Bisnis Gula Merah; Punya Potensi, tapi Kurang Dilirik

Bisnis Gula Merah; Punya Potensi, tapi Kurang Dilirik

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Bisnis gula merah saat ini belum mendapat perhatian pemerintah. Bahkan, gula merah dari aren yang banyak ditanam tidak masuk 5 komoditi utama perkebunan.

Jika dilihat konsumsinya, saat ini masyarakat lebih menyukai pemanis alami. Beberapa daerah di Indonesia bahkan sudah menunjukkan makin bersinarnya bisnis ini. Seperti Sulawesi, Banyumas, Banten, Lampung, dan Blitar. Bagaimana dengan Kaltim? Pengusaha asal Penajam Paser Utara (PPU), Hariadi mengatakan permintaan gula merah cukup tinggi. Hariadi membuat gula merah dari nira kelapa. Seperti diketahui, gula merah bisa berasal dari nira kelapa dan nira pohon aren. Tapi produksi Hariadi masih sedikit karena kekurangan tenaga kerja. Ia dan istri hanya memproduksi sesuai kesanggupannya saat ini. Permintaan pasar biasanya sebesar 4 kuintal per bulan. Pasar besar yang meminta dirinya untuk menyediakan gula merah nira kelapa itu berasal dari Balikpapan. Namun, permintaan itu ditolak Hariadi. Karena menurutnya, ia akan kesulitan lantaran tidak punya pekerja khusus. Permintaan itu pun diakui Hariadi rutin tiap bulan. Tetapi sayangnya, pengrajin lain di wilayahnya sudah tidak berproduksi. Padahal dulu, ada sekitar 30 pengrajin. Maraknya kedai kopi kekinian juga menaikkan permintaan gula merah, khususnya dari nira aren. Pengusaha gula aren di Samarinda, Juwita Intan Puspita mengatakan hal itu. Juwita mendirikan bisnis ini tepatnya di Juli 2019 lalu. Bisnis yang ia dirikan merupakan bisnis keluarga. Di mana kebunnya pun milik keluarga besarnya. Dalam sehari, produksi gula aren tidak menentu. Tergantung musim. "Kalau ada saja, kadang orang langsung ambil banyak," ucapnya diwawancara baru-baru ini. Tak hanya kedai kopi, tetangga sekitar rumahnya juga kerap membeli gula aren miliknya. Produksi gula arennya, ditegaskan Juwita, panggilannya, baru belasan kilo saja. Untuk ukuran 1 kilogram, diberi harga Rp 30 ribu. Dan untuk ukuran lebih kecil, dibanderol harga Rp 15 ribu. "Kalau yang kedai kopi, biasanya ambil 10 kilogram. Tapi tidak setiap hari, tergantung pohon arennya. Ada mengeluarkan nira apa enggak. Karena kita ngolahnya langsung dekat kebun," ujarnya. Pelanggannya diakui Juwita lebih banyak ibu rumah tangga. Untuk kebutuhan pokok seperti memasak. Karena memang diakui Juwita, masyarakat memang lebih sering menyukai pemanis alami. Dinas Perkebunan Kalimantan Timur (Disbun Kaltim) melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Komoditi Sri Wahyuni mengatakan, gula aren memang tidak termasuk 5 komoditi utama yang dikembangkan Kaltim. Yakni, kelapa sawit, karet, kakao, kelapa dalam, dan lada. Aren termasuk bahan komoditi lainnya. Sekelompok dengan cengkeh, kemiri, kapok, jambu mete, panili, pala, kayu manis, pinang, sagu dan tebu. Berdasarkan data Disbun Kaltim, luas tanam komoditi lainnya termasuk aren mencapai 3.012 hektare. Dan mengalami penurunan 264 hektare atau -8,76 menjadi 2.748 hektare di 2019. "Penurunan luas tanam terjadi akibat tidak seimbangnya antara tanaman tua/mati dengan peremajaan tanaman. Selain itu adanya alih fungsi lahan menjadi komoditi kelapa sawit, tanaman pangan dan sektor pertambangan turut mempengaruhi terjadinya penurunan luas tanam pada sejumlah komoditi perkebunan yang dimaksud," jelas Siti Wahyuni ditemui di ruang kerjanya baru-baru ini. Untuk harga, rata-rata harga gula aren di 2019 lalu hanya Rp 17.386. Dari Januari hingga Desember harga tertinggi terjadi pada Mei, yaitu Rp 19.038. Umani, UPTD Benih Tanaman yang juga kepala seksi (Kasi) Pengolahan Disbun Kaltim menuturkan hal serupa. Produksi aren di Kaltim memang tergantung cuaca. Walaupun permintaannya juga banyak. Tetapi untuk gula aren di Kaltim, hanya dipasarkan di dalam Bumi Mulawarman saja. Kelompok binaan Disbun Kaltim pun hanya menjual kepada pihak Disbun saja. "Enggak ada yang sampai di luar (Kaltim) karena memang produksinya terbatas," tuturnya. Diakui Umani, memang permintaan gula aren sangat banyak. Tetapi karena tidak termasuk 5 komoditi utama, minat dari petani, maupun pengrajin gula aren pun kurang. Karena berdasarkan pengalamannya, 5 komoditi utama rutin mendapatkan bantuan dari pemerintah provinsi. Maupun pemerintah daerah. Tetapi, Umani berani menjamin. Kualitas gula aren olahan Kaltim sangatlah baik. Mengalahkan produk gula aren asal Sulawesi. Bahkan, kelompok tani binaan Disbun Kaltim yang berada di wilayah Kenohan, juga mempunyai permintaan tinggi. Tetapi, lantaran aren yang dihasilkan bergantung di cuaca, belum tentu dalam seminggu produksi gula aren dari pengrajin di Kenohan ada. "Kalau (produk) dari kelompok (tani Kenohan) yang kita bina, biasanya itu habisnya di lingkungan kantor kita saja. Jarang sampai di luar, karena enak, jadi cepat habis," ungkapnya. (nad/eny)

Perlu Sentralisasi Kebun Aren

Menurut Akademisi Pertanian Hamka, budi daya aren Kaltim belum sebesar kelapa sawit. Atau tanaman perkebunan lain. Seperti karet serta kelapa dalam. Karenanya, produktivitas aren pun kecil. Tetapi jika dilihat dari kebutuhan, kata dia, memang kebutuhan untuk rumah tangga tinggi. Kegunaannya untuk bahan dapur, makanan, serta pemanfaatan lainnya bisa dirasakan masyarakat. Namun, menurut Direktur Politani Samarinda ini, pangsa pasar aren juga cukup besar. Khususnya masyarakat Bumi Etam jika sedang merayakan acara-acara keagamaan. "Cuma dalam kondisi hujan produktivitas aren turun. Karena kadar airnya semakin tinggi. Sehingga rasa manis yang dikandung aren berkurang. Aren bagus, ketika musim kemarau, kalau penghujan (seperti sekarang) susah," terangnya. Lebih lanjut, tanaman aren di Kaltim, memang tidak sebanyak tanaman kelapa sawit. Wajar saja budidayanya kurang. Apalagi perhatian pemerintah hanya di 5 komoditas saja. "Peluang untuk memajukan perkebunan aren sangat luas. Tinggal pemerintah saja untuk mengeluarkan regulasi," kata Hamka. Soal harga, juga perlu diperhatikan. Hamka menjelaskan, di tingkat distribusi, permainan harga itu terjadi. Regulasi pemerintah di bagian ini sangat dibutuhkan petani. Agar taraf kebutuhan hidup petani aren juga meningkat. Begitu pula untuk pengrajinnya. Bagi Hamka, kepopuleran aren tak lekang oleh waktu. Jika pemerintah Kaltim turut andil, memberikan alokasi wilayah, seperti sentralisasi aren di tiap daerah. Tidak menutup kemungkinan di kabupaten/kota akan mencontoh. "Masyarakat kabupaten/kota akan mengikuti, dan langsung mengerjakan. Siapa yang tidak semangat jika pemerintahnya mendukung penuh? Pasti (semangat)," pungkas Hamka mengakhiri. (nad/eny)

Harga Komoditi Aren (2019)

Januari: Rp 18.438, Februari: Rp 17.500, Maret: Rp 17.750, April: Rp 17.750, Mei: Rp 19.038, Juni: Rp 17.000, Juli: Rp 18.813, Agustus: Rp 16.838, September: Rp 16.875, Oktober: Rp 15.563, November: Rp 15.563, Desember: 17.500

Rekapitulasi Luas Areal dan Produksi Perkebunan Disbun Kaltim (2019)

  • Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) aren sebanyak 396 ha.
  • Tanaman Menghasilkan (TM) aren sebanyak 704 ha.
  • Tanaman Tua/Tanaman Rusak (TT/TR) aren sebanyak 102 ha.
Dengan luas 1.220 hektare (2019)
  • Produksi aren sebanyak 465 ton.
  • Rata-rata produksi 661 kilogram.
  • Tenaga Kerja Perkebunan (TKP) sebanyak 1.764 orang.

Rekapitulasi Luas Areal dan Produksi Perkebunan Pola Rakyat/Swadaya (2019). Luas lahan 1.220 hektare

  • TBM aren 396 ha. TM 704 ha.
  • TT/TR 120.
  • Produksi 465 ton
  • Rata-rata produksi juga sama, yakni 661 kilogram.
  • TKP 1.764 orang
Sumber: Dinas Perkebunan Kaltim  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: