Penyelesaian Banjir di Samarinda, Tugas Kita Bersama.
Peta sub DAS Karang Mumus
Oleh : Irwan S IP, MP
SAMARINDA secara letak Daerah Aliran Sungai (DAS) berada di DAS Hilir Mahakam. Lebih tepatnya lagi berada di wilayah Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Karang Mumus. Sungai Karang Mumus merupakan sungai utama yang membelah Kota Samarinda. Di samping ratusan sungai-sungai kecil lainnya.
Daerah Aliran Sungai atau yang disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No 37 2012 tentang Pengelolaan DAS)
Sedangkan Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS. Sub DAS sendiri adalah wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui cabang aliran sungai yang membentuk bagian wilayah DAS.
Secara spasial dan non spasial, kemampuan DAS dapat dianalisa dan dipetakan. Mengapa harus di analisis dan dipetakan? Karena pembangunan sebuah kota atau perencanaan tata ruang wilayah harus dimulai dari analisis kemampuan dan kesesuaian Daerah Aliran Sungainya. Jika tidak maka siap-siap saja berhadapan dengan berbagai gejolak alam seperti banjir, longsor, erosi, gagal panen dan lain-lain.
Banjir yang terjadi di Kota Samarinda saat ini, penyebab utamanya disamping karena curah hujan yang tinggi juga karena adanya pemanfaatan ruang pada Sub DAS Karang Mumus yang tidak sesuai dengan kesesuain lahan sehingga daerah resapan airnya berkurang.
Ada beberapa konversi lahan seperti daerah resapan air, embung dan rawa-rawa menjadi perumahan, dan beberapa lahan rendah ditimbun untuk kaplingan.
Dengan berubahnya fungsi daerah resapan air di Kota Samarinda, maka di saat musim penghujan dengan curah hujan tinggi seperti ini, maka hujan yang jatuh di permukaan tanah yang sudah berubah jadi keras, cor semen, ataupun tanah timbunan itu sebagian besar menjadi aliran air permukaan (Run Off) dan justru menjadi sumber air baru yang berlebih bagi debit air di Sungai Karang Mumus.
Berdasarkan data Penginderaan Jauh dan SIG maka morfologi Sub DAS Karang Mumus dapat dianalisa dan dipetakan baik bentuk DAS maupun kerapatan alirannya. Sub Das Karang Mumus ini termasuk luas sehingga run off nya semakin besar pula. Kemudian jaringan sungai di Kota Samarinda juga sangat rapat dengan kerapatan aliran sangat tinggi, sehingga sampai kapan pun Samarinda akan potensial mengalami banjir.
Alur Sungai Karang Mumus memiliki ketinggian dasar sungai dan cenderung lebih rendah pada bagian tengah, yang sebagian besar meliputi wilayah pusat Kota Samarinda, sehingga aliran air ke muara terhambat. Diperparah dengan adanya proses sedimentasi di bagian hilir dari sub DAS Karang Mumus.
Kemudian disamping banjir Kota Samarinda juga diperparah karena aktivitas konversi lahan di hulu Sub DAS Karang Mumus, berupa pertambangan dan perkebunan. Wilayah Kota Samarinda juga sangatlah dipengaruhi oleh gaya pasang surut air laut, sehingga pada saat pasang tertinggi dapat menghambat mekanisme aliran air dari Sungai Karang Mumus menuju Sungai Mahakam. Dan inilah mengapa sering kali pada banjir besar seperti ini maka genangan berlebih bisa berlangsung dalam waktu lama.
Solusi Jangka Panjang
Berbicara tentang solusi jangka panjang, mestinya kita segera kembali mengubah dan merevisi pola ruang dan struktur ruang Kota Samarinda dengan memperhatikan kemampuan sub DAS Karang Mumus.
Lebih mengedepankan zona-zona perlindungan sempadan sungai, rawa-rawa dalam, embung air serta moratorium tambang di Samarinda. Konkretnya, ke depan harus ada revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda.
Selain itu, politik anggaran mestinya berpihak pada penyelesaian masalah banjir. Jangan sampai kejadian yang bertahun-tahun ini tak kunjung diselesaikan. Apalagi kondisinya kian memburuk. Seyogianya penyediaan dan suntikan anggaran dari pemerintah kota (pemkot), provinsi (pemprov), dan pemerintah pusat, lebih berpihak, fokus pada pencegahan dan penuntasan masalah banjir ini.
Pemerintah di tingkat kota, provinsi, dan terutama pemerintah pusat selayaknya memberikan anggaran besar untuk penanganan banjir di Samarinda. Sehingga upaya-upaya normalisasi sungai, drainase, embung dan waduk bisa segera terwujud. Anggaran ini sangat penting sebagai solusi penanganan banjir. Jangan sampai terlalu lama dikaji dan dipertimbangkan oleh pemerintah. Karena di sinilah “alat” penyelesaian masalah banjir di Samarinda.
Bukan Hanya Tugas Pemkot
Saya pikir masalah banjir ini tidak bisa lagi diselesaikan oleh Pemkot Samarinda. Sangat mustahil jika problem ini diserahkan sepenuhnya pada pemerintah di tingkat kota. Gubernur Kaltim harus mengambil alih penanganan banjir di Samarinda dengan tetap melibatkan Pemkot Samarinda sebagai pemangku wilayah. Karena Samarinda adalah Ibukota Provinsi Kalimantan Timur.
Kita jangan terbiasa bangga dengan aksi penanganan saat banjir dan pasca banjir. Yang benar justru kita seharusnya merumuskan strategi mengurangi dan menghentikan banjir. Hal-hal teknis seperti normalisasi sungai, pembuatan waduk, penertiban perumahan, dan alih fungai lahan, sejatinya sudah kita ketahui bersama. Tak ada lagi perdebatan terkait masalah teknis tersebut.
Menghadapi kondisi seperti ini, baik wali kota, gubernur, maupun pemerintah pusat, harus benar-benar fokus menyelesaikan masalah banjir di Kota Samarinda. Karena Samarinda merupakan Pusat Kegiatan Nasional dalam Tata Ruang Nasional maka penggunaan anggaran APBN tentunya bukan masalah.
Jika revisi RTRW Kota Samarinda telah dilakukan dan politik anggaran yang berpihak pada pencegahan banjir sudah diupayakan secara maksimal, saya yakin masalah ini akan segera tertangani.
Dalam jangka pendek, mungkin kita tidak sepenuhnya mampu menghentikan banjir di Samarinda. Tetapi akan ada pengurangan signifikan atas banjir yang terus berulang ini apabila kita bekerja sama menyelesaikannya. (*)
Penulis adalah politisi Partai Demokrat, calon anggota DPR RI terpilih di Pemilu 2019, dan juga tergabung dalam Analisis Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: