Masyarakat Adat Dayak Modang Long Wai Protes Tutup Jalan, Koperasi Sulit Jualan Sawit
Kutim, nomorsatukaltim.com – Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Long Bentuk, Kutim protes. Mereka menutup akses pengangkutan crude palm oil (CPO) dan kelapa sawit milik PT SAWA. Yang merupakan anak perusahaan PT TPG.
Aksi penutupan jalan dilakukan Sabtu (31/1/2021) lalu. Secara damai. Aksi merupakan bentuk kekecewaan lantaran tuntutan masyarakat adat lantaran hak ulayat mereka digusur perusahaan. Dan itu tanpa persetujuan masyarakat adat Dayak Modang Long Wai. Puncak kekesalannya, mereka memortal jalan. Melalui kesepakatan bersama yang difasilitasi Dewan Adat Dayak Kaltim, di balai adat, Jumat (30/2/2021). Namun ketiga tokoh masyarakat adat Dayak justru ditahan oleh Polres Kutim. Mereka adalah Daud Lewing, Benediktus Beng Lui dan Elisason. Tapi di sisi lain, aksi penutupan portal jalan di kilometer 16 itu ternyata menghambat jalur distribusi panen warga dari desa lain. Pengurus Koperasi Mandiri 1 yang merupakan mitra PT SAWA, Krispensius mengatakan masyarakat sangat merasakan dampak penutupan portal jalan tersebut. Karena buah sawit milik masyarakat tidak bisa dijual ke pabrik. Padahal, saat ini sedang masuk masa panen dan cuaca yang cukup baik. “Otomatis membusuk dan tak bisa dijual. Perkiraan saya, paling sedikit 5 sampai 10 truk per hari tidak bisa dijual. Itu termasuk yang di luar koperasi,” katanya. Kondisi demikian, tentu menjadikan masyarakat kehilangan pemasukan dan berimbas pada keluarga. Sementara Krispensius juga mengaku rugi. Bekerja sebagai pengangkut CPO, ia harus menyewa alat angkutan. Dan biaya angkutan tersebut terus berjalan, meski operasional terhenti karena penutupan jalan. “Kita enggak ada penghasilan, lalu sopir juga enggak bisa kerja. Padahal pengeluaran terus jalan,” keluhnya. Seharusnya, masyarakat adat Dayak Long Bentuq bisa membuka komunikasi dulu dengan desa sekitar. Agar semua elemen masyarakat tidak ada yang merasa dirugikan. Termasuk juga koperasi yang menaungi kebun sawit warga. “Apalagi KSU Unit 1 ini membawahi tiga desa, yaitu Long Nyelong, Long Lees, dan Long Pejeng. Selain itu, jalan tersebut menyangkut orang banyak. Jadi siapapun sebenarnya berhak memakai, bukan hanya bagi Long Bentuq,” lanjut Krispensius. Sementara itu, aksi dilakukan untuk mengawasi dan mengawal penyelesaian konflik agraria. Salah satu perusahaan perkebunan sawit dianggap telah menyerobot lahan seluas 4.000 hektar. Apalagi lahan tersebut masuk dianggap wilayah adat. Mereka menutup akses jalan lantaran kecewa. Kasus perampasan itu bahkan sudah berlangsung 13 tahun lamanya. Tapi tidak ada tanggapan positif perusahaan untuk memenuhi tuntutan masyarakat atas hak ulayat mereka. Namun, kepala Desa Long Bentuq, Heriansyah menilai, bahwa unjuk rasa tersebut sangat merugikan masyarakat. “Bukan hanya bagi Kecamatan Busang, tetapi juga lintas daerah Muara Ancalong dan kecamatan lain. Sangat menghambat aktivitas masyarakat secara umum,” kata Heriansyah. Begitu pula dengan buah sawit milik masyarakat, menurut Heriansyah juga banyak yang yang tidak bisa dijual dan akhirnya membusuk. “Jadi, memang sangat merugikan. Apalagi warga sedang panen. Warga juga sebentar lagi panen padi,” pungkasnya. (bct/boy)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: