Tersangka Penimpasan Driver Ojol Lolos dari Hukum
Malang nasib Mahadir Maulana (37). Sudah jadi korban penimpasan, utang biaya operasi di rumah sakit membengkak, kini proses hukum terhadap pelaku pun dihentikan. Gegaranya, si pelaku mengidap gangguan kejiwaan.
nomorsatukaltim.com - KASUS penimpasan yang menimpa Mahadir, seorang pengendara ojek daring di simpang empat Air Putih, 6 September lalu, kini terhenti. Pelaku, Ariaji Ardiansyah (31), tak mau mengakui perbuatannya, pun disebut mengalami gangguan kejiwaan. Hal ini terungkap setelah Polsek Samarinda Ulu melakukan observasi kurang lebih 14 hari, di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada.
"Karena saat dilakukan pemeriksaan, keterangan pelaku ini cenderung berubah-ubah, bahkan tidak mengakui perbuatannya," ucap Kapolsek Samarinda Ulu, AKP Ricky Sibarani melalui Kanit Reskrim Ipda M Ridwan, Rabu (11/11/2020) siang.
Baca juga: Pelaku Pembacokan Driver Ojol Diduga Depresi Usai Dicerai Sang Istri
Setelah mempelajari riwayat pelaku, polisi menemukan kalau warga Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) ini memiliki kartu kuning alias kartu menjalani berobat jalan. Atas dasar tersebut, kepolisian lantas melakukan observasi, meski proses penyidikan perkara penimpasan ini terus berjalan.
"Hasilnya, ditemukan ada gangguan jiwa berat atau psikotik, dan (Ariaji Ardiansyah) tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya," imbuhnya.
Meski demikian, pemberhentian proses hukum tak langsung begitu saja. Sebab, kata Ridwan, berkas perkara telah mendapatkan status P18 dan P19 berdasarkan hasil penelitian kejaksaan.
"Pihak jaksa penuntut umum (JPU) memberikan kedua berkas tersebut berdasarkan hasil yang keluar dari RSJD. Sehingga berdasarkan Pasal 44 KUHP menyebutkan, pelaku yang mengalami gangguan jiwa dan tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, tidak dapat dipidana," bebernya.
Atas dasar itu, pihak kepolisian melakukan gelar perkara dan sepakat menghentikan kasus penimpasan ini. Selanjutnya, petugas berwajib akan melakukan koordinasi kepada pihak keluarga pelaku untuk mengembalikan Ariaji Ardiansyah ke RSJD Atma Husada.
"Setelah itu, pihak penyidik membuat laporan ke JPU. Sehingga JPU bisa menghentikan tuntutannya di kejaksaan," tandasnya.
Sementara itu, kuasa hukum tersangka, Rusniwati Ayu Syafitri selama proses penahanan sampai kembali dilimpahkannya ke RSJD Atma Husada, telah mengikuti semua aturan hukum yang berlaku.
"Kami menerima dengan ucapan terima kasih, akhirnya keadilan masih ada," jelas Rusniwati.
Lanjut Rusniwati, setiap manusia mempunyai hak yang sama. Dan kliennya, Ariaji Ardiansyah telah mendapatkan haknya dengan sangat baik. Meski telah dipastikan bebas dari jeratan hukum, namun pihak pelaku tetap akan menyampaikan permohonan maafnya kepada korban, serta memberikan santunan bersifat tali asih.
Untuk diketahui, Ariaji Ardiansyah sejak 2017 silam menjalani perawatan di RSJD Atma Husada Mahakam. Meski sempat dipulangkan, namun pada Desember 2019, Ariaji Ardiansyah kembali menjalani perawatan intensif hingga Februari 2020. Bahkan Ariaji Ardiansyah dikabarkan pernah menjalanj rawat inap di rumah sakit jiwa di Bogor selama enam bulan lamanya.
"Ini ada hal yang krusial untuk diklarifikasi, klien kami mengalami gangguan jiwa bukan dari lahir. Tetapi karena klien kami korban penyalahgunaan narkotika, maka psikisnya sedikit terganggu," kata Rusniwati.
"Diagnosisnya sudah disampaikan tadi, makanya saya sangat legowo, karena klien saya mendapatkan keadilan. Kembali kepada keputusan keluarga korban, karena bagaimanapun juga kami sangat berempati dengan korban karena dia adalah tulang punggung keluarga. Cuman nanti kan santunannya tergantung kemampuan dari keluarga klien kami," pungkasnya.
MINTA TANGGUNG JAWAB
Seperti diberitakan sebelumnya, Mahadir diserang oleh orang tak dikenal saat hendak mengantarkan pesanan kepada pelanggannya. Peristiwa itu terjadi tepat di persimpangan Jalan Suryanata mengarah Jalan Juanda, Kecamatan Samarinda Ulu, pada Minggu dini hari (6/9/2020) sekitar pukul 01.30 Wita.
Pelaku menyerang korban dengan menggunakan senjata tajam berupa parang. Akibatnya, korban mengalami luka serius. Urat nadi kedua tangan korban sampai putus. Korban pun sampai harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Wahab Sjahranie.
Aparat kepolisian tak butuh waktu lama untuk membekuk pelaku penimpasan. Hanya selang sehari, pelaku atas nama Ariaji Ardiansyah ditangkap di rumah salah satu keluarganya. Di awal pengungkapan kasus ini, polisi sempat menyebut tidak ada motif apapun pelaku sampai tega melukai korban.
Pelaku yang diketahui habis menenggak minuman keras jenis tuak, tiba-tiba saja menyerang korban dengan menggunakan parang. Sejak itulah tindak penganiayaan hingga mengakibatkan luka berat itu sempat diproses oleh kepolisian.
Dua bulan pasca kejadian itu, korban yang mengalami putus urat nadi di kedua tangannya, sampai harus mengalami penderitaan panjang. Kedua tangannya tak benar-benar bisa berfungsi seperti sedia kala, kendati telah menjalani dua kali operasi.
Bahkan, korban yang berperan sebagai tulang punggung keluarga, kini tak lagi bisa mencari nafkah. Dokter memintanya untuk tidak lagi mengendarai motor. Korban kini tak bisa lagi menghidupi keluarganya, lantaran tak bisa bekerja sebagai pengemudi ojek daring. Terlebih lagi, dia harus dihadapkan beban untuk membayar utang pasca operasi.
"Selama ini saya berobat menggunakan uang pinjaman dari orang-orang. Saya hanya sebagai ojol (ojek online/daring), yang tidak punya penghasilan tetap," ungkap Mahadir kepada media ini, ketika dimintai tanggapannya mengenai tersangka yang saat ini terlepas dari proses hukum.
Lanjut Mahadir, selama menjalani perawatan hingga dua kali operasi, dirinya harus menghabiskan biaya pengobatan itu sebesar Rp 30 juta. Biaya pengobatan itu didapatkan dari berutang.
"Nominalnya sekitar 30 juta, karena dua kali operasi, dan itupun bingung untuk membiayai operasi, jadi terpaksa saya meminjam dari orang-orang. Kalau tidak begitu saya tidak bisa keluar dari rumah sakit. Sampai saat ini saya terbebani dengan utang," terangnya.
Sejak diserang oleh tersangka penimpasan secara membabi-buta, hingga mengakibatkan kedua tangannya tak berfungsi normal, belum ada dari pihak keluarga tersangka yang menemuinya. Lebih-lebih untuk memberi bantuan pengobatan.
"Belum ada pihak keluarga tersangka yang mendatangi saya sampai saat ini. Kalau kita pikirkan, kenapa dia sanggup bertemu dengan anaknya, tapi tidak sanggup bertemu dengan saya selaku korban," ungkapnya.
Mahadir merasa paling dirugikan akibat perbuatan tersangka. Terlebih lagi kini tersangka tidak diproses hukum lantaran disebut mengalami gangguan jiwa. Sementara kini, Mahadir harus mengalami penderitaan, selain kedua tangannya tak berfungsi normal, kini dia tak bisa lagi menghidupi anak istrinya.
"Sebenarnya saya yang paling dirugikan di sini, karena saya tidak kenal dengan pelaku. Kalau memang dia mengalami gangguan jiwa, kan pihak keluarga pelaku harusnya bisa menjaga. Ini kan dia berkeliaran kemana-mana membawa sajam, kita yang tidak kenal langsung ditimpasnya. Apa tujuannya itu tidak jelas," katanya.
Mahadir masih menunggu kejelasan dari pihak kepolisian yang telah menghentikan proses hukum kepada tersangka penimpasan.
"Saya masih menunggu dulu, karena pihak kepolisian menganggap pelaku mengalami gangguan jiwa. Tapi kan ada sedikit kejanggalan, karena ada penyampaian dari polisi, jika memang sebelumnya pernah dirawat di RSJ, berarti kan dia mempunyai surat keterangan riwayat sembuh," lanjutnya.
Menurutnya, sebenarnya tersangka bisa saja tetap diproses hukum. Hal ini mengacu pada tersangka yang telah menjalani perawatan di rumah sakit jiwa, telah mendapatkan surat keterangan kesembuhan.
"Kata polisi, kalau dia mempunyai surat itu, jika melakukan tindak pidana kejahatan, maka dapat diproses hukum. Ini kan dia sudah bebas berkeliaran, berarti kan dia sudah sembuh dan secara sadar melakukan penganiayaan kepada saya," kata Mahadir lagi.
"Sampai saat ini saya tidak bisa bekerja dengan kondisi ini. Siapa yang mau biayai saya dan keluarga. Kalau memang pihak keluarga (pelaku) sanggup membiayai si pelaku untuk berobat, otomatis mereka sanggup juga untuk membiayai pengobatan saya, karena kelakuan anaknya," sambungnya.
Mahadir berharap, agar pihak keluarga pelaku dapat bertanggung jawab atas tindakan tersangka. Dia mengaku sudah tak menaruh rasa dendam. Namun akibat perbuatan tersangka, dia harus dihadapkan permasalahan berat.
"Saya kan berobat harus dengan biaya pinjaman, sampai saat ini saya tidak bisa mencari nafkah untuk membiayai empat anak saya. Saya sendiri diminta oleh dokter untuk tidak boleh berkendara, sampai benar benar pulih," pungkasnya. (aaa/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: