RDP Banjir Suryanata, Perusahaan dan OPD Akui Lalai

RDP Banjir Suryanata, Perusahaan dan OPD Akui Lalai

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas banjir di Jalan P Suryanata, Rabu (20/1/2021) kemarin, berakhir tanpa kesimpulan dan rekomendasi.

Rapat tersebut sejatinya membahas tindak lanjut hasil sidak Komisi III DPRD Samarinda pekan lalu di Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu. Menyusul peristiwa banjir besar yang melanda kawasan itu pada 7 Januari lalu.

Komisi yang membidangi pembangunan tersebut, meminta penjelasan Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, Dinas Perhubungan, Dinas Pertanahan dan BPBD. Dewan juga mendatangkan Satpol PP Kota Samarinda dan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Kaltim. Serta mendudukkan PT Samarinda Cahaya Berbangun (SCB). Perusahaan pemilik bangunan pergudangan Samarinda Central Bizpark di kawasan Jalan P Suryanata. Ketua Komisi III Angkasa Jaya Djoerani mengatakan, RDP bertujuan untuk menggali permasalahan yang terjadi di kawasan yang dimaksud. Yang menyebabkan banjir besar dan kerugian masyarakat setempat. Lalu memberi rekomendasi kepada pemerintah untuk mengambil langkah dan tindakan yang diperlukan. Namun, di akhir rapat ia menyebut, komisi belum akan membuat kesimpulan dan menyampaikan rekomendasi. Komisi akan mempelajari terlebih dahulu, informasi yang terkumpul dalam rapat. Untuk dijadikan bahan pijakan mengeluarkan rekomendasi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan kembali melakukan tinjauan lapangan. Dan akan melibatkan ahli atau akademisi untuk memberi masukan. "Sehingga betul-betul menghasilkan rekomendasi yang layak, " kata Angkasa Jaya, dalam RDP, Rabu, (20/1) kemarin, di ruang rapat utama, Gedung DPRD Samarinda, Jalan Basuki Rahmat. Kendati demikian, dalam pembahasannya, para OPD terkait mengakui bahwa ada kelalaian mereka dalam melakukan pengawasan dan pembinaan. Khususnya kepada investor yang melakukan pengembangan dan pembangunan di kawasan Kelurahan Bukit Pinang itu. Yang ditengarai menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. Pengakuan adanya kelalaian itu juga datang dari Direktur PT SCB Edy Darmawan, yang dihadirkan dalam rapat. PT SCB dijelaskan sebagai developer yang fokus mengembangkan kawasan perumahan, perniagaan, pusat perbelanjaan dan pergudangan di Samarinda. PT SCB menyampaikan pihaknya memang telah memeroleh izin membangun kawasan pergudangan seluas 5,5 hektare pada tahap pertama. Klaim tersebut diamini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda. Pada tahap kedua, pengembang tersebut kembali mengajukan perluasan kawasan usaha. Seluas sekitar 30 hektare. Namun izin belum dikeluarkan, pengembangan telah dilakukan PT SCB. DLH pun mengiyakan bahwa PT SCB telah mengajukan perizinan lingkungan. Namun belum dikeluarkan. Selain itu, PT SCB juga diketahui tidak memiliki sistem manajemen atau penampungan air (polder) yang layak. Padahal, komitmen membangun polder merupakan salah satu syarat pengembang memperoleh izin membangun. Menurut paparan hasil sidak Komisi III, PT SCB hanya memiliki penampung air seluas 10x20 meter persegi di kawasan yang dikembangkan. Berdasarkan ukurannya, polder itu sangat tidak layak menurut dewan. Ditambah kondisinya tidak terawat. "Itu hanya seperti safety tank, bukan polder penampung air," kata para anggota komisi III. Edy Darmawan, dalam kesempatannya, menerangkan bahwa ia akan berusaha mengurangi dampak. Ia mengakui bahwa memang tidak memiliki polder yang layak. Namun ia berniat akan melakukan perbaikan dan peningkatan kapasitas polder tersebut. "Kami ada niat baik untuk melakukan perbaikan. Hal yang akan dilakukan ke depan, proses peningkatan tinggi polder. Juga membangun polder di setiap gedung," ucap Edy. Berita terkait: PT SCB Tak Paham Amdal, Komisi III DPRD Samarinda Geram Kepala Dinas Lingkungan Hidup Samarinda Nurrahmani mengakui pihaknya lemah dalam pengawasan dan pembinaan terhadap pengembang yang telah diberikan izin. Ia juga mengatakan, ada kelalaian yang dilakukan pengembang namun luput dari pantauannya. Selain itu, banyak rekomendasi dan nasehat yang diberikan oleh DLH namun tak dilaksanakan pengembang. Termasuk tidak mengimplementasikan amdal serta muatannya. Yakni Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Upaya Kelola Lingkungan (UKL). "Dokumen sebenarnya lengkap dan bagus, tapi memang kadang eksekusinya yang kacau," tutur wanita yang akrab disapa Yama itu. Hal senada disampaikan Dinas PUPR. Bahwa sejatinya pembangunan di kawasan tersebut sudah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda 2013-2024. Hanya saja, kawasan tersebut memang tergolong rawan dan rentan terhadap banjir. Karena berada di cekungan atau lembah. Yang notabene merupakan jalur air. Di hadapan rapat, DPUPR mengakui pihaknya lemah dalam pengawasan. Begitupun disampaikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda. Kawasan Bukit Pinang merupakan wilayah rentan terhadap bencana longsor dan banjir. Karena terdiri atas kontur lereng perbukitan dan lembah. "Wilayah rentan level 2 berdasarkan Kajian Resiko Bencana Kota Samarinda," ujar Kepala BPBD Wahiduddin. (das/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: