Potensi Gempa Besar, Ancaman dari Perut Bumi

Potensi Gempa Besar, Ancaman dari Perut Bumi

Rapat koordinasi penanganan gempa yang digelar para pejabat di Sulawesi Barat memicu ketegangan. Itu terjadi setelah pejabat BMKG menyampaikan analisis terkait kemungkinan gempa lebih dahsyat yang berpotensi tsunami dan likuefaksi.

nomorsatukaltim.com - Situasi itu terungkap dalam pesan yang beredar di berbagai platform perpesanan dan media sosial. Pengirim memo tertulis nama Ahmad Riyadi, pejabat BPTP (Badan Penerapan Teknologi Pertanian) Sulawesi Barat. Catatan itu ditujukan kepada Kepala Balai BPTP, Nurdiah Husnah. Pesan itu kami perjelas sebagai berikut: “Sudah tepat Bu Kabalai menginstruksikan kami untuk keluar Mamuju. Hasil rakor malam ini (16 Januari 2021-red) beberapa jam yang lalu yang dihadiri gubernur, Forkopimda, BMKG Pusat, Kepala BNPB Pusat, semua yang mengikuti rapat tersebut, termasuk insan pers berubah tegang setelah mendengar penjelasan Jubir BMKG Pusat bahwa bencana ini akan lebih berpotensi melebihi Palu. Jadi memang diharapkan teman-teman bisa meninggalkan Mamuju sesegera mungkin…..” Dari jejak yang terekam, pesan itu dikirimkan pada Minggu (17/1/2021) dinihari. Sementara nama pengirim maupun pejabat yang disebut, tercantum dalam website BPPT Sulbar. Sedangkan nama pengirim mirip dengan pegawai BBPT dengan kualifikasi sebagai SDM Profesional. Dalam pernyataan selanjutnya, Ahmad Riyadi mengatakan, “Bahwa BMKG menarget akan ada gempa 7.0 SR atau bisa lebih…..dan ada potensi tsunami dan likuefaksi……” Menurutnya, informasi itu disampaikan bukan untuk membuat cemas, atau menakut-nakuti. Akan tetapi sebagai bentuk kewaspadaan. Belakangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan tidak pernah menginstruksikan warga untuk meninggalkan Mamuju pasca gempa bumi magnitudo 6,2 yang mengguncang wilayah tersebut pada Jumat (15/1/2021). "BMKG hanya mengeluarkan imbauan terkait arahan evakuasi untuk menyelamatkan diri, bukan eksodus meninggalkan Mamuju," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangan resmi. Imbauan tersebut disampaikan saat rakor Gempa Mamuju-Majene Sabtu (16/1/2021) malam sehingga tidak benar jika beredar teks percakapan WhatsApp yang berisi informasi seolah BMKG menginstruksikan meninggalkan Mamuju sesegera mungkin. "Informasi ini tidak benar dan dapat dikategorikan sebagai berita bohong (hoax)," tegas Dwikorita. Namun ia mengingatkan bahwa gempa susulan masih dapat terjadi seperti lazimnya pasca terjadinya gempa kuat, untuk itu masyarakat diminta mewaspadai kemungkinan gempa susulan dengan kekuatan yang signifikan. Hasil monitoring BMKG terhadap aktivitas gempa di Majene dan Mamuju sejak tanggal 14 - 17 Januari 2021 tercatat sebanyak 37 kali gempa. Masyarakat yang tempat tinggalnya sudah rusak atau rusak sebagian, diimbau untuk tidak menempati lagi karena jika terjadi gempa susulan signifikan dapat mengalami kerusakan yang lebih berat bahkan dapat roboh. Selain itu, warga yang tinggal di pesisir pantai juga diimbau untuk segera melakukan evakuasi mandiri menjauhi pantai jika terjadi gempa kuat di pantai, mengingat pesisir Majene pernah terjadi tsunami pada tahun 1969. "Segera melakukan evakuasi mandiri dengan cara menjauh dari pantai, dengan cara menjadikan gempa kuat yang dirasakan di pantai sebagai peringatan dini tsunami. Hal ini akan efektif menyelamatkan masyarakat pesisir jika sumber gempa kuat yang terjadi berada dekat pantai, karena waktu emas penyelamatan tsunami sangat singkat," tambah dia. Begitu pula dengan masyarakat yang tinggal di kawasan perbukitan atau yang melewati jalan di tepi tebing curam, perlu waspada karena gempa susulan signifikan dapat memicu terjadinya longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rock fall). Kondisi tersebut juga sangat berisiko terlebih lagi saat ini musim hujan yang dapat memudahkan terjadinya proses longsoran karena kondisi tanah lereng perbukitan basah dan labil setelah diguncang dua kali gempa kuat. Untuk itu masyarakat diminta agar tidak percaya dengan berita bohong (hoax), tetapi terus memantau dan mengikuti informasi resmi yang bersumber dari lembaga resmi seperti BMKG dan arahan dari BNBP/BPBD.

POTENSI GEMPA KALTIM

Kepala BMKG Stasiun Geofisika Balikpapan, Mudjianto mengakui adanya potensi terjadinya gempa susulan di Sulbar. Kondisi itu bisa memicu longsoran lembah samudera yang dapat memicu guncangan di dasar laut, sehingga menambah volume gelombang yang menjadi penyebab tsunami. Jika itu terjadi, Mudjianto menyebut, dampaknya akan terasa hingga pesisir wilayah Kaltim. Yakni dari pesisir Grogot, Penajam, hingga Balikpapan. "Dampak langsungnya, kalau gempa besar dan terjadi tsunami. Imbasnya bisa masuk ke pantai Balikpapan," katanya, Senin (18/1/2021). Namun, ia memastikan berdasarkan pantauan BMKG, saat ini kondisi Kaltim masih relatif aman. Belum ada dampak signifikan gempa bumi Sulbar di Bumi Etam. Kecuali getaran kecil yang dirasakan sebagian wilayah. "Gempa di sana, tidak sampai men-trigger sesar (patahan) lokal di Kaltim. Masih terlalu jauh," tandasnya. Berdasarkan catatan Stasiun Geofisika Balikpapan, Kaltim memiliki beberapa sesar atau patahan aktif yang dapat memicu terjadinya gempa bumi. Sesar itu sebagian besar berada di wilayah utara. Mulai dari Sangasanga, Sangatta, Sangkulirang, Mangkalihat, Berau, hingga ke wilayah Tarakan. Bahkan, sejarah mencatat, gempa bumi dan tsunami juga pernah terjadi di Kaltim. Tepatnya di Sangkulirang, pada 14 Mei 1921. "Biasanya, sesar tidak jauh dari sumber gempa yang pernah terjadi. Dan masih mungkin, akan terjadi lagi di kemudian hari," ucapnya. Wilayah selatan dari daerah Penajam hingga Paser juga diketahui terdapat patahan aktif dari Pegunungan Meratus. Hanya Balikpapan, saat ini dikategorikan sebagai daerah aman. Tanpa patahan aktif. Sementara, untuk kondisi saat ini. Dari pantauan BMKG, Kaltim dalam kondisi yang relatif aman. Belum ada indikasi aktivitas patahan aktif yang dapat memicu terjadinya gempa bumi. "Dari 8 alat sensor gempa yang terpasang  di wilayah Kalimantan, menunjukkan tidak ada aktivitas signifikan di perut bumi," jelas Mudji. Sementara potensi bencana yang mengintai berdasarkan kajian Badan Geologi Kementerian ESDM menunjukkan kondisi getaran tanah dalam keadaan Menengah dan Tinggi. Hal itu menyebabkan pergerakan tanah menjadi labil dan dapat memicu terjadinya longsor. “Tidak ada hubungannya dengan potensi gempa bumi. Dan lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi di musim penghujan,” katanya. "Pergerakan tanah tidak memicu gempa. Lokal saja itu itu, hanya pengaruh air hujan. Tapi akan menyebabkan bencana longsor, jadi hati-hati," pungkasnya.

PENELITIAN INTERNASIONAL

Pada April tahun lalu, sejumlah peneliti gabungan dari Inggris dan Indonesia melakukan riset baru terhadap potensi kerawanan di pesisir Teluk Kalimantan, khususnya di Kalimantan Timur. Dari hasil riset mereka tercatat keberadaan sejumlah longsor bawah laut yang berada di Selat Makassar. Tim peneliti menyebutkan, jika aktivitas longsor itu terjadi maka akan memicu tsunami di Teluk Balikpapan. Mereka memetakan bukti beberapa tanah longsor kuno di bawah air di Selat Makassar. Antara pulau Kalimantan dan Sulawesi. Menurut para peneliti, tanah longsoran kuno itu akan menghasilkan tsunami yang mampu menggenangi Teluk Balikpapan. “Bahkan jika ini hanya masuk dalam kategori peristiwa dengan frekuensi rendah, namun dampaknya tinggi,” kata Dr Uisdean Nicholson dari Heriot-Watt University, Inggris seperti dirilis BBC News. Tim peneliti menggunakan data seismik untuk menyelidiki sedimen dan struktur di dasar laut Makassar. Survei tersebut mengungkapkan 19 zona berbeda di sepanjang selat itu tempat lumpur, pasir, dan lanau (tanah) jatuh ke lereng yang lebih dalam. Dalam beberapa gambar terlihat ratusan kilometer kubik material. Ini diprediksi lebih dari mampu menghasilkan gelombang besar di permukaan laut. “Tanah longsor ini cukup mudah dikenali dalam data seismik,” jelas Dr Rachel Brackenridge dari Universitas Aberdeen. “Mereka berbentuk lensa dan sedimen yang di dalamnya kacau-balau. Itu bukan lapisan datar, teratur, seperti tramline yang Anda harapkan akan ditemukan. Saya memetakan 19 peristiwa, tetapi itu dibatasi oleh resolusi data. Akan ada peristiwa kecil lainnya yang tidak bisa saya lihat,” katanya kepada BBC News. Semua tanah longsoran kuno itu berada di sisi barat saluran. Di kedalaman 3.000 meter. Yang melintasi Selat Makassar. Dan mereka juga sebagian besar berada di sebelah selatan Delta Mahakam di Pulau Kalimantan. Sungai Mahakam mengeluarkan jutaan sedimen meter kubik setiap tahun. Menurut tim peneliti, bahan ini terbawa arus selat dan menumpuk di tempat yang lebih dangkal dari dasar laut. Sehingga membuat garis yang curam. Antara tumpukan sedimen dengan dasar laut dalam. Tumpukan sedimen curam yang menumpuk dari waktu ke waktu akhirnya runtuh ke lereng. Mungkin dipicu oleh guncangan gempa bumi setempat. Itu yang berpotensi memunculkan gelombang air di permukaan. Itu diperkirakan terjadi dalam 2,6 juta tahun terakhir. Tim peneliti juga berencana untuk mengunjungi daerah pesisir Kalimantan. Mencari bukti fisik dari tsunami purba dan untuk memodelkan jenis gelombang yang bisa mengenai garis pantai. Prof Ir Benyamin Sapiie PHd, dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan, penelitian ini memperkaya pengetahuan masyarakat geologi dan geofisika Indonesia tentang bahaya sedimentasi dan tanah longsor di Selat Makassar. (krv/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: