Habib Rizieq dalam Pentas Politik Tanah Air (1)

Habib Rizieq dalam Pentas Politik Tanah Air (1)

Jakarta, nomorsatukaltim.com – Kepulangan Habib Muhammad Rizieq Shihab (HMRS) pada Selasa (10/11) lalu mendapat respons berbeda. Dari para pendukungnya, ia dielu-elukan. Sementara dari pengkritiknya, dia disebut dapat membawa “kegaduhan politik” di tengah pandemi COVID-19.

Dikutip dari artikel berjudul Pulangnya Oposisi Nomor Satu yang diunggah di akun Facebooknya pada Rabu (11/11) lalu, pengamat politik Indonesia Made Supriatma mengatakan, saat ini HMRS adalah oposisi paling terkemuka di Indonesia.

Selain memiliki kekuatan massa yang riil, HMRS juga memiliki organisasi yang lumayan rapi. Yakni Front Pembela Islam (FPI). Selain itu, dia ditokohkan atau paling tidak membidani lahirnya organisasi-organisasi sampiran. Seperti Persatuan Alumni 212 dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa atau GNPF-Ulama.

Made menyebut, HMRS merupakan tokoh kharismatik. Dia juga seorang orator ulung. Selain itu, ia organisatoris yang lumayan handal. Sehingga tidak heran pendukung-pendukungnya memujanya seperti seorang juru selamat.

Kata dia, HMRS pernah memimpin gerakan protes terbesar dalam sejarah Tanah Air. Saat itu, ia menghimpun koalisi cair. Yang sebagian besar terdiri dari kelas menengah urban yang konservatif atau belajar menjadi konservatif secara keagamaan.

Mereka turun ke jalan dalam jumlah jutaan orang untuk mendukung demonstrasi yang dinamakan Aksi Bela Islam II. Gerakan ini berhasil menjatuhkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. “Juga menekan agar proses hukum yang sebenarnya sumir untuk diterapkan yang berakibat pada pemenjaraan Basuki,” sebut Made, Rabu (11/11).

Dia menjelaskan, HMRS memulai gerakan “pembelaan terhadap Islam” dari bawah. Anggota-anggota FPI hadir ketika terjadi penggusuran di Jakarta. Bahkan sekarang FPI hadir dimana saja ada bencana. Bahkan mendahului kehadiran negara atau pemerintah.

Selain mempunyai kemampuan luar biasa untuk menarik dukungan dari kelas menengah urban yang tidak peduli dengan kelas bawah, HMRS juga memobilisasi kelas bawah. Sehingga merasa dibela olehnya. Tidak banyak-- atau bahkan tidak ada--politisi Indonesia saat ini yang memiliki kemampuan seperti itu. 

Ia menyebut, Presiden Jokowi dulu berkampanye di kalangan bawah dengan “blusukan” ke kampung-kampung. Namun ada perbedaan besar antara berkampanye dengan mengorganisir.

Made mengatakan, yang dilakukan HMRS dan FPI adalah “memberdayakan” mereka yang tidak punya kuasa. Dengan konsekuensi yang mungkin tidak disukai sebagian orang.

“Perhatikanlah orang-orang yang menjadi pasukan FPI. Mereka adalah orang-orang biasa yang dalam hidup sehari-harinya sama sekali tidak punya kekuasaan bahkan terhadap hidup mereka sendiri,” jelas Made.

“Seperti tokoh kharismatis lainnya, dia juga penuh kontroversi. Hanya ada dua pilihan untuk tokoh seperti ini: Apakah Anda menyukainya dengan sangat, atau membencinya dengan sangat. Tidak ada ruang di tengah,” katanya.

Made mengungkapkan, HMRS juga dipenjara beberapa kali. Namun oleh pendukungnya--seperti pendukung pemimpin kharismatik lainnya--penjara adalah wujud sikap konsisten.

Dia juga dilanda skandal. Bahkan pengasingannya ke Saudi Arabia karena dugaan skandal sexting yang dilakukannya. Namun skandal seperti ini biasanya tidak terlalu berpengaruh dalam menggerus dukungan kepada seorang pemimpin kharismatik. Ia mungkin akan membuat lawan-lawannya mencemooh.

“Namun semakin banyak cemooh itu, semakin rapat barisan pendukungnya. Untuk mereka, skandal ini hanyalah rekayasa untuk mengkriminalisasi. Memainkan perasaan menjadi korban (penzaliman) dan mengeluh terus menerus tentangnya adalah senjata lain pemimpin model ini,” bebernya.

Menurut Made, hasilnya adalah seperti yang dapat dilihat pada hari penjemputannya di Bandara Soekarno-Hatta pada Selasa lalu. Ribuan pendukung HMRS menjemputnya ke bandara. Penerbangan lain harus ditunda beberapa jam untuk penyambutannya. Dan kepulangannya pun dipentaskan seperti kepulangan Ayatollah Ruhollah Khomeini dari Prancis pada 1 Februari 1979 untuk memimpin Revolusi Iran.

Kata dia, tokoh sebesar HMRS sulit untuk diabaikan secara politik. Di satu sisi, para politisi menelan liur untuk mengajaknya berkoalisi. Made mengatakan, seandainya HMRS tidak mengasingkan diri, Prabowo pasti akan menggandengnya menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2019.

Ia pun menunggu apa yang akan dilakukan oleh HMRS dalam waktu yang akan datang. Organisasinya tetap utuh dan bahkan makin rapi. Mantel kepemimpinan oposisi sekarang ada pada dirinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: