Diberhentikan Sementara

Diberhentikan Sementara

Ada sebab, ada akibat. Karena terbukti terlibat kasus dugaan korupsi pembebasan lahan di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) tahun 2014, Kepala Dinas Pertanahan SP (58) dan staf Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau AMS (48), diberhentikan sementara sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Berau, Muhammad Said kepada Disway Berau, Rabu (25/11). “Kami akan berkoordinasi dengan Kejaksaan. Setelah kami terima surat penahanannya, kami akan buatkan surat pemberhentian sementara dari jabatan atau status ASN, baik itu SP maupun AMS. Itu sudah kewajiban pemerintah, ketika ada ASN yang ditahan karena korupsi,” jelasnya. Pemberhentian sementara itu, kata Dia, sudah sesuai dengan mekanisme Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Karena kasus keduanya masih berproses, maka pihaknya belum bisa memberhentikan secara permanen. Namun, hak tersangka sebagai ASN akan dikurangi, yakni tidak lagi menerima tunjangan jabatan, dan tidak lagi menerima gaji pokok secara utuh seperti biasanya. “Nanti setelah keluar SK pemberhentian sementara, tersangka hanya menerima 50 persen dari gaji pokok saja,” jelasnya. Ditambahkan Said, pemberhentian permanen akan dilakukan kepada kedua tersangka ketika sudah tersangka sudah dinyatakan terbukti bersalah di persidangan, dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap. “Dilihat lagi putusannya nanti. Jika bersalah itu langsung dibuatkan surat pemberhentian permanen atau tetap. Karena kasusnya korupsi, maka konsekuensinya diberhentikan secara tidak hormat,” jelasnya. Diterangkannya juga, sepanjang tahun 2020 ini, sudah ada 3 ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau yang terjerat kasus korupsi. Yang mana sebelumnya, Camat Segah EE (55) juga tersandung kasus korupsi, dengan perkara dugaan pungutan liar (Pungli) pembebasan lahan. “Yang diproses karena kasus korupsi itu sudah 3 ASN, dan semuanya masih berproses,” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, SP (58), kepala Dinas Pertahanan Berau, terancam menikmati masa purna tugasnya di balik jeruji besi. Setelah ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Berau, Selasa (24/11). Perkara yang menjerat SP, saat Dia masih menjabat kepala Dispora tahun 2014. Tak sendiri, AMS (48) mantan stafnya yang kini di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) juga ikut terseret. Kejari, total menetapkan 4 tersangka. Dua lainnya dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Sih Wiryadi dan Rekan, yakni AN (49) dan SS (53). Kepala Kejari Berau, Jufri membenarkan, bahwa dua tersangka berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Disebutkannya, SP yang mantan kepala Dispora Berau dan AMS mantan stafnya, disinyalir melakukan mark up anggaran untuk pembebasan lahan untuk peningkatan sarana dan prasarana lapangan sepak bola di Jalan Marsma Iswahyudi, Gang Muslimin, Kelurahan Rinding, Teluk Bayur pada 2014 lalu. “Keduanya masih aktif sebagai ASN,” ujarnya. Terungkapnya kasus ini, bermula saat Kejari Berau, menemukan kejanggalan terkait anggaran pembebasan lahan sepak bola tersebut. Awalnya, pembebasan lahan dianggarkan di Dinas Pertanahan tahun 2013 sebesar Rp 470 juta. “Itu anggaran perubahan tahun 2013,” katanya. Kemudian, 2014 anggaran tersebut kembali muncul. Namun, berubah instansi menjadi Dispora. Anggaran yang tadinya Rp 470 juta pun berubah menjadi Rp 1,6 miliar. “Nah kok bisa seperti itu, dari situlah kami melakukan penelusuran,” ungkapnya. Setelah melakukan penelusuran, pihaknya mengetahui bahwa tersangka AMS adalah staf dari Dispora yang mendapatkan kuasa dari pemilik lahan untuk menjual tanah yang akan dibebaskan. “AMS itu pemegang kuasa atas tanah itu, dan dia juga yang beli dengan nilai Rp 670 juta dengan luas lebih dari 9 ribu meter,” jelasnya. Diketahui, lahan merupakan tanah garapan milik seseorang. Karena tidak di Berau, orang tersebut pun memberikan kuasa kepada AMS untuk mengelola dan menjual lahan. “Sekarang orang tersebut sudah meninggal di Malang,” katanya. Setelah lama tak digarap, masa garapannya habis. Dan harus kembali menjadi milik negara. Usut punya usut, AMS melakukan kepengurusan tanah tersebut dan menjualnya. “Jadi dia sempat ngurus itu tanah. Dan membelinya senilai harga yang kami sebutkan,” imbuhnya. Kemudian, Dia menjual kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau, seluas 3.670 meter persegi dengan harga Rp 1,6 miliar. Sehingga, AMS memperoleh keuntungan dari penjualan atau pembebasan lahan, berupa uang tunai dan sisa lahan. Sementara, SP terlibat sebagai pengguna anggaran di instansi tersebut. Selanjutnya keterlibatan dua pegawai dari KJPP, selaku penilai publik, AN dan SS dengan sengaja memerintahkan dan mengarahkan AMS untuk membeli lahan di Gang Muslimin, Jalan Marsma Iswahyudi tersebut. Dijelaskan Jufri, penyelidikan kasus dilakukan sejak awal tahun 2020. Namun, terkendala COVID-19, sehingga penyidikan molor. “Kami mendatangkan ahli dari Universitas Brawijaya menggali berapa besar kerugian negara,” ujarnya. Dari perhitungan, kerugian negara mencapai Rp 1.110.175.000. Yang pasti, proses penyidikan masih berlangsung, dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru. Untuk SP dan AMS telah dilakukan penahanan, dan dua tersangka lainnya sedang di luar daerah. “Pemanggilan dijadwalkan ulang,” katanya. Keempat tersangka terancam dijerat Pasal 2 ayat (1) sub Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubuhan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.“Ada juga itu dendanya,” tandasnya. */zza/app

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: