Merajut Asa Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Merajut Asa Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Jakarta, nomorsatukaltim.com - “Saya tidak akan pernah berhenti mengingatkan kita semua bahwa janganlah kita lelah mencintai Republik ini,” adalah rangkaian kata yang selalu didengungkan Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati (SMI). Untuk memberi percikan semangat bagi seluruh masyarakat.

Rangkaian kata tersebut sekiranya merupakan simbol pantang menyerah seluruh elemen bangsa di saat negara tercinta sedang didera krisis pandemi COVID-19. Yang mampu mengoyak hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Terlebih lagi sebenarnya Indonesia memiliki optimisme tinggi saat menyambut awal tahun ini. Mengingat sinyal positif dari ekonomi global yang pada tahun sebelumnya penuh gejolak seperti perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang mulai mereda.

Optimisme itu seakan terenggut ketika COVID-19 yang awalnya hanya menyerang Kota Wuhan, China, akhirnya merebak ke berbagai negara hingga resmi dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret.

Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 memberikan kabar sangat mengejutkan bahwa dua Warga Negara Indonesia (WNI) terinfeksi COVID-19. Otomatis ini merupakan kasus pertama bagi negara ini hingga seluruh masyarakat seketika panik.

Dari dua kasus COVID-19 pertama yang terjadi pada Maret tersebut hingga kurang lebih tujuh bulan telah berlalu, krisis kesehatan ini masih enggan berakhir.

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan COVID-19, total kasus COVID-19 di Indonesia sampai 24 Oktober 2020 mencapai 385.980 orang. Sebanyak 309.219 orang di antaranya dinyatakan sembuh dan 13.205 orang meninggal dunia.

EKONOMI MEROSOT

Jumlah kasus COVID-19 yang terus meningkat akhirnya memaksa pemerintah. Untuk mengambil keputusan. Dalam rangka menekan penyebarannya. Yakni menginjak rem darurat. Melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Penekanan jumlah kasus yang sementara ini hanya dapat dilakukan dengan menjaga jarak selama vaksin belum tersedia. Hal ini menyebabkan masyarakat mengurangi sebagian besar aktivitasnya. Kini, mayoritas aktivitas masyarakat dilakukan dari rumah. Termasuk bekerja melalui sistem work from home (WFH). Namun tidak semua sektor dapat menerapkan sistem kerja tersebut. Seperti sektor industri.

Sektor industri harus mengurangi jumlah karyawan yang bekerja setiap hari. Dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19. Sehingga berimbas pada berkurangnya pendapatan dan tertekannya produktivitas.

Sektor lain seperti UMKM, pariwisata, transportasi, hingga perdagangan lebih tertekan. Seiring dengan semakin sedikit masyarakat yang berani beraktivitas normal. Seperti berpergian atau berbelanja.

Seiring dengan penurunan pendapatan, maka perusahaan terpaksa mengurangi jumlah karyawan. Melalui pemutusan hubungan kerja (PHK). Untuk menekan biaya operasional. Sehingga jumlah pengangguran meningkat.

Jokowi menyebutkan, di tengah pandemi terdapat sekitar 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak COVID-19 serta 2,9 juta penduduk usia kerja baru setiap tahun.

Peningkatan jumlah pengangguran sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk miskin. Yang diprediksikan Bappenas bertambah 2 juta orang pada akhir 2020 dibandingkan 2019.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang atau meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019. Pandemi dan PSBB yang masih terus berlangsung hingga kini tentu akan semakin meningkatkan jumlah pengangguran maupun penduduk miskin Indonesia.

Sementara itu, outlook tingkat kemiskinan pada tahun ini adalah sebesar 9,7 persen sampai 10,2 persen. Dengan target penurunan tingkat kemiskinan di level 9,2 persen hingga 9,7 persen untuk 2021. Peningkatan jumlah masyarakat miskin tercermin pada penurunan kinerja konsumsi rumah tangga yang pada triwulan II-2020 mencapai 5,51 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: