atas informasi tersebut, kami menerbitkan surat perintah penyelidikan selama 14 hari,” ujar Prihatin, Kamis (18/2). "Dalam waktu 14 hari, dapat kami simpulkan bahwa ada tindak pidana korupsi pada proyek ini," imbuhnya. Sebanyak 15 saksi dimintai keterangannya, guna mengungkap kasus ini. Dari kelima belas saksi itu, diantaranya adalah pejabat tinggi di Pemkab Kukar. "Ada yang dari Pemkab Kukar. Jadi banyak yang sudah kami mintai keterangannya termasuk dari para komisaris," terangnya. "Untuk itu (Bupati Kukar) belum (dimintai keterangan) sampai saat ini. Sejauh ini Kami masih mintai keterangan pada yang langsung berkaitan," sambung Prihatin. Penanganan kasus ini nampak gegas. Berdasarkan paparan Kejati, Surat Perintah Penyelidikan terbit pada 8 Januari 2021. Korps Adhyaksa langsung bergerak ke Kota Raja demi mengumpulkan informasi. Para komisaris dan direksi PT MGRM, kabarnya diminta langsung dimintai keterangan. Kantor PT MGRM Jalan Lais No.77, Timbau, Tenggarong sempat digeledah. Dari situlah, aparat menyita berbagai dokumen terkait rencana pembangunan tangka timbun. "Setelah kami meminta sejumlah keterangan yang terkait. diperoleh kesimpulan bahwa adanya tindak pidana korupsi," jelasnya. Kesimpulan itu terungkap pada 22 Januari, oleh tim Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejati Kaltim. "Sehingga kami langsung tingkatkan kasus ini ke penyelidikan tepatnya pada tanggal 22 Januari lalu," katanya. 8 Februari, Iwan Ratman dipanggil untuk dimintai keterangannya sebagai saksi. Tapi dalam tindak rasuah ini, memilih mangkir. Sehingga tim penyidik kembali menjadwalkan pemanggilan pada Kamis (18/2) kemarin. Setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi selama 7 jam lamanya, Iwan ditetapkan sebagai tersangka. "Kami peroleh alat bukti yang cukup bahwa IR adalah Pelakunya. Sehingga yang paling bertanggung jawab adalah IR," imbuhnya. Usai pemeriksaan Iwan langsung keluar dari pintu utama Gedung Tindak Pidana Khusus dengan pakaian tahanan. Saat menuju mobil tahanan, ia menutup wajahnya dengan jas hitam. Iwan tak memberikan klarifikasi atas sangkaan yang dialamatkan padanya. Tersangka dititipkan dalam sel tahanan Mapolresta Samarinda selama 20 hari.MENGALIR KE PERUSAHAAN SENDIRI
Kejaksaan Tinggi menyatakan anggaran yang yang digunakan untuk proyek pembangunan tangki timbun di tiga daerah berasal dari deviden Pertamina Hulu Mahakam sebesar 10 persen. Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim. Dana hasil migas sebesar Rp 70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola oleh MGRM. Dari Rp 70 milar ini, Rp 50 miliar diantaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Namun sampai saat ini pembangunan itu tidak pernah ada. Alih-alih hendak dilaksanakan, uang sebesar Rp 50 miliar itu justru dialirkan ke sebuah perusahaan. Yang tak lain merupakan bentukan Iwan bersama anaknya. Dari perusahaan inilah, diduga Iwan akan menilap uang puluhan miliar tersebut. "Anggaran Rp 50 miliar itu malah dialihkan ke PT Petro Internasional yang notabene adalah tersangka sebagai pemegang saham sebesar 80 persen. Sedangkan 20 persen saham lagi, itu dipegang oleh anak kandungnya," ungkapnya. Disinggung mengenai kerugian negara akibat tindak rasuah yang dilakukan Iwan. Prihatin menyampaikan bahwa pihaknya hingga saat ini masih melakukan gelar perkara di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Kaltim. "Bisa disimpulkan sendiri, bahwa nilai proyeknya ada Rp 50 miliar. Ini untuk pembangunan tangki timbun. Namun yang jelas proyek pembangunan ini tidak pernah ada. Kami belum bisa menyimpulkan untuk kerugian negara ada berapa. Yang jelas ada kerugian negara," bebernya. Hingga saat ini, prihatin masih terfokus pada tindak rasuah pembangunan tangki timbun dan terminal BBM senilai Rp 50 miliar tersebut. Tidak menutup kemungkinan adanya tindak korupsi lain, yang dilakukan oleh Iwan menggunakan anggaran deviden tersebut. "Dari Rp 70 miliar, masih ada anggaran Rp 20 Miliar. Dan ini masih jadi pengembangan. Tapi kami masih memproses yang untuk pembangunan Tangki Timbun saja. Masih kita kembangkan untuk penggunaan Rp 20 miliar," tegasnya. Selain itu, Prihatin juga mengatakan kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus rasuah ini. Namun dirinya enggan membeberkannya lebih lanjut, guna kepentingan penyelidikan. Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU nomor 31/1999 tentang tindak pidana korupsi yang telah diubah dan ditambah ke UU nomor 20/2001 juncto pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara. "Kemungkinan ada, tapi tergantung dari pemeriksaan di penyidikan, dari saksi dan surat sebagainya. Kalau menurut dari tim Penyidik, itu (tersangka lain) ada. Tetap kami belum bisa sampaikan kepada rekan-rekan," tandasnya. (aaa/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: