Ekonomi Amerika di Tangan Trump (3)

Ekonomi Amerika di Tangan Trump (3)

Washington, nomorsatukaltim.com - Amerika Serikat (AS) resmi mengalami resesi untuk pertama kalinya setelah lebih dari satu dekade terakhir. Tidak sekadar resesi. Tapi perekonomian Negeri Adikuasa benar-benar hancur lebur di kuartal II-2020. Penyebabnya, tentu saja virus corona. Berasal dari China, virus ini menjadi pandemi, menyebar ke seluruh dunia. Demikian kesimpulan dari CNBC Indonesia.

Ironisnya, AS justru menjadi negara dengan jumlah kasus penyakit akibat virus corona (Coronavirus Disease 2019/COVID-19). Bahkan, saat negara-negara lain berhasil meredam penyebarannya, Paman Sam justru terus mengalami lonjakan kasus. Berdasarkan data Worldometer, jumlah kasus COVID-19 di AS kini lebih dari 9,95 juta orang.

Guna meredam penyebaran virus tersebut, Amerika menerapkan kebijakan social distancing hingga karantina (lockdown). Dampaknya bisa ditebak. Roda bisnis melambat bahkan nyaris mati suri, hingga akhirnya mengalami resesi.

Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal II-2020 dilaporkan mengalami kontraksi 32,9 persen secara quarterly annualized atau kuartalan yang disetahunkan (dikali empat). Kontraksi tersebut menjadi yang paling parah sepanjang sejarah AS. Di kuartal I-2020, perekonomiannya mengalami kontraksi 5 persen (quarterly annualized). Sehingga AS sah mengalami resesi.

Bukan kali ini saja AS mengalami resesi. Dilansir dari Investopedia, AS sudah mengalami 33 kali resesi sejak tahun 1854. Sementara jika dilihat sejak tahun 1980, Negeri Paman Sam mengalami empat kali resesi. Termasuk yang terjadi saat krisis finansial global 2008. Artinya, resesi kali ini menjadi yang ke-34 bagi AS.

AS bahkan pernah mengalami yang lebih parah dari resesi. Yakni Depresi Besar (Great Depression) atau resesi yang berlangsung selama satu dekade. Pada tahun 1930-an. Tetapi kontraksi ekonominya tidak sedalam di kuartal II-2020.

Setelah sah mengalami resesi, semua lini perekonomian telah mengalami kemerosotan. Belanja konsumen yang merupakan tulang punggung perekonomian Amerika, dengan kontribusi sekitar 70 persen dari total PDB ambrol 34,6 persen.

Penurunan tajam konsumsi terjadi di bidang jasa. Seperti perjalanan, pariwisata, perawatan medis, serta belanja di restoran. Maklum saja, kebijakan social distancing dan lockdown membuat warga AS diminta tinggal di rumah. Tidak keluar kecuali sangat penting.

Nyaris tidak ada sektor di perekonomian yang tidak mengalami penurunan tajam. Hanya belanja pemerintah yang mengalami peningkatan. Hal tersebut wajar. Mengingat pemerintah menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 2 triliun. Terbesar sepanjang sejarah. Untuk menyelamatkan perekonomian.

Hancur lebur di kuartal II-2020, Pemerintah AS tak tinggal diam. Kebijakan lockdown dihentikan. Ekonomi dibuka kembali. Meski dengan penerapan protokol kesehatan. Alhasil, tanda-tanda kebangkitan ekonomi AS sudah terlihat di akhir kuartal II.

Melansir The Balance, ada lima indikator ekonomi yang dijadikan acuan suatu negara mengalami resesi. Yakni PDB riil, pendapatan, tingkat pengangguran, manufaktur, dan penjualan ritel.

Dari indikator pendapatan, Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan rata-rata upah per jam mengalami penurunan 1,2 persen month-on-month (mom) di bulan Juni. Di bulan sebelumnya juga turun 1 persen mom. Artinya, pendapatan warga AS bertambah di bulan Juni. Tren tersebut bisa berlanjut di bulan ini.

Kemudian tingkat pengangguran AS mengalami penurunan 2 bulan beruntun, di di bulan Juni tercatat sebesar 11,1 persen. Turun dari 13,3 persen di bulan sebelumnya. Di bulan April, tingkat pengangguran mencapai rekor tertinggi 14,7 persen.

KEBIJAKAN TRUMP

Dikutip dari Tempo.com, Presiden AS Donald Trump menandatangani serangkaian perintah presiden (executive order). Agar bisa memberikan waktu pemulihan terhadap ekonomi Amerika yang terseok-seok akibat dampak COVID-19. Perintah presiden itu diterbitkan Trump setelah gagal mencapai kesepakatan dengan Partai Demokrat.

Dikutip dari rt.com, Presiden Trump mengumumkan perintah presiden di sebuah padang golf miliknya di Bedminster, New Jersey, pada 8 Agustus 2020. Di antara perintah presiden yang dibuatnya itu, pertama memberikan keringanan pajak penghasilan kepada warga AS yang pendapatannya kurang dari US$ 100 ribu per tahun. Executive order yang dibuat Trump kedua adalah melindungi masyarakat dari ancaman penggusuran.

Perintah presiden ketiga yakni memperpanjang tunjungan bantuan untuk pengangguran. Dengan begitu, mereka yang kehilangan pekerjaan bakal mendapat bantuan langsung tunai sekitar US$ 400 per minggu (Rp 5,8 juta). Sebelumnya, Partai Demokrat mengajukan agar uang bantuan langsung tunai itu sebesar US$ 600 per minggu sampai akhir 2020 nanti.

Presiden Trump juga mengatakan, cicilan pinjaman mahasiswa (students loan) boleh ditunda sementara dan bunga yang harus dibayarkan pun mendapat keringanan tanpa batas.

Perintah presiden ini muncul dua pekan setelah ketegangan antara Gedung Putih-Partai Demokrat. Ketua DPR AS Nancy Pelosi dan anggota Senat Chuck Schumer menuding pemerintahan Trump tak mau berkompromi. Partai Demokrat mempertimbangkan menggelontorkan dana US$ 3,4 triliun yang sebagian besar untuk membuka lagi sekolah-sekolah dan uang bantuan langsung tunai untuk para pengangguran yang periodenya berakhir pada Juli 2020.

Partai Demokrat juga menyerukan agar dana diperbanyak untuk membantu mereka yang terancam terusir dari tempat tinggal mereka. Karena tak sanggup membayar cicilan rumah. Schumer dan Pelosi menyoroti perintah presiden bisa bias secara hukum. Pasalnya, Kongres AS punya otoritas terkait anggaran pengeluaran negara.  

EKONOMI REBOUND

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: