2 Lempengan Aktif

2 Lempengan Aktif

TANJUNG REDEB, DISWAY – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Berau, juga menyebut Berau sangat berpotensi tsunami. Pasalnya, ada dua lempengan aktif di laut Bumi Batiwakkal. Yakni, Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat.

Hal itu diungkapkan kepala BMKG Berau, Tekad Sumardi. Walaupun lempengan di Berau terbilang kecil, tapi jika ada gempa cukup tinggi yang mengakibatkan pergeseran lempeng semakin jauh, maka Berau bisa terjadi tsunami. Bukan hanya itu, Tekad menyebut, untuk wilayah utara Kalimantan Timur (Kaltim), khususnya Berau, ada lempengan aktif yang cukup besar di dekat atau sekitar Pulau Tarakan. Hal itu pun sangat membahayakan untuk Berau. Jika terjadi tsunami di Tarakan, sudah dapat dipastikan Berau juga akan digulung gelombang. “Karena Berau dan Tarakan masih satu laut. Yakni, laut Sulawesi,” ujarnya kepada Disway Berau. Tak hanya itu, Tekad mengatakan, jika terjadi tsunami di wilayah Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), Berau pun akan tersapu gelombang. Bahkan, tak hanya Maratua dan Derawan. Bidukbiduk pun bisa terkena tsunami. “Waktu Aceh mengalami tsunami, ombaknya itu sampai ke Madagaskar. Waktu di Jepang tsunami, gelombang juga sampai ke Halmahera, Maluku Utara. Karena mereka satu laut. Jadi sangat wajar itu terjadi,” ungkapnya. Dikatakannya, ada satu alat yang terpasang si Pesisir Selatan Berau. alat itu berfungsi untuk mendeteksi getaran atau gempa. “Sementara kita belum punya alat pendeteksi tsunami,” ungkapnya. Diakuinya, dari pantauan alat, terlihat beberapa kali ada getaran di perairan Berau. Diungkapkannya, Sesar Maratua beberapa kali bergeser, yang mengakibatkan getaran sekira 3 sampai 4 skala richter (SR). “Jadi memang di bawah 5 masih, kalau di atas 7, pasti tsunami,” jelasnya. Saat ini, dirinya berharap agar pemerintah sesegera mungkin melakukan sosialisasi dan simulasi tanggap bencana tsunami. Pasalnya, cuaca di Laut Sulawesi, sedang tidak baik. “Ini harus segera dilakukan, masyarakat harus punya jalur evakuasi jika memang bencana itu terjadi,” tegasnya. Saat ini, di Manado, Sulawesi Utara, gelombang sudah sangat besar. Bahkan, sudah naik ke jalan. Hingga merusak beberapa fasilitas umum. “Ingat, Berau dan Manado juga masih satu laut. Kalau di sana gelombang bisa sebesar itu, maka Berau juga berpotensi,” jelasnya. Diberitakan sebelumnya, Kabid Kedaruratan dan Logisitik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, Nofian Hidayat menyebut, masyarakat Berau harus siap siaga, jika terjadi bencana. Pasalnya, cuaca buruk mulai terlihat di langit Kabupaten Berau. “Ini kami dapat laporan nelayan di Tanjung Batu kapalnya terbalik, karena faktor cuaca,” ujarnya kepada Disway Berau, Minggu (17/1). Menurutnya, potensi bahaya masih sangat besar terjadi di Berau. Apalagi, berdasarkan pantauannya air sungai beberapa hari belakangan ini meluap cukup tinggi. Bahkan, tumpah ke jalan. “Hal seperti ini jangan dianggap enteng. Karena bisa berdampak sangat besar. jika itu terjadi di laut, besar kemungkinan akan terjadi tsunami,” katanya. Adapun potensi bencana yang menghantui Berau, adalah tanah longsor di wilayah Kelay, Teluk Bayur dan Segah. Sedangkan, untuk wilayah perkotaan juga masih memiliki potensi wilayah banjir, karena diapit dua sungai besar. “Yang paling menjadi sorotan sekarang adalah daerah pesisir utara. Seperti Derawan, Maratua, bahkan hingga ke Tarakan. Itu bisa berpotensi tsunami,” ungkapnya. Diungkapkannya, lempengan sesar di daerah Maratua berstatus aktif. Jika terjadi pergeseran lempeng, maka akan terjadi tsunami. Dalam situasi saat ini, dirinya berharap tim penanganan bencana bisa terbentuk. Hal itu untuk memudahkan koordinasi, regulasi termasuk publikasi dan informasi terkait potensi bahaya. “Ini penting untuk dilaksanakan. Karena ada lima unsur yang dilibatkan untuk penanganan bencana. Mulai dari pemerintah kabupaten, TNI-Polri, perusahaan, Organisasi Masyarakat dan keterlibatan media,” ungkapnya. Lanjutnya, saat ini banyak kampung yang sudah dilatih untuk tanggap bencana. Pihaknya pun kerap melakukan sosialisasi dan pendampingan ataupun simulasi jika terjadi bencana. Salah satu kampung yang telah siap untuk tanggap bencana adalah Tanjung Batu. “Bukan hanya simulasi, tapi kami berikan edukasi. Jadi jangan sampai masyarakat kalau ada bencana seolah menyalahkan alam. Padahal, setiap bencana alam ada campur tangan manusia di dalamnya. Seperti tanah longsor, karena manusia membabat hutan. Banjir karena masyarakat membuang sampah di sungai,” tandasnya. 11 Bagan Apung Rusak Sebanyak 11 bagan milik warga Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan, hanyut akibat hantaman angin kencang dan ombak besar, pada Sabtu (16/1) sekira pukul 22.00 wita. Kejadian ini juga membuat menghanyutkan seorang pria bernama Syariffudin (57). Kapolres Berau AKBD Edy Setyanto Erning melalui Kapolsek Pulau Derawan, Iptu Zaenuri yang dikonfirmasi Minggu (17/1), menuturkan, kejadian sekira pukul 22.00 Wita, saat itu, korban yakni Syarifuddin, tengah berada di pondok bagan miliknya. Namun, karena angin kencang dan juga ombak besar, bagan miliknya bersama 10 bagannya lainnya hanyut. “Korban ditemukan di sekitar Pulau Semama, pada pukul 08.00 Wita, dalam keadaan selamat,” ujarnya. Ia mengungkapkan, kejadian hanyutnya bagan ini, pertama kali diketahui oleh Yunus, yang pada pukul 05.00 Wita, hendak menjemput Syarifuddin, namun saat tiba di lokasi, sudah tidak menemukan bagan dan juga korban. Kemudian Yunus menghubungi keluargannya, untuk meminta bantuan mencari korban. “Korban saat ditemukan berada di dalam pondok yang ada pada bagan tersebut. Tidak ada luka, hanya syok saja,” ucap perwira balok dua tersebut. Ia melanjutkan, akibat kejadian ini, kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Karena bagan tersebut hanyut dan tidak ada yang bisa diselamatkan. “Kerugian hampir Rp 440 juta, untuk 11 bagan. Bagan itu, milik 10 orang, semuanya warga Tanjung Batu,” ucapnya.*/fst/app

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: