Korupsi di PT AKU: Berharap Laba, Malah Elus Dada
Hakim berulangkali menanyakan pertanyaan yang sama: Sudah merugi, kok PT AKU terus diberi modal. Jawaban saksi pun sama: Pemprov masih berharap dapat laba.
nomorsatukaltim.com - PERTANYAAN dan jawaban tersebut menghiasi lanjutan sidang kasus korupsi penyertaan modal Pemprov Kaltim kepada Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU). Sidang tersebut berlangsung secara daring, Senin (7/12/2020) siang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda. Persidangan dipimpin Hongkun Ottoh, didampingi Abdul Rahman Karim dan Aswin Kusmanta sebagai hakim anggota. Mereka mengadili perkara korupsi yang dilakukan Yanuar, mantan Direktur Utama (Dirut) Perusda PT AKU. Yanuar diduga telah menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim. Modus rasuah yang dilakukan Yanuar berupa investasi bodong. Akibat perbuatannya itu, negara menderita kerugian sebesar Rp 29 miliar. Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indriasari dan Sri Rukmini, menghadirkan dua orang saksi atas nama Suriansyah dan Fahmi. Kedua saksi ini dihadirkan, terkait pengetahuannya mengenai kucuran dana dari Pemprov Kaltim kepada Perusda PT AKU secara berjenjang. Tepatnya, pada medio 2003 hingga 2010, dengan nilai keseluruhannya sebesar Rp 27 miliar. Turut menghadirkan terdakwa Yanuar sebagai pesakitan, yang saat ini menjalani masa penahanan di Sel Tahanan Mapolsek Samarinda Kota. Ia didampingi tiga kuasa hukumnya, Wasti, Supiyatno dan Marpen Sinaga. Untuk mendengarkan kesaksian yang disampaikan oleh kedua saksi tersebut. Suara menggelegar dari ketukan palu Ketua Majelis Hakim Hongkun Ottoh, menandakan sidang perkara terdakwa mantan pucuk pimpinan PT AKU kembali dibuka secara umum. Hongkun lalu melemparkan sejumlah pertanyaan kepada saksi Suriansyah. Dijelaskan di dalam persidangan, Suriansyah merupakan Kabag Sarana Perekonomian Setdaprov Kaltim. Saksi mengaku mengenal dengan terdakwa saat dirinya masih menjabat sebagai Kasubag Perusahaan Daerah. Kala itu, Suriansyah bertugas melakukan koordinasi dan pembinaan pada delapan Perusda milik Pemprov Kaltim. Salah satunya ialah PT AKU. Perusda yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian, dan pengangkutan darat, yang berdiri di bawah Setdaprov Kaltim. PT AKU didirikan pada 31 Agustus 2000. Dibentuk untuk membidangi perkebunan sawit dan pupuk, serta diharapkan Pemprov Kaltim dapat memberikan sumbangsih pendapatan asli daerah (PAD). Dijelaskannya terkait mekanisme penyertaan modal. PT AKU lebih dulu mengajukan usulan dalam bentuk proposal kepada Pemprov Kaltim, dalam hal ini gubernur. Pengajuan penyertaan modal itu kemudian didisposisikan hingga ke Biro Ekonomi dan dirapatkan. Selanjutnya, usulan pun diterima. PT AKU mendapatkan penyertaan modal. Apabila kegiatannya mendapatkan laba, maka masuk dalam dividen PAD. Singkat cerita, pada 2003, PT AKU mendapatkan kucuran dana modal sebesar Rp 5 milliar. Penyertaan modal itu diberikan dengan rincian, pada 23 Juli sebesar Rp 250 juta, 20 November sebesar Rp 750 juta, serta 29 Desember sebesar Rp 4 miliar. Namun, dengan modal tersebut, PT AKU hanya dapat menyetorkan keuntungan laba ke PAD sebesar Rp 3 miliar, tepatnya di 2005. Dari awal Perusda ini berdiri, Pemprov Kaltim sudah mengalami kerugian. Pasalnya, dividen yang diserahkan ke kas daerah tak sebanding dengan modal yang sudah dikucurkan. Namun pada 15 Desember 2008, PT AKU kembali diberikan suntikan dana penyertaan modal sebesar Rp 7 miliar dari Pemprov Kaltim. Uang dengan jumlah besar itu habis tak tersisa. Hanya dipergunakan untuk biaya kas Perusda PT AKU sebesar Rp 911 juta, dan membayar deposito berjangka sebesar Rp 3 miliar. Kemudian uang sebesar Rp 8,8 miliar dipergunakan untuk membayar piutang usaha ke sembilan perusahaan berbeda. Sehingga, tak ada keuntungan laba yang dapat disetorkan ke PAD. Meski begitu, selang dua tahun kemudian, Pemprov Kaltim tak jera mengucurkan dana penyertaan modal ke PT AKU. Terakhir, Pemrov memberikan dana suntikan sebesar Rp 15 miliar, tepatnya pada 30 September 2010. Total sudah Rp 27 miliar yang dikucurkan Pemprov Kaltim ke Perusda tersebut. Namun tetap saja tak ada sepersen pun laba yang masuk ke dalam kas daerah. Alih-alih hendak dipaksa tetap beroperasi, PT AKU malah pailit alias jatuh bangkrut. Modal usaha yang dikucurkan pun tidak jelas keberadaannya, dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Hal tersebut terungkapnya di 2014. Di mana Perusda PT AKU yang telah berhenti beroperasi, tak dapat mempertanggungjawabkan keuangannya, di dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) yang telah disetujui di dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Pemprov Kaltim saat itu meminta pertanggungjawaban PT AKU, dengan membuat laporan keuangan yang telah diaudit oleh Konsultan Akuntan Publik (KAP) di setiap tahunnya. Penunjukan KAP ini langsung dari direksi PT AKU. Dari hasil audit tahun keuangan 2008 dan 2010 terungkap, penyebab kerugian pada PT AKU lantaran adanya kerja sama yang menyebabkan piutang. Kemudian laporan itu ditindaklanjuti oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Kaltim, yang kemudian menilai berhenti beroperasinya PT AKU tidak dapat dinilai kewajarannya sebesar Rp 31 miliar, sesuai laporan keuangan internal tahun 2014. Usai meminta keterangan dari Suriansyah, majelis hakim kemudian menghadirkan saksi kedua atas nama Fahmi Prima Laksana, selaku Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov Kaltim. Singkatnya, saksi kala itu bertugas sebagai Kasubag Akuntansi Biro Keuangan Setprov Kaltim di 2002 hingga 2009. Ia mengaku hanya mengetahui perihal penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim ke PT AKU. "Di dalam persidangan, tadi saksi Fahmi hanya dapat menjelaskan terkait kapan modal itu diserahkan dan besarannya berapa. Kalau yang lainnya dia banyak tidak tahunya," ungkap JPU Indriasari ditemui usai persidangan. Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Yanuar, Supiyatno mengatakan, semua keterangan yang disampaikan kedua saksi dibenarkan oleh kliennya tersebut. Namun ia menyayangkan, dokumen laporan resmi hasil audit BPK Provinsi Kaltim, tak dapat disertakan dalam persidangan. "Terdakwa membenarkan semua pernyataan saksi. Tapi terkait dokumen resminya tidak ada. Saksi Suriansyah ditanya perihal mengetahui kasus ini, katanya dari BPK tahun 2014. Tapi ketika ditanya Ketua Majelis ke JPU tidak melampirkan bukti itu. Yang ada hanya laporan audit BPK Kerugian Rp 27 miliar, ditambah keuntungan laba 10 persen sehingga total kerugian negara sebesar Rp 29 miliar," ungkapnya. Lanjut Supiyatno mengatakan, saksi hanya mengetahui dividen keuntungan laba PT AKU ke PAD sebesar Rp 3 miliar dari laporan saja. "Saksi Suriansyah tahunya dari laporan saja katanya. Yang jelas ada masuk di PAD. Tapi saksi tidak tahu persis tanggalnya," ucapnya. Supiyatno mengatakan, ketua majelis hakim sempat mempertanyakan alasan Pemprov Kaltim yang tetap mengucurkan penyertaan modal, meski telah mengalami kerugian. "Bagaimana caranya ketika Pemprov Kaltim merugi dikucuran awal Rp 5 miliar, tapi malah ditambahkan lagi modalnya di 2008 sebesar Rp 7 miliar," "Seharusnya, kan sudah tahu merugi nih, enggak menguntungkan buat Pemprov Kaltim, seharusnya saat itu dievaluasi kan, ganti direksi enggak usah dilanjut. Seharusnya kan begitu. Tapi jawabannya saksi, Pemprov Kaltim masih menaruh harapan untuk mendapatkan keuntungan laba," katanya. Masih Supiyatno, saksi turut menyampaikan alasan Pemprov Kaltim yang tetap memberikan dana penyertaan modal ke PT AKU, dengan alasan berharap PT AKU tetap bisa menghasilkan keuntungan bagi Kas Daerah. "Kemudian Ketua PN sekaligus Ketua Majelis Hakim tanya lagi, oke lah dari Rp 5 miliar tambah ke Rp 7 miliar wajar. Tapi dari Rp 7 miliar ke Rp 15 miliar, itu bagaimana ceritanya. Jawabannya saksi sama saja, bahwa masih diharapkan PT AKU menghasilkan keuntungan laba," tandasnya. Setelah memintai keterangan kedua saksi, sidang pun ditutup dan akan kembali dilanjutkan Senin (14/12/2020) mendatang. Masih dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. (aaa/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: