Dikeruk, Diambil Batunya Terus Dibiarkan, Nasib Bukit Suryanata Kini
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Eksistensi Bukit Batu Putih Samarinda berada di persimpangan jalan. Antara dikelola sebagai destinasi wisata panorama. Atau membiarkannya terus-terusan ditambang.
Puncak tertinggi Samarinda itu mulai rata dengan dataran rendah di sekitarnya. Pemangku kepentingan pun gamang menyikapi persoalan ini. Puncak Batu Putih, atau sebagian orang menyebutnya Puncak Suryanata, karena letaknya di Jalan Suryanata, adalah satu dari sekian tinggian di Samarinda. Berada di tengah-tengah kota dan dikelilingi pemukiman padat. Minggu (6/12/2020) sore, tim nomorsatukaltim.com mendatangi puncak Suryanata. Namun, keadaan tidak seperti biasanya. Hanya ada seorang ayah, membawa tiga orang anaknya usia sekolah dasar, untuk berolaharaga di kawasan tersebut. Serta sepasang sejoli tengah bersantai. Di samping pemandangan mereka, ada aktivitas warga sekitar menambang bukit batu kapur tersebut. Mengikisnya sedikit demi sedikit. Bongkahan batu alam itu dimasukkan satu demi satu ke dalam truck, untuk dibawah entah ke mana. Aktivitas ini berlansung setiap hari. Hingga nampak kasat mata, sudah hampir 50 persen bukit itu di pangkas. Kepala Dinas Pariwisata Kota Samarinda, I Gusti Ayu Sulistiani yang dimintai pendapat mengaku tak berdaya untuk memutuskan. Ke mana gerangan nasib puncak bukit akan bermuara. Masalah utamanya, kata dia, adalah lahan tersebut memang milik warga sekitar. Yang menambangnya menjadi bongkahan batu gunung yang akhirnya diperuntukkan bagi bahan bangunan. "Urusan lahan seperti itu memang bukan ranahnya Dinas Pariwisata," kata I Gusti Ayu Sulitiani, belum lama ini. Baca juga: Aliran Lobster Di satu sisi, Ayu -- sapaanya, menilai kawasan tersebut memiliki potensi pariwisata yang tinggi. "Batuh Putih itu bagus sekali. Kalau kita ke sana, kita bisa melihat kota Samarinda dari atas ketinggian," ucapnya lagi. Namun, kembali dia mengaskan. Kendala utamanya untuk dikembangkan menjadi objek wisata, adalah lahan tersebut milik warga. Ayu berharap, masyarakat sekitar yang memiliki hal atas kawasan itu, jangan lagi menggali bukit itu. Sebab, lanjutnya, justru nilai ekonomi pariwisata jauh lebih besar dan jangka panjang bagi masyarakat. Di samping itu, keuntungan lainnya yang diperoleh, alamnya tetap terjaga lestari. "Dari pada kita bongkar, habis. Begitu selesai tidak ada nilainya lagi. Kalau dijadikan destinasi, alamnya tetap lestari, keuntungan juga dapat, dan itu bersifat sustainable," jelas Kadispar. Ayu menilai, sebaiknya masyarakat yang memiliki lahan memelihara kawasan itu. Agar makin besar keuntungannya. Dan akan semakin ramai yang datang jika dipelihara dan dikelola dengan baik. Dia mengungkapkan, pihaknya sebenarnya sudah menyusun program, berkoordinasi dengan seluruh kelurahan. Supaya kelurahan yang wilayahnya memiliki potensi pariwisata, benar-benar di jaga. "Dan kami akan mengedukasi masyarakat. Agar wilayah potensial itu memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat setempat. Dengan cara pengelolaan yang berorientasi perlindungan. Bukan komersil semata," tutur Ayu. (das/boy)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: