Satu Hektare Porang Bisa Hasilkan Rp 800 Juta 

Satu Hektare Porang Bisa Hasilkan Rp 800 Juta 

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Tanaman porang atau yang dikenal Amorphophallus Muelleri Blume merupakan jenis tanaman umbi-umbian. Tanaman yang memiliki kandungan glucomannan ini banyak manfaat. Di antaranya sebagai bahan baku untuk membuat penjernih air, lem, kosmetik, juga tepung. Manfaatnya yang banyak ini membuat porang dikenal hingga ke Negeri Sakura.

Glucomannan adalah serat alami yang dapat larut di air. Bahan ini biasa dijadikan pengental dan emulsifier sehingga bisa dijadikan bahan pembuat lem ramah lingkungan. Di dunia kuliner, glucomannan dipakai untuk aditif makanan. Menurut Kementerian Pertanian, bahan ini bahkan bisa digunakan sebagai komponen pesawat. Umbi ini dapat diolah menjadi bahan makanan. Terdapat beberapa daerah yang menjadi sentra pengolahan tepung porang. Daerah tersebut antara lain Madiun, Maros, Wonogiri, Bandung, dan Pasuruan. Dari peluang bisnis yang terbuka tersebut. Banyak pengusaha ataupun petani di Kalimantan Timur menanam porang. Bahkan sejak dua tahun terakhir petani yang menanam umbi porang terus bertambah. Salah satunya Temang Dwi HP (47). Yang merupakan pengusaha kuliner di Balikpapan ini tertarik bertani menanam porang. Mulai menanam di masa pandemi pada Agustus 2020. Dengan lahan yang dimiliki di kawasan Lamaru dan Selok Api, Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Mengenal tanaman porang dan berbagai manfaat sekaligus peluang bisnis itu diperoleh dari media sosial. Dengan belajar melalui media sosial dan jaringan yang dimiliki, ia pun memberanikan diri untuk menanam porang. Lahan tidur miliknya kini bisa produktif. Meski belum seluruhnya termanfaatkan untuk ditanami porang. Temang mengatakan lahan yang dimiliki ditanami secara bertahap. Untuk di kawasan Lamaru tepatnya di Desa Selok Lai telah ditanami porang seluas 1 hektare. Jumlah itu dari 6 hektare lahan yang dimiliki. Sementara untuk di Selok Api, Samboja mulai ditanami porang seluas 2 hektare dari 4 hektare. "Di kawasan Lamaru bertanam porang dengan sistem tumpang sari. Di mana porang tumbuh di antara pohon karet. Sedangkan di kawasan Selok Api secara keseluruhan ditanami porang," kata Temang saat dijumpai pada Senin (4/1/2020). Temang menuturkan, modal tanam porang sekitar Rp 150 juta untuk satu hektare lahan. Dengan masa panen dua tahun. Alasannya menanam porang karena perawatannya tidak membutuhkan waktu yang panjang. "Lahan saya selama ini tidur. Dari pada tidur saya cari tanaman yang perawatannya tidak rewel, mudah, kompetitif. Ini dua tahun bisa panen kemudian nanti panen lagi," jelasnya dengan antusias. Diakuinya, modal untuk menanam cukup besar. Karena bibit dan perawatan untuk pupuk cukup besar. "Lumayan modalnya. Satu hektare membutuhkan sekitar Rp 157 juta. Tetapi potensinya sangat menjanjikan," ucapnya. Bibit porang diperolehnya dari Madiun, Jawa Timur. Meski bibit di Kaltim ada, pihaknya memilih untuk membelinya ke Jawa. Selain karena mencari jaringan, kata dia, melihat potensi lainnya apabila masa panen tiba. Untuk satu hektare lahan apabila dengan sistem tanam tumpang sari membutuhkan 15 ribu tanaman. Kemudian jika tanpa tumpang sari dibutuhkan 40 ribu tanaman porang untuk satu hektare. Adapun perawatannya. Dibutuhkan 1.000 karung pupuk kompos. Pupuk yang digunakan pun harus organik baik pupuk tabur ataupun cair. "Kebutuhan untuk pupuk estimasinya sekitar Rp 70 juta," katanya. Menurutnya, dalam memperoleh pupuk kompos cukup sulit dan mahal. Sehingga ia juga memproduksi pupuk organik dari dari daun dan limbah cair untuk dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman porang yang dimilikinya. "Cara ini diyakininya bisa mempermudah dalam perawatan untuk memupuk," ujar Temang. Temang optimistis tanaman porang sangat menjanjikan dalam bisnis pertanian. Karena dari sisi bisnis memiliki potensi yang besar. Dari estimasinya, apabila panen bisa mengantongi Rp 800 juta. “Dalam 1 hektare lahan tanpa naungan bisa ditanam 40.000 pohon. Jika rata rata setiap pohon menghasilkan 2 kg dalam 2 musim maka hasil yang didapatkan 80 ton atau 80.000 kg. Jika harga pasaran mencapai Rp 10.000 maka dalam 1 kali tanam selama 2 musim akan menghasilkan Rp 800 juta. Kalau estimasi harga porang 1 kg Rp 5.000 akan menghasilkan Rp 400 juta,” beber Temang. Disinggung mengenai masa panen pada dua tahun nanti. Temang menyebut akan menjualnya ke Jawa seperti daerah Sidoarjo dan Surabaya. Karena di Kaltim sendiri belum ada pabriknya. Meski belum berdiri pabrik, pihaknya meyakini bisa menjualnya ke Jawa dengan harga yang kompetitif. "Hasil panen tidak terlalu khawatir. Paling lempar ke Jawa. Insyaallah tahun 2022 kalau ada modal petani di Kaltim bisa jual ke saya. Belum tahu ada pabrik atau tidak. Kalau ketergantungan sama pabrik kapan mau mulai, makanya saya tanam saja," bilang dia dengan optimis. Terpisah, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Balikpapan Abdul Rahman mengatakan, sejak tahun lalu hingga kini petani didorong untuk menanam porang. Mengingat potensi ekspor untuk tanaman tersebut sangat besar. Karena itu pihaknya terus mendorong petani untuk bertanam porang. "Sekarang total ada 250 hektare lahan di Kaltim telah ditanami porang. Saat ini progresnya sedang bertanam," sebut Abdul Rahman. Pada 2020, telah terbentuk komunitas petani porang. Komunitas tersebut untuk berbagi informasi mengenai bertanam porang. "Kami kenalkan dulu. Kemudian nanti apabila produksi sudah banyak petani akan dengan mudah memasok untuk pabrik," ujarnya. (fey/eny)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: