“Ini Bukan Rekayasa, Kami Tidak Berbohong”

“Ini Bukan Rekayasa, Kami Tidak Berbohong”

Tetesan air mata tak sengaja jatuh keluar dari celah mata para tenaga kesehatan (nakes). Tak sanggup menahan rasa sedih, karena pengorbanannya tak dianggap serius segelintir oknum masyarakat yang tak percaya COVID-19.

Fery Setiawan, Tanjung Redeb UCAPAN bergemetar tiba-tiba terdengar dari mulut Dani Apriat Maja, Surveilans Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) RSUD dr Abdul Rivai Tanjung Redeb. Seketika, sekelompok nakes bergantian mengambil tisu untuk mengusap air mata yang menetes. Tak terkecuali Kepala Dinas Kesehatan Berau, Iswahyudi, juga berurai air mata. Sepertinya, Dia sangat paham atas apa yang dirasakan oleh rekan-rekan nakes. Pemandangan ini terlihat saat jumpa pers terkait pandangan masyarakat tentang COVID-19, Selasa (12/1). Dani, pria yang bertugas mengambil spesimen dari saluran pernapasan pasien COVID-19 itu, menunjukkan empati kepada dokter Robert Christian Naiborhu. Satu-satunya dokter spesialis paru di Bumi Batiwakkal-sebutan Kabupaten Berau. “Saya tak tahu lagi, orang seperti apa dokter Robert. Pria luar biasa yang rela menghabiskan waktunya berjibaku dengan pasien COVID-19. Bahkan mungkin tak punya waktu bercengkerama dengan anak atau keluarganya,” tuturnya. Dani bertanya-tanya, mengapa ada  masyarakat yang tega menganggap COVID-19 adalah sebuah kebohongan yang sengaja dibuat. Padahal, sudah banyak bukti yang kasat mata. “Teman-teman, ini bukan rekayasa. Kami bekerja bukan untuk berbohong. Kami dituntut atas dasar kemanusiaan. Bukan untuk memperkaya diri,” tuturnya penuh keluh. Selain Dani, Iswahyudi pun mengungkapkan perasaannya. Tak ada untungnya bagi pemerintah ataupun nakes untuk meng-COVID-kan orang. Bahkan itu, hanya akan menambah beban pekerjaannya. “Kami yakinkan, bahwa kami bekerja siang dan malam tanpa memikirkan keuntungan,” katanya. Ditegaskannya, tenaga kesehatan telah banyak yang menjadi korban kejamnya virus itu. Tak ada tempat aman untuk berlindung bagi tenaga kesehatan. Karena mereka dituntut untuk berkerja mengatasi keluhan pasien COVID-19. “Bukan hanya pasien COVID-19 yang kami urusi. Semua pasien yang sakit pun kami perhatikan dan mendapatkan penanganan,” ujarnya. Tak hanya itu, Surveilans Dinas Kesehatan Tuti Handayani, mengaku hanya memiliki waktu 4 jam untuk istirahat. Dirinya bekerja melebihi waktu kerjanya. Tuti pun kerap tak memiliki waktu untuk bermain dengan anaknya. “Kalau memang kami berbohong atas apa yang terjadi sekarang. Kami tidak mungkin memilih tenaga kesehatan untuk menjadi pasien COVID-19, kami tidak mungkin menunjuk Kapolres untuk terpapar COVID-19, kami juga tidak mungkin meminta almarhum Bupati Berau, Muharram untuk jadi pasien COVID-19,” ungkapnya. Ia bingung dan risau. Tak tahu bagaimana caranya agar masyarakat mempercayai bahwa COVID-19 itu nyata. Tuti tak menuntut masyarakat untuk sepenuhnya percaya pada yang terjadi sekarang. Namun, Ia meminta agar tidak mengucapkan kata yang sekiranya menyakiti hati tenaga kesehatan. “Saya akui saya takut. Bahkan, dokter Robert pun takut terpapar COVID-19. Kenapa masih banyak yang sok berani,” tanyanya penuh rasa kecewa. */app

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: