Rata-Rata Tak Sehat

Rata-Rata Tak Sehat

TANJUNG REDEB, DISWAY – Data sementara Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, Nilai Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari 13 Kecamatan yaitu 0,14 atau setara dengan golongan klaster keluarga tidak sehat.

Nilai IKS itu, merupakan kumulatif dari tahun 2018 hingga Februari 2020. Tetapi perhitungan baru mencapai 25 persen, atau sebanyak 20.993 Kepala Keluarga (KK) dari 80.000 KK di Berau. Hasil perhitungan dari jumlah KK, 21 puskesmas ditambah 12 indikator. Perhitungan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 39/2016 dalam pembangunan kesehatan di suatu daerah dimulai dari unit terkecil masyarakat, yaitu berupa keluarga untuk menyatakan bahwa suatu keluarga, kecamatan hingga kabupaten dalam kondisi sehat atau tidak sehat. Implementasi tersebut dibalut dalam Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Kepala Dinas Kesehatan Berau, Iswahyudi melalui Kepala Bidang Pelayanan Sehat Jimmi Adriani menjelaskan, total dari IKS tersebut dapat menggambarkan apakah keluarga di Berau termasuk dalam klaster keluarga sehat, keluarga pra sehat dan keluarga tidak sehat. “Karena pendataan belum bisa menyeluruh, ada sedikit keraguan untuk menentukan klasifikasi keluarga Berau. Apalagi, data tiap tahun perhitungannya kumulatif. Sementara indeksnya 0,14 masuk dalam kategori tidak sehat,” jelasnya kepada Disway Berau, Kamis (12/11). Dalam masing-masing klaster memiliki nilai rerata. Jika nilai indeks lebih dari 0,8 maka dikatakan keluarga sehat. Nilai 0,5-0,8 yaitu keluarga pra sehat dan nilai di bawah 0,5 termasuk keluarga tidak sehat. Tetapi bagi Jimmi, yang perlu digaris bawahi, bahwa itu masih berupa data sementara. Jimmi melanjutkan, IKS terbentuk dari 12 indikator dengan total pencapaian dalam satuan persen di 13 Kecamatan. Data tersebut yaitu, keluarga yang mengikuti program KB sebanyak 43,69 persen. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan sebanyak 90,32 persen. Bayi mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 85,15 persen, bayi mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 74,81 persen. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan 66,96 persen, penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar 37,50 persen. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur sebanyak 25,38 persen. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan oleh keluarga sebanyak 18,47 persen, anggota keluarga tidak ada yang merokok sebanyak 43,09 persen. Keluarga sudah menjadi anggota JKN sebanyak 38,15 persen. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih sebanyak 77,20 persen, dan keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat sebanyak 87,09 persen. “12 Indikator tidak ada yang mencapai 100 persen, sudah ada indikator dengan pencapaian tinggi. Tetapi aturan seharusnya mencapai 100 persen. Hal itu masih sulit untuk mencapainya,” akunya. Dari beberapa indikator tersebut, pencapaian terendah yaitu penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan oleh keluarga hanya sebanyak 18,47 persen. Hal itu berhubungan dengan fasilitas kesehatan di Berau terbatas, sebab bangsal jiwa untuk penderita hanya berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai dan terbatas, sehingga pendataan hanya dikhususkan pada mereka yang mengalami penderita jiwa berat seperti skizofrenia. Selain itu, kesadaran keluarga menjadi anggota JKN sebanyak 38,15 persen masih terbilang rendah. Sebab kebanyakan daerah pedalaman di luar kecamatan kota belum begitu mengerti kepentingan JKN. Hal itu menjadi perhatian untuk peningkatan pengguna JKN untuk pembangunan kesehatan di Berau. Apalagi, lokasi yang jauh menyulitkan pengurusan. Ada hal lain yang juga menjadi perhatian adalah masih banyak anggota keluarga yang merokok. Perbandingannya terbagi 60 persen keluarga ada yang merokok dan 40 persennya tidak. “Adanya anggota keluarga yang merokok memang satu Indonesia sulit ya untuk ditekan keberadaannya, dan menjadi perhatian juga untuk menciptakan keluarga tanpa asap rokok,” jelasnya. Jika dilihat per kecamatan, dari 13 Kecamatan yang ada, tidak ada kecamatan yang mencapai klaster keluarga sehat ataupun pra sehat. Semua masih keluarga tidak sehat dengan nilai di bawah 0,5. Nilai indeks tertinggi diperoleh pada Kecamatan Pulau Derawan sebanyak 0,866. Pengaruhnya adalah masyarakat Pulau Derawan yang terbilang sedikit, jadi program dapat menyeluruh. Contohnya pada program KB mencapai sekiranya hingga 60 persen. Sedangkan indeks terkecil berada di Kecamatan Kelay yaitu 0,47. Pada kecamatan Kelay, jelas Jimmi masyarakat cenderung megisap rokok lebih banyak. Selain itu ketika persalinan, sang ibu jarang menggunakan fasilitas kesehatan melainkan di rumah saja. Padahal persalinan di rumah sudah tidak boleh. Serta kepersertaan JKN juga masih kurang. Wilayah yang jauh juga memengaruhi. Kecamatan ini sama halnya dengan Kecamatan Segah dan Batu Putih. Meskipun status IKS Berau sementara masuk dalam kategori keluarga tidak sehat, itulah tolak ukur kinerja dan pembangunan kesehatan di Kabupaten Berau. Menindaklanjuti peningkatan indeks adalah sebuah kerja sama di tiap lapisan pemerintahan, kader kesehatan, serta keinginan masyarakat untuk menjadi keluarga sehat. Dalam setiap 12 indikator, pihaknya telah menyusun bagaimana strategi untuk mencapai 100 persen nilai mutlak untuk pembentukan keluarga sehat, entah berupa sosialisasi ataupun tindakan langsung sesuai dengan tupoksi masing-masing. “Sementara ini kami masih berproses untuk menjadikan Berau sehat dengan implementasi PIS-PK. Walaupun PR nya memang masih besar sekali. Apalagi COVID-19 juga menjadi tantangan untuk saat ini,” tandasnya.  *RAP/APP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: