Tim MaKin Laporkan Dugaan Kecurangan Pilkada Kutim
Kutim, nomorsatukaltim.com – Meski tahapan rekapitulasi Pilkada Kutim telah usai. Tetapi pasangan calon (Paslon) Mahyunadi-Lulu Kinsu (MaKin) masih berupaya melaporkan dugaan pelanggaran pemilu.
Bahkan beberapa laporan yang masuk ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kutim pun mendapat sorotan tajam. Langkah Bawaslu menghentikan penyelidikan atas laporan yang dilayangkan kubu MaKin dianggap tergesa-gesa. Konferensi pers digelar Rabu (23/12/2020) malam. Tim advokasi MaKin sekaligus pelapor, Munir Perdana mengungkapkan kekecewaannya atas sikap Bawaslu. Menurutnya, langkah tergesa-gesa Bawaslu menghentikan laporan dugaan pelanggaran pemilu itu, dianggap cacat prosedural. Ia menyoroti penggantian jabatan Plt Kepala Disdukcapil Kutim dari Heldi Friandi ke Sulastin. Pergantian dilakukan Plt Bupati Kutim, Kasmidi Bulang selaku petahana. Hal itu disebutnya melanggar Pasal 71 ayat 2 UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. “Dalam pasal itu secara gamblang menyebutkan, kepala daerah dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri,” ucap Munir. Berdasarkan semua bukti yang dikumpulkan kubu MaKin, disebutkan kalau perihal ini adalah pergantian jabatan. Bukan sekedar mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan pejabat. Apalagi pergantian tersebut dilakukan 2 hari pasca KPU Kutim menetapkan calon kepala daerah yang berlaga di Pilkada Kutim. “SK pengangkatan Ibu Sulastin sebagai Plt Kepala Disdukcapil Kutim dilaksanakan pada 25 September 2020, sementara KPU Kutim menetapkan calon kepala daerah pada 23 September 2020,” ungkap Munir. Tetapi hasil laporan ke Bawaslu Kutim justru membuat Munir dan tim advokasi MaKin bertanya-tanya. Status laporan temuan itu justru mengabaikan koordinasi terlebih dahulu dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, dalam surat pemberitahuan yang diterima Munir, tidak dijelaskan apa alasan Bawaslu Kutim menghentikan laporan dugaan pelanggaran pemilu tersebut. Menurutnya, apabila itu memang dianggap tidak memenuhi unsur, maka Bawaslu harus mengemukakan alasannya. “Begitu pun sebaliknya, bila memenuhi unsur, maka harus diumumkan bahwa itu melanggar Pasal 71 ayat 2. Sebagai sanksinya, sudah diatur di Pasal 71 ayat 5, paslon terkait yang dianggap telah melakukan pelanggaran, mendapatkan sanksi pembatalan sebagai calon,” imbuhnya. Padahal laporan itu mendapat pendampingan oleh Bawaslu Kaltim dan Bawaslu RI. Saran pun telah dikeluarkan agar Bawaslu Kutim meminta arahan ke Ditjen Otonomi Daerah, Kemendagri, sebelum mengeluarkan keputusan. “Mengapa koordinasi tak dilakukan, karena itu yang jadi landasan Bawaslu Kutim untuk mengeluarkan keputusan,” ketusnya. "Kenyataannya, penghentian laporan dugaan pelanggaran pemilu itu dilakukan Bawaslu Kutim tanpa menunggu hasil koordinasi dengan Kemendagri,” sambungnya. Pergantian Plt Kepala Disdukcapil Kutim ini ditengarai menjadi penyebab banyaknya pemilih tambahan di Pilkada Kutim. Pemilih yang dimaksud adalah pemilih yang tidak masuk daftar pemilih tetap (DPT) dan mencoba menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja. Temuan ini berkaitan erat dengan perolehan suara yang terjadi pada saat pelaksanaan pencoblosan 9 Desember lalu. Sehingga kuat diduga kubu MaKin, jika pergantian Plt Kepala Disdukcapil itu erat kaitannya dengan banyaknya pemilih ganda itu. Saat coba melaporkan hal ini ke Bawaslu Kutim agar bisa mendalami temuan dugaan pelanggaran tersebut, justru dianggap tidak memenuhi unsur. “Dalam laporan ini, secara signifikan ditemukan adanya pemilih ganda. Pemilih yang mencoblos dengan nama dalam DPT dan juga DPTb. Data pelanggaran ini secara masif terjadi di hampir semua TPS,” ujar Munir. (bct/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: