Orang Tua Cenderung jadi Penyebar Hoax Selama Kampanye

Orang Tua Cenderung jadi Penyebar Hoax Selama Kampanye

Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Ancaman paling berbahaya jelang masa tenang pilkada serentak ialah hoax di medsos. Yang disebar oleh kalangan orang tua. Begitu kata anggota Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) Alfitra Salamm.

Ia sudah mewanti-wanti adanya perang dingin di media sosial. Hoax atau beriga palsi akan bertebaran bahkan satu jam sebelum waktu pemilihan. Dan kejadian itu bukan hanya akan terjadi di Balikpapan, tapi hampir di seluruh daerah yang sedang mempersiapkan pilkada. "Karena hoax ini sulit untuk dikontrol. Datangnya cepat sekali, bertubi-tubi, dan berhasil membentuk opini," ujarnya saat berkunjung ke Balikpapan belum lama ini. Mantan sekretaris kementerian pemuda dan olahraga itu menyebut ada sekitar 168 juta pengguna medsos. Sementara dari hasil risetnya masyarakat Indonesia terbiasa melihat perkembangan informasi melalui akunnya. Setiap 10 menit sekali. Ia memprediksi. Berdasarkan riset di beberapa daerah ternyata penyebar hoax paling banyak dilakukan oleh generasi tua. Yakni yang berusia rata-rata 50 tahun ke atas. "Karena generasi tua itu terlalu baper, bawa perasaan dengan proses pilkada. Terus laper atau larut dalam perasaan," katanya. Baca juga: Vaksin COVID-19 Belum Tiba, Tempatnya Menyimpannya Disiapkan Duluan Sementara generasi muda tidak begitu banyak yang baper dengan proses pilkada. Karena pengetahuan politiknya sangat rendah. Generasi muda lebih mampu memfilter informasi karena lebih kritis. "Ada hoax, ada miss informasi, mal informasi dan disinformasi. Semuanya sifatnya tidak benar. Nah ancaman paling serius di zaman ini terjadi di tahun 2019 dengan kemunculan tim buzzer," katanya. Tim buzzer bekerja untuk kepentingan tertentu atau perorangan. Tugasnya mengarahkan kepada objek tertentu. Misalnya mengarahkan opini baik kepada calon pemimpin tertentu, dan membuat opini sebaliknya kepada calon lainnya. "Saya kira inilah peta medsos kita nanti. Ini ancaman yang serius," katanya. Menurutnya masyarakat harus waspada dengan hal tersebut. Sebab pada akhirnya masyarakat yang punya hak untuk mendapatkan pemimpin masa depan yang paling berpihak pada mereka. Terutama dalam masa pandemi. Di mana semua orang ingin keluar dari masalah perekonomian dan kesehatan yang sangat terpukul dengan adanya COVID-19. Alfitra menilai peningkatan kepedulian masyarakat terhadap kondisi politik melalui medsos, bisa jadi buruk, bisa jadi baik. Ia bercerita. Korea Selatan (Korsel) telah berhasil memanfaatkan momentum pemilihan umum di masa pandemi. Sebab para calon pemimpin di negeri ginseng itu berhasil membentuk opini. Bahwa saat inil momen tepat untuk kebangkitan daerah. "Yang tertunda Pilkadanya (karena pandemi) itu, di dunia ada hampir 200 daerah. Kecuali di Korsel," katanya. Baca juga: “DKPP Bukan Dinas Kebersihan Pemilu” Keberhasilan itu tercermin dari seberapa besar peningkatan jumlah pemilih yang naik menjadi 60 persen. Padahal di pilpres sebelumnya Korsel hanya mampu mencapai keikutsertaan pemilih 40 persen saja. "Di situlah tantangan bagi cakada. Bagaimana memanfaatkan pandemi sebagai momen terbaik membangun daerah," tutupnya. (ryn/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: