Kaltim Ekspor Plywood dan Veneer ke 14 Negara

Kaltim Ekspor Plywood dan Veneer ke 14 Negara

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Bisnis komoditas kayu olahan di Kaltim masih bergairah. Bahkan masih rutin melakukan ekspor. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kalimantan Timur (Disperindagkop UKM Kaltim) mencatat nilai ekspor mencapai Rp 978 miliar. Itu terjadi sepanjang Januari hingga November 2020. Nilai ekspor industri kayu itu utamanya untuk komoditas plywood (kayu lapis) dan veneer.

Kepala Disperindagkop UKM Kaltim HM Yadi Robyan Noor mengatakan, saat kondisi normal baru, Kaltim masih terus memproduksi kayu untuk di ekspor ke luar. Ada 14 negara yang menerima impor kayu lapis asal Bumi Etam. Yakni Jepang, Korea Selatan, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Hongkong, Taiwan, Belgia, Jerman, Filipina, Myanmar, India, China dan Thailand. “Masih menguntungkan (bisnis kayu lapis) dan ada permintaan juga dari buyer luar,” terang HM Yadi Robyan Noor. Roby, sapaannya menjelaskan, sejauh ini ekspor berjalan baik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan neraca perdagangan dari rentan waktu Januari hingga November. Untuk komoditas kayu, ditegaskan Roby pihaknya memiliki data yang cukup lengkap. Ia menyampaikan, pertumbuhan ekspor kayu lapis ini dapat perhatian tersendiri dari Gubernur Kaltim Isran Noor. Kata Roby, orang nomor satu di Benua Etam tersebut merasa bahagia. Lantaran, dalam keadaan COVID-19 ekspor kayu tidak menurun. “Tren kenaikan kita masih bisa menghasilkan devisa untuk ekonomi (dari sektor kayu),” ucapnya. Berdasarkan data yang diterima, tercatat November 2020 lalu ekspor plywood dan veneer sebanyakan USD 7.642.199,06. Mengalami peningkatan sebesar 315,81 persen dibandingkan Oktober 2020. Yang hanya sebesar USD 1.837.962,01. Namun peningkatan tersebut masih di bawah capaian awal 2020. Tepatnya, Januari lalu yang mencapai USD 8.360.115,09. Di Februari 2020, angkanya mengalami penurunan 30,61 persen. Lalu kembali mengalami kenaikan 55,07 persen Maret lalu. Dengan nominal USD 8.995.464,12. Tren penurunan tersebut terus berlanjut dua bulan selanjutnya. Masing-masing April turun 23,45 persen dan Mei 12,49 persen. Lalu, sempat kembali meningkat 8,71 persen di Juni menjadi USD 6.044.434,68. Lalu Juli turun 7,73 persen, Agustus 0,82 persen dan September 17,23 persen. Selanjutnya penurunan terbesar terjadi di Oktober 62,96 persen. Yakni senilai USD 1.837.962,01. "Data ini bersumber dari Instansi Penerbitan Surat Keterangan Asal (IPSKA) Kaltim melalui Disperindagkop UKM Kaltim," jelas Roby. Roby pun melanjutkan, data tersebut menjelaskan negara tujuan ekspor komoditas kayu tersebut. Tak hanya itu, pelaku usaha yang melakukan ekspor juga dapat dilihat melalui data IPSKA Kaltim melalui Disperindagkop UKM Kaltim. "12 pelaku usaha ini sukses mempertahankan ekonomi Kaltim untuk komoditas plywood dan veneer," tandas Roby. Permintaan Masih Tinggi Nada optimis juga disampaikan Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Balikpapan, Abdul Rahman. Ia menilai bisnis kayu lapis diyakini memiliki peluang menguat di tahun ini. Bagaimana tidak, pada 2020 terbukti komoditas tersebut mampu bertahan dan secara kontinyu melakukan ekspor. Bahkan di masa pandemi, masih ada permintaan dari negara Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab dan Oman. Sehingga pada tahun ini diproyeksi ekspor kayu lapis masih akan tinggi. Pasalnya, permintaan akan ekspor untuk negara tujuan bertambah pada tahun ini. “Kayu lapis ada ke Timur Tengah dan beberapa negara lainnya untuk negara tujuannya. Tahun depan akan ada permintaan ribuan ton kayu yang sudah dihancurkan untuk diekspor,” kata Abdul Rahman, Minggu (3/1/2020). Menurutnya, pada Februari nanti ribuan ton kayu yang sudah dihancurkan menjadi kertas itu akan diekspor ke negara tujuan. Yaitu China. Dengan demikian, pada tahun ini akan banyak potensi komoditas yang bisa di ekspor dari Provinsi Kalimantan Timur. “Ekspor itu baik dari pertanian maupun non pertanian. Upaya untuk meningkatkan ekspor akan terus ditingkatkan,” ujarnya. Pada tahun ini ditargetkan perolehan ekspor pertanian dan non pertanian naik 15 persen dari angka realisasi tahun 2020. Pada tahun tersebut, berhasil membukukan sebesar Rp 7 triliun lebih. “Meski pada awal pandemi COVID-19 sempat mengalami penurunan permintaan. Permintaan ekspor terkejar pada bulan Oktober hingga akhir tahun 2020,” sebut Abdul Rahman. (nad/fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: