Rekomendasi Bawaslu untuk Diskualifikasi Edi Damansyah Ditinjau KPU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kutai Kartanegara mendapat konfirmasi secara resmi KPU RI tentang rekomendasi diskualifikasi Calon Bupati Edi Damansyah oleh Bawaslu RI. Mereka punya waktu tujuh hari sejak menerima surat itu, untuk memutus perkara. Namun, rekomendasi itu mau ditinjau ulang.
nomorsatukaltim.com - Sikap KPU Kukar yang tidak segera menjalankan rekomendasi Bawaslu RI mendiskualifikasi Edi Damansyah merupakan buntut terbitnya surat KPU RI nomor 1052/PY.02.1-SD/03/KPU/11/2020. Dokumen bertanggal 17 November 2020 itu berbunyi “Penerusan Pelanggaran Administrasi Pemilu”. Dalam pernyataan pers yang berlangsung Jumat (20/11/2020), isi surat itu dimaknai sebagai “perintah tindak lanjut, oleh KPU RI” dan “bukanlah melakukan pembatalan”. “Melainkan meninjau ulang persoalan sesungguhnya yang berkaitan hal-hal yang disangkakan sebagai pelanggaran,” ujar Komisioner KPU Kaltim, Fahmi Idris yang tampil bersama Mukhasan Ajib. Jajaran KPU Kaltim, menegaskan lima poin penyampaian dalam konferensi itu. Yang paling pokok ialah pernyataan KPU Kukar menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu mendiskualifikasi Edi Damansyah sesuai dengan tingkatannya. Meliputi dua kegiatan. "Yaitu mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana rekomendasi Bawaslu sesuai dengan tingkatannya. Kemudian, menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi pemilu," kata Fahmi Idris. Dua poin itu, berdasarkan pasal 18 PKPU No.25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemiliuan Umum. Dikatakan KPU Kaltim, dengan diterimanya surat KPU RI itu, KPU di daerah berkewajiban memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi. Sejak diterimanya surat itu, lanjut Fahmi, KPU Kukar langsung melakukan arahan KPU tersebut. Saat ini, KPU Kukar sedang dalam proses melakukan klarifikasi kepada pihak terkait. Terhadap dugaan pelanggaran yang dilaporkan ke Bawaslu itu. "Proses klarifikasi. Termasuk ke Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Bappeda (Kukar), Disdukcapil (Kukar), camat, lurah, dan terlapor (Edi Damansyah)," tambahnya. Hasil klarifikasi tersebut, nantinya, jadi pertimbangan KPU Kukar dalam mengambil keputusan terkait rekomendasi Bawaslu RI. "Dan dapat meminta arahan kepada KPU RI sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," katanya, yang juga ketua Divisi Hukum KPU Kaltim itu. Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan, rekomendasi Bawaslu bukanlah sesuatu yang harus diikuti. Meski memang harus ditindaklanjuti. Dalam konteks kasus di Kukar ini, perspektif KPU, tindak lanjut yang dimaksud, berdasarkan pada pasal 18 PKPU 25/2013 tersebut. "Proses tindak lanjut itu bukan harus sesuai rekomendasi tersebut. Tapi KPU perlu melakukan kajian lanjut. Mengklarifikasi (ulang) itu bagian dari tindak lanjut. KPU Kukar sejak dua hari kemarin, memanggil semua pihak yang tahu terhadap objek yang disangkakan sebagai pelanggaran," tambahnya. Sementara Mukhasan Ajib menambahkan bahwa, "tindak lanjut itu bukan berarti harus melaksanakan apa yang diperintahkan Bawaslu.” Setelah diberikan rekomendasi, KPU melakukan kajian-kajian hukum. Klarifikasi kepada pihak terkait sesuai perkara yang disangkakan. Bila klarifikasi oleh KPU Kukar telah selesai, hasil kajiannya akan dikirim ke KPU RI. Kemudian sana, juga akan dikaji. Oleh biro hukum KPU RI. "Hasil kajian akan dikaji lagi oleh KPU RI. Dan keputusannya, (ditentukan) dalam pleno KPU RI dan KPU Kukar," imbuhnya. Soal keputusan akhir KPU, kata Ajib bisa saja berbeda dengan isi rekomendasi Bawaslu. Bisa saja tak dilakukan pembatalan. Semua itu, adalah hasil klarifikasi dan kajian KPU yang menentukan. KPU tak bisa langsung memutuskan begitu saja sesuai rekomendasi Bawaslu. Melainkan juga harus tahu, duduk persoalannya. "Karena bisa, penafsiran terhadap undang-undang dan peraturan KPU (PKPU) antara Bawaslu dan KPU itu beda. Beda penafsiran. Bila KPU punya penafsiran lain, nanti bisa memutuskan tidak sesuai rekomendasi Bawaslu," ucapnya.ANEH
Pengamat hukum Herdiansyah Hamzah menilai janggal pernyataan yang disampaikan KPU. Dalam menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu untuk mendiskualifikasi Edi Damansyah, KPU masih menggunakan ketentuan Pasal 18 PKPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum. “Padahal kita tahu PKPU tersebut sudah tidak relevan lagi karena dalam konsideran menimbang masih mengacu pada UU yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Apalagi PKPU tersebut memang spesifik diperuntukkan bagi pengaturan pelanggaran administrasi pemilu, bukan pilkada,” kata akademisi Universitas Mulawarman itu. Perihal tata cara penanganan pelanggaran adminiatrasi pilkada, yang menjadi kewenangan mutlak Bawaslu, sudah diatur secara eksplisit dalam Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. “Jadi KPU seharusnya tidak perlu melakukan upaya menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan Pelanggaran Administrasi Pemilu, sebagaimana disebutkan dalam PKPU tersebut,” imbuh pria yang beken disapa Castro itu. Menurut Castro, KPU tidak bisa menggunakan PKPU 25 Tahun 2013, sebab tidak relevan sama sekali untuk digunakan dalam menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu. “Ibarat sakit kepala, yang diminum justru obat sakit perut. Itupun obat sakit perutnya sudah kadaluarsa.” Keanehan kedua, terkait upaya KPU akan melakukan klarifikasi kepada sejumlah pihak. Yang mana, klarifikasi tersebut akan dijadikan pertimbangan bagi KPU dalam mengambil keputusan nantinya. “Ini juga overlap menurut saya, sebab kewenangan untuk membuat kajian dan klarifikasi atas pelanggaran, mutlak ada di tangan Bawaslu.” Dan proses itu sudah dilakukan sebelum rekomendasi Bawaslu dikeluarkan. KPU mestinya hanya dalam kapasitas memeriksa kelengkapan dokumen secara administratif, sebagai landasan untuk mengambil keputusan. Kalaupun ada masalah dalam rekomendasi Bawaslu nantinya, maka mekanisme kontrol dan evaluasinya ada dalam sistem peradilan pasca rekomendasi itu dijalankan. (sah/dah/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: