Siasat Menekan Harga Tes Swab

Siasat Menekan Harga Tes Swab

Hampir dua pekan pemerintah menetapkan batas atas biaya tes swab mandiri. Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) mau tak mau menyesuaikan tarif. Mahalnya ongkos reagen, biaya pengiriman spesimen serta peralatan, masih jadi kendala. Fasyankes berakrobat mematuhi keputusan pusat. 

Sudah sepekan ini dokter Eddy Iskandar tak bisa tidur nyenyak. Direktur Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo (RSKD) itu terus menanti kabar. Manakah jenis reagen yang kompatibel dengan  tarif pemeriksaan sampel swab Kemenkes. RSKD sedang menguji kualitas mutu jenis reagen yang harga belinya lebih murah. Yang secara hitungan memang bisa masuk dengan batas atas tarif yang ditetapkan pemerintah. "Jika uji yang dilakukan tersebut mutunya cukup baik dan reagen lab-nya tersedia, maka kami akan menyesuaikan dengan tarif baru. Kemungkinan bisa mulai Senin, 19 Oktober," kata Eddy Iskandar, Kamis (15/10/2020). Baca juga: Unmul Layani Tes Swab Mandiri, Segini Biayanya Saat ini, Rumah Sakit Umum Daerah di bawah naungan Pemprov Kaltim itu, memasang harga Rp 1,8 juta untuk pemeriksaan swab dengan PCR test. Sementara pemeriksaan  dengan mesin Tes Cepat Molekular (TCM), rumah sakit tersebut memasang tarif Rp 2 juta. TCM dulunya adalah mesin pemeriksa untuk penyakit tuberkulosis atau TBC. Kemudian diumumkan, TCM bisa digunakan untuk mengendus corona. Tinggal diganti cartridge, yang berfungsi melacak antigen virus. RSKD memang memiliki dua mesin pemeriksa spesimen sampel swab. Untuk mesin PCR, mereka melakukan pengadaan secara mandiri. Begitu pula dengan reagen. Mesin PCR tanpa reagen ibarat motor tanpa bensin. Tak bisa dipakai. Reagen ialah senyawa kimia yang digunakan dalam pengecekan spesimen mendeteksi virus corona. Sehingga, reagen menjadi salah satu komponen penentu perhitungan tarif test dengan PCR di RSKD. Di luar modal invetasi mesin PCR dan ongkos bahan dan peralatan lainnya. Harga reagen di pasaran pun bervariasi, ada berbagai merek yang beredar. Itulah mengapa, RSKD harus menguji dulu, mutu reagen yang harganya lebih murah dari yang sebelumnya digunakan. "Ya, sekarang harus pakai reagen yang harga murah (untuk menyesuaikan harga). Tapi makanya tetap perlu diuji mutu dulu," kata Direktur RSKD lagi. Kalau rumah sakit pemerintah saja keteteran dengan aturan tarif itu, bagaimana dengan swasta?  Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) ternyata sudah lebih dulu mengikuti perintah Kemenkes. "Sudah kami sesuaikan sejak tanggal 12 Oktober," ucap Direktur RSPB,  Khairuddin dikonfirmasi terpisah. Memang pengadaan reagen di RSPB, tidak semua dibeli langsung oleh rumah sakit itu. Hanya sebagian. Karena "ada juga reagen yang diadakan secara korporasi di Jakarta," kata Khairuddin. Baca juga: Biaya Swab Mandiri Rp 900 Ribu Belum Semua Faskes Siap Begitu juga RS Beriman. Rumah sakit di bawah Pemkot Balikpapan ini ternyata sudah menurunkan tarif tes PCR sejak 7 Oktober. Dua hari setelah pemerintah mengeluarkan ketentuan batas atas tarif Rp 900 ribu. Harga itu termasuk juga untuk peserta BPJS Kesehatan yang meminta pemeriksaan test PCR mandiri. Mesin PCR di RS Beriman itu, merupakan bantuan dari PT PAMA Persada, perusahaan yang beroperasi di sektor pertambangan batu bara. Bantuan tersebut, berikut juga dengan pengadaan reagen-nya. Demi menyiasati aturan batas atas, sejumlah laboratorium swasta punya berbagai program. Laboratorium Tirta misalnya, telah menyesuaikan harga pemeriksaan swab test dengan TCM sebesar Rp 900 ribu. Laboratorium di Balikpapan itu memberlakukan tarif baru sejak 12 Oktober. Tapi, tarif itu untuk waktu tunggu hasil pemeriksaan selama empat hari. Lab itu juga membatasi kuota pemeriksaan per hari. Kalau mau cepat, lab ini menyediakan paket eksklusif dan cepat. Pemeriksaan TCM dengan waktu tunggu satu hari, dibanderol Rp 1,7 juta. Sedangkan pemeriksaan yang dua hari selesai, harganya Rp 1.375.000. Dua paket ini tanpa batas kuota pemeriksaan per hari. Sementara laboratorium swasta lainnya, Prodia Balikpapan lebih dulu menurunkan harga. Sejak 6 Oktober, laboratorium ini sudah mengumumkan tarif pemeriksaan dengan PCR COVID-19 sebesar Rp 900 ribu. Merespon edaran pemerintah pada 5 Oktober. Tapi Prodia juga menawarkan paket tambahan, berupa biaya konsultasi dokter beserta surat keterangan yang melengkapi hasil lab, sebesar Rp 125.000. "Sebelum ada batas atas tarif, Laboratorium Prodia memasang tarif Rp 1.995.000 untuk pemeriksaan PCR test," ujar Titik Pratiwi, pimpinan Prodia Cabang Balikpapan. Baca juga: Unmul Layani Tes Swab Mandiri, Segini Biayanya Dia mengatakan, penentuan tarif merupakan keputusan dari pusat. Termasuk juga penurunan harga. Sebab, pemeriksaan dengan mesin PCR dilakukan oleh Lab Prodia di Jakarta. Prodia Cabang Balikpapan hanya mengambil sampel spesimen-nya, lalu dikirim ke Jakarta. Waktu tunggu normal tiga hari untuk menerima hasil test. Namun sejak diturunkan harga, menjadi empat hari. Karena ada sedikit lonjakan kuota sampel yang diperiksa, katanya. Titik menjelaskan beberapa komponen pembiayaan dalam operasional pemeriksaan swab dengan PCR. Yang secara garis besar terdiri dari proses pengambilan sampel, oleh tenaga yang terlatih. Kemudian virus transfer media (VTM) wadah untuk menadah dan membawa sampel. Lalu ada reagen, senyawa kimia yang digunakan dalam proses pemeriksaan. Itu semua butuh biaya yang cukup besar. Selain itu, bagi Prodia Cabang Balikpapan, pemeriksaan PCR juga mesti harus membayar ongkos pengiriman sampel. Yang memerlukan penanganan khusus. Sesuai aturan Dirjen udara dan KKP. "Prosedurnya sangat rumit. Intinya sampel bisa terbang kalau sudah dapat izin terbang dari KKP," pungkas Titik. Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan mengeluarkan aturan nomor HK 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Dengan beleid itu, harga maksimal atau batas atas tarif pemeriksaan PCR test, sebesar Rp 900.000. Hal itu berdasarkan rekomendasi dari Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP). Hingga saat ini belum ada respon balik atau keberatan dari layanan kesehatan ataupun rumah sakit atas penetapan tersebut. Pun jika rumah sakit dan fasyankes lain ingin mendorong pemerintah mengatur batasan harga reagen di pasaran. Direktur RSKD yang juga Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Cabang Balikpapan, dikonfirmasi mengenai hal itu. Ia mengatakan belum ada rencana melakukan tindakan tersebut. Baca juga: GeNose, Si Pengendus Coronavirus "PERSI menyerahkan ke rumah sakit masing-masing, terutama yang swasta. Untuk menentukan tarif sesuai dengan cost dan operasional yang dikeluarkan," jelas Eddy Iskandar. Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Andi Sri Juliarty, mengungkapkan bahwa ada beberapa laboratorium di Kaltim yang di support pemerintah untuk kesediaan reagen. Yakni Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Provinsi Kaltim, Laboratorium RS AWS dan Laboratorium Universitas Mulawarman. Semuanya berada di Samarinda. Makanya setiap daerah di Kaltim mengirimkan sebagian sampel ke tiga tempat tersebut. "Asal mau kirim swab ke Labkesda Samarinda, RS AWS, Lab Unmul, gratis karena di sana semua reagen dari pemerintah," ujar Sri Juliarty. Namun, kata dia lagi, tidak semuanya bisa langsung dikirimkan sampel swab-nya. Ada beberapa kriteria orang yang menjadi prioritas. Antara lain pasien hasil rapid test reaktif, pasien kontak erat pasien  positif, pasien hasil tracing, pasien yang dirujuk dokter dan bukan emergensi.

Reagen Sesuai Harga

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Diskesprov Kaltim, Soeharsono. Penyeragaman biaya tes PCR itu, masih perlu waktu. Sebab, tak semua fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) mampu melayani uji swab dengan batasan biaya tersebut. "Karena mesin PCR macam-macam. Ada yang bisa menggunakan reagen semua merek. Ada yang tidak. Sehingga, tidak semua harganya cocok dan bisa menyesuaikan Rp 900 ribu itu," jelas Soeharsono. Karena kendala itu, beberapa fasilitas layanan kesehatan, menutup sementara layanan tes swab mereka. Karena belum mampu melayani dengan standar biaya yang baru ditetapkan. Rp 900 ribu. "Lab harus cari reagen dengan harga yang sesuai. Kalau mahal kan rugi. Kecuali bantuan pemerintah kan gratis tidak bayar," imbuhnya. Namun, Soeharsono memastikan, pihaknya patuh pada ketentuan pemerintah. Saat ini pun, fasilitas layanan kesehatan di Kaltim akan segera menyesuaikan dengan biaya tes swab maksimal yang ditetapkan. Menurut laporan yang ia terima, beberapa fasyankes yang sudah melayani tes swab dengan biaya Rp 900 ribu di antaranya adalah Laboratorium Kesehatan Provinsi (Labkesprov), RS Parikesit Tenggarong, dan Laboraturium Mikrobiologi FK Unmul.  Sementara, untuk fasyankes di daerah, ia belum menerima laporan. Karena pengawasan ada di masing-masing kabupaten kota. "Seharusnya ya, semua mematuhi. Baik fasyankes milik pemerintah mau pun swasta. Kalau tidak, masing-masing Diskes di daerah, harus menegur," kata dia. Penurunan biaya tes usap secara mandiri merupakan slah satu upaya pemerintah meningkatkan jangkauan pengetesan terhadap COVID-19.  World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia, merekomendasikan Jumlah uji swab PCR per hari sebanyak, 1.000 spesimen per satu juta penduduk setiap pekan. Di masing-masing wilayah. Berdasarkan patokan tersebut, secara umum jangkauan testing COVID-19 di Indonesia, masih rendah. Idealnya, dengan jumlah penduduk Indonesia lebih dari 260 juta jiwa. Standar jumlah tes harian yang harus dilakukan adalah 50.000 sampel. Namun menurut Satuan Tugas (Satgas) Penanganan  COVID-19. Indonesia baru mampu memeriksa rata-rata 31 ribu sampel per hari. Itu pun tak konsisten. Kadang, bisa naik dan turun. Rendahnya jangkauan tes di Indonesia disebabkan oleh kesenjangan rasio tes antar daerah. Satgas Penanganan COVID-19 mencatat. Baru 5 provinsi yang memiliki standar uji spesimen sesuai  ketentuan WHO. Sebanyak, 1.000 spesimen per satu juta penduduk setiap pekan itu. Ke lima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Kalimantan Timur, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Selatan. "Pada September, jumlah testing kita mencapai 42 ribu. Dua kali lipat dari standar WHO," ungkap Soeharsono. Hal itu kata dia, didukung oleh kapasitas alat pengujian yang sudah memadai. Baik swab PCR mau pun Tes Cepat Molekuler (TCM). Kaltim, memiliki 11 laboratorium PCR yang tersebar di kabupaten/kota. Plus satu mobile PCR milik Diskesprov. Dan 4 alat TCM. "Jadi total ada 16. Dengan kapasitas itu, maka tinggi sekali testing kita," tandasnya.  Meski begitu, Soeharsono mengingatkan Kaltim harus tetap waspada. Karena tingginya jumlah testing juga sejalan dengan tingkat penyebaran kasus positif yang tinggi. Bahkan ia menyebut, positivity rate COVID-19 di Kaltim telah mencapai 26 persen. Jauh melampaui ambang batas aman sebesar 5 persen yang ditetapkan WHO. Data terbaru Satgas Penanganan COVID-19 Kaltim merilis, pada Rabu (14/10). Angka konfirmasi positif telah mencapai 11.047 kasus. Dengan tambahan kasus positif baru sebanyak 210. Dari berbagai daerah. Di antaranya Kutai Barat 7 kasus, Kutai Kartanegara 45 kasus. Kutai Timur 20 kasus, Paser 4 kasus. Balikpapan 56 kasus, Bontang 28 kasus. Dan Samarinda 50 kasus. (krv/das/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: